Kasus nya adalah pada prakteknya
1. Penetapan waktu dimulai perselisihan
Misal saat penanggung menolak klaim.
Tertanggung tidak setuju , dan korepondensi antar mereka berlangsung dalam
jangka waktu lama, misal lebih 60 hari. Bagaimana menetapkan waktu perselisihan
di mulai?
Tanggapan :
o Bahwa jangka waktu 60 (enampuluh) hari untuk berdamai atau bermusyawarah tetap akan dimulai pada saat pertama kali Tertanggung menyatakan secara tertulis tidak sepakat atas keputusan penolakan klaimm dari Penanggung
o Bahwa jangka waktu 30 (tigapuluh) hari yang tersedia bagi Tertanggung untuk secara tertulis menyatakan pilihannya atas salah satu cara penyelesaian sengketa yang tersedia tetap akan dimulai sejak berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari upaya perdamaian atau musyawarah tersebut di atas
2. Apabila Tertanggung tidak
memberitahukan pilihannya dalam kurun waktu tersebut, maka Penanggung berhak
memilih salah satu klausul penyelesaian sengketa dimaksud.
Saat tertanggung tidak menetapkan
pilihannya setelah waktu 30 hari. Apakah wajar jika penanggung memiliki hak
pilih?
Tanggapan :
3. Apakah masih relevan kondisi
arbitrase bersifat final mengingat pihak bersengketa bisa saja meneruskan ke
pengadilan jika tidak puas.
Tanggapan :
(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.
(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan Undang-undang ini.
4. Jika terjadi ketidak
sepakatan atas aturan yang dipakai dalam arbiter, apa yang sebaiknya dilakukan
oleh pihak yang bersengketa...
Tanggapan :
o Ketika sidang pemanggilan para pihak yang bersengketa untuk menghadap Majelis Arbitrase dalam waktu 14 (empat belas) hari semenjak pihak Termohon menyampaikan jawaban atas tuntutan pihak Pemohon sebagaimana diatur dalam UU no.30/1999 pasal 40 (2); yaitu :
§ Bilamana Pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah dipanggil secara patut, maka surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas majelis arbitrase dianggap selesai (UU no. 30/1999 pasal 43)
§ Bilamana dalam sidang pertama tersebut kedua pihak yang bersengketa menyatakan perdamaian (UU no. 30/1999 pasal 45)
o Ketika Termohon belum memberikan jawaban atas tuntutan yang diajukan kepadanya, Pemohon dapat mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase
Immanuel Cahyo Rahmanto
<immanue...@gmail.com>
Sent by: forum_a...@googlegroups.com 05/14/2012 11:32 PM
|
|
________________________________________________________________________
IMPORTANT NOTICE : The information in this email is confidential and may also be privileged.
If you are not the intended recipient, any use or dissemination of the information and any disclosure or copying of this email is unauthorised and strictly prohibited.
If you have received this email in error, please promptly inform us by reply email or telephone. You should also delete this email and destroy any hard copies produced.
______________________________________________________________________
From: Immanuel Cahyo Rahmanto <immanue...@gmail.com>
To: forum_a...@googlegroups.com
Sent: Monday, May 14, 2012 11:32 PM
Subject: Re: [Forum Asuransi] tes kontak
Dear pak Mulki,
Kalau boleh, saya akan mencoba memberikan tanggapan tentang kasus yang Bapak ketengahkan. Namun, sebelumnya mohon dimaafkan jika ada yang kurang berkenan karena ini hanya berdasarkan pemahaman saya pribadi, sebagai orang yang awam di bidang hukum dan perikatan, lebih-lebih soal arbitrase itu sendiri.
Kasus nya adalah pada prakteknya
1. Penetapan waktu dimulai perselisihan
Misal saat penanggung menolak klaim. Tertanggung tidak setuju , dan korepondensi antar mereka berlangsung dalam jangka waktu lama, misal lebih 60 hari. Bagaimana menetapkan waktu perselisihan di mulai?
Tanggapan :
- Mengutip : “Perselisihan timbul sejak Tertanggung atau Penanggung menyatakan secara tertulis ketidaksepakatan atas hal yang diperselisihkan.”
Tanggapan saya :Surat yang dipakai untuk menetapkan tanggal tersebut surat siapa yang dipakai ? Surat Tertanggung atau Penanggung? (diklausulanya dipakai kata penghubung ""atau") jadi disini sendiri sudah timbul permasalahan surat siapa yang dipakai ?
- Maka, sejak saat pertama kali Tertanggung menyatakan secara tertulis tidak sepakat atas keputusan penolakan klaim dari Penanggung, dimulailah perhitungan jangka waktu 60 (enampuluh) hari dimana Penanggung dan Tertanggung diwajibkan menyelesaikan perselisihan tersebut secara perdamaian atau musyawarah terlebih dahulu.
- Setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari tersebut, belum juga tercapai kesepakatan secara perdamaian atau musyawarah, maka dimulailah timbulnya hak bagi Tertanggung untuk memilih cara penyelesaian perselisihan tersebut : lewat jalan arbitrase ataukah lewat jalan pengadian.
- Dalam menyampaikan pilihannya atas cara penyelesaian perselisihan tersebut, Tertanggung wajib memberitahukan pilihannya tersebut kepada Penanggung secara tertulis dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari masa penyelesaian secara perdamaian atau musyawarah sebagaimana dimaksud di atas.
- Proses negosiasi klaim dan korespondensi antara Penanggung dan Tertanggung yang mungkin berlangsung dalam jangka waktu lama sehingga melebihi jangka waktu 60 (enampuluh) hari tersebut tidak akan mengubah time frame yang ditetapkan dalam ketentuan di atas, yaitu :
o Bahwa jangka waktu 60 (enampuluh) hari untuk berdamai atau bermusyawarah tetap akan dimulai pada saat pertama kali Tertanggung menyatakan secara tertulis tidak sepakat atas keputusan penolakan klaimm dari Penanggungo Bahwa jangka waktu 30 (tigapuluh) hari yang tersedia bagi Tertanggung untuk secara tertulis menyatakan pilihannya atas salah satu cara penyelesaian sengketa yang tersedia tetap akan dimulai sejak berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari upaya perdamaian atau musyawarah tersebut di atas2. Apabila Tertanggung tidak memberitahukan pilihannya dalam kurun waktu tersebut, maka Penanggung berhak memilih salah satu klausul penyelesaian sengketa dimaksud.Saat tertanggung tidak menetapkan pilihannya setelah waktu 30 hari. Apakah wajar jika penanggung memiliki hak pilih?
Tanggapan :
- Menurut pemahaman saya, pada tahap demikian, bukan lagi masalah wajar atau tidaknya bagi Penanggung untuk kemudian mengambil haknya untuk memilih cara penyelesaian perselisihan menurut salah satu klausul penyelesaian sengketa yang tersedia; namun, semata-mata masalah timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak dan pemenuhan hak dan kewajiban tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam PSAKI tersebut (khususnya Pasal 24 Perselisihan).
Tanggapan sayaPada tahap ini , yang tidak puas adalah tertanggung, jadi pihak penanggung dalam hal ini seharusnya bersifat pasif. Perlu diingat juga prinsip "Contra Proferentum Rule" dimana tertanggung bisa saja bernaung dibawah prinsip tersebut ...pada prakteknya Penanggung sewajarnya memilih penanganan sengketa yang paling cost effisien bukan... jadi hak pilih penanggung untuk apa ? terus kalau ternyata tertanggung diam saja, hak pilih penangung bagaimana ? :)
- Dalam hal Tertanggung tidak mengambil haknya untuk memilih salah satu cara penyelesaian perselisihan seperti diatur di atas, maka atas dasar yang telah diperjanjikan (menurut Pasal 24 dari PSAKI) hak pilih Tertanggung menjadi kadaluarsa (lapsed) dan sebaliknya timbullah hak bagi Penanggung untuk memilih cara penyelesaian perselisihan.
saya setuju pada point ini
3. Apakah masih relevan kondisi arbitrase bersifat final mengingat pihak bersengketa bisa saja meneruskan ke pengadilan jika tidak puas.Tanggapan :
- Mengutip butir 5 dari Klausul Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase : “Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat Tertanggung dan Penanggung.”
- Sejalan dengan UU no.30/1999 pasal 60 : “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.”
tanggapan saya ;Bagaimana dengan ini"Walaupun keputusan arbitrase bersifat mengikat, namun dlm hal tertentu masih dapt dilakukan bantahan. 5 alasan yg dipersyaratkan UU untuk memungkinkan dpt dilakukan bantahan atas keputusan arbitrase adalah;
- Keputusan yg diberikan dgn melampau batas2 yg diberikan dlm persetujuan arbitrase. Maksudnya putusan tidak boleh dijatuhkan atas sesuatu yg tidak digugat.
- Keputusan telah diberikan berdasarkan suatu persetujuan arbitrase yg batal atau telah lewat waktunya.
- Keputusan telah diberikan oleh sejumlah arbiter yg tidak berwenang memutuskan, diluar hadirnya arbiter2 lainnya. Misal dari sejumlah arbiter yg telah disetujui ada 1 arbiter yg tidak pernah hadir. Kemudian arbiter2 lain menunjuk arbiter baru tanpa persetujuannya maka arbiter baru tsb tidak berwenang mengambil keputusan.
- Telah diputuskan tentang hal2 yg tidak dituntut atau putusan dimaksud telah mengabulkan lebih dari yg dituntut. Misal dlm pertimbangan putusan disebutkan bahwa rumah akan disita padahal putusannya sendiri rumah itu tidak dituntut.
- Telah diberikan keputusan berdasarkan surat2 yg bersifat menentukan yg tadinya disembunyikan oleh salah satu pihak, namun telah ditentukan kembali adanya novum (bukti baru). "
kekuatan hukum arbitrase sendiri belum jelas karena tidak bisa jadi Yuresprudensi
- Dengan demikian, pada dasarnya, putusan arbitrase tidak dapat lagi diteruskan (baca : kemudian diajukan) ke Pengadilan (baca : Pengadilan Negeri) manakala terjadi ketidakpuasan terhadap putusan arbitrase.
- Mengutip UU no.30/1999 pasal 11 :
(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan Undang-undang ini.
- Dengan demikian, bahkan seandainya pun, setelah dipilihnya arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa, kemudian salah satu pihak yang bersengketa merasa tidak puas dengan proses arbitrase tersebut (bahkan sebelum ditetapkannya putusan apapun dari para arbiter atau majelis arbiter) dan bermaksud menyelesaikan sengketa tersebut melalui Pengadilan, kesempatan untuk menempuh proses litigasi tersebut sudah tidak ada lagi; karena hak litigasi menjadi hilang dengan adanya perjanjian arbitrase.
4. Jika terjadi ketidak sepakatan atas aturan yang dipakai dalam arbiter, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak yang bersengketa...
Tanggapan :
- Tahapan-tahapan penyelenggaraan suatu proses arbitrase telah secara cukup detil diatur dalam UU no.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
- Bab III dari Undang-undang tersebut secara cukup detil mengatur Syarat Arbitrase (pasal 7 – 11), Syarat Pengangkatan Arbiter (pasal 12 – 21), serta adanya Hak Ingkar (pasal 22 – 26)
- Dengan dimungkinkannya para pihak untuk menolak calon Arbiter yang cukup bukti bakal tidak independen dalam mengambil keputusannya, ditambah dengan sistem Majelis Arbitrase yang dianut oleh PSAKI (bukan Arbiter Tunggal), maka semestinya tidak perlu dikhawatirkan akan hasil keputusannya itu sendiri.
- Memang tentu saja tidak dapat dinafikan bahwa di dalam perjalanan proses arbitrase dapat saja timbul ketidakpuasan salah satu atau kedua pihak yang bersengketa tentang proses arbitrase itu sendiri.
- Namun demikian, sebagaimana proses litigasi melalui Pengadilan, upaya penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini juga pada dasarnya adalah suatu perjalanan yang bersifat “no point of return”.
- Hanya ada sedikit celah saja untuk keluar dari proses arbitrase ini; yaitu :
o Ketika sidang pemanggilan para pihak yang bersengketa untuk menghadap Majelis Arbitrase dalam waktu 14 (empat belas) hari semenjak pihak Termohon menyampaikan jawaban atas tuntutan pihak Pemohon sebagaimana diatur dalam UU no.30/1999 pasal 40 (2); yaitu :§ Bilamana Pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah dipanggil secara patut, maka surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas majelis arbitrase dianggap selesai (UU no. 30/1999 pasal 43)§ Bilamana dalam sidang pertama tersebut kedua pihak yang bersengketa menyatakan perdamaian (UU no. 30/1999 pasal 45)o Ketika Termohon belum memberikan jawaban atas tuntutan yang diajukan kepadanya, Pemohon dapat mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase
- Namun perlu diingat, bahwa bagaimanapun juga ketika telah disepakati/diperjanjikan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, meskipun kemudian proses arbitrase dihentikan dengan cara-cara di atas, tetap sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui Pengadilan (lihat penjelasan di atas).
- Satu-satunya cara yang kemudian tersedia untuk menyelesaikan sengketa adalah dengan cara perdamaian atau musyawarah.
Tanggapan saya ;Hukum arbitrase ada 3 yang bisa digunakan , 1. UU no 30, 2. Undang Undang BANI, 3. UNCITRAL Arbitration Rule . jika sengketa terhadap pilihan ini bagaimana ?Demikian tanggapan awam saya.tanggapanAwam aja kayak sudah kayak gini hehehee
Sekali lagi mohon maaf bila kurang berkenan.
saya juga mohon maaf...
Salam,Salam kenal Pak Imanuel ..mohon informasi dari asuransi mana ?
Immanuel Cahyo Rahmanto
Dear Pak Immanuelterima kasih responnya . Luar biasarespon saya tulisan yang berwarna biru tebal ya
SalamMulki"Demi Kedjadjaan Bangsa"
From: Immanuel Cahyo Rahmanto <immanue...@gmail.com>
To: forum_a...@googlegroups.com
Sent: Monday, May 14, 2012 11:32 PM
Subject: Re: [Forum Asuransi] tes kontak
Dear pak Mulki,
Kalau boleh, saya akan mencoba memberikan tanggapan tentang kasus yang Bapak ketengahkan. Namun, sebelumnya mohon dimaafkan jika ada yang kurang berkenan karena ini hanya berdasarkan pemahaman saya pribadi, sebagai orang yang awam di bidang hukum dan perikatan, lebih-lebih soal arbitrase itu sendiri.
Kasus nya adalah pada prakteknya
1. Penetapan waktu dimulai perselisihan
Misal saat penanggung menolak klaim. Tertanggung tidak setuju , dan korepondensi antar mereka berlangsung dalam jangka waktu lama, misal lebih 60 hari. Bagaimana menetapkan waktu perselisihan di mulai?
Tanggapan :
- Mengutip : “Perselisihan timbul sejak Tertanggung atau Penanggung menyatakan secara tertulis ketidaksepakatan atas hal yang diperselisihkan.”
Tanggapan saya :Surat yang dipakai untuk menetapkan tanggal tersebut surat siapa yang dipakai ? Surat Tertanggung atau Penanggung? (diklausulanya dipakai kata penghubung ""atau") jadi disini sendiri sudah timbul permasalahan surat siapa yang dipakai ?
- Maka, sejak saat pertama kali Tertanggung menyatakan secara tertulis tidak sepakat atas keputusan penolakan klaim dari Penanggung, dimulailah perhitungan jangka waktu 60 (enampuluh) hari dimana Penanggung dan Tertanggung diwajibkan menyelesaikan perselisihan tersebut secara perdamaian atau musyawarah terlebih dahulu.
- Setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari tersebut, belum juga tercapai kesepakatan secara perdamaian atau musyawarah, maka dimulailah timbulnya hak bagi Tertanggung untuk memilih cara penyelesaian perselisihan tersebut : lewat jalan arbitrase ataukah lewat jalan pengadian.
- Dalam menyampaikan pilihannya atas cara penyelesaian perselisihan tersebut, Tertanggung wajib memberitahukan pilihannya tersebut kepada Penanggung secara tertulis dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari setelah berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari masa penyelesaian secara perdamaian atau musyawarah sebagaimana dimaksud di atas.
- Proses negosiasi klaim dan korespondensi antara Penanggung dan Tertanggung yang mungkin berlangsung dalam jangka waktu lama sehingga melebihi jangka waktu 60 (enampuluh) hari tersebut tidak akan mengubah time frame yang ditetapkan dalam ketentuan di atas, yaitu :
o Bahwa jangka waktu 60 (enampuluh) hari untuk berdamai atau bermusyawarah tetap akan dimulai pada saat pertama kali Tertanggung menyatakan secara tertulis tidak sepakat atas keputusan penolakan klaimm dari Penanggungo Bahwa jangka waktu 30 (tigapuluh) hari yang tersedia bagi Tertanggung untuk secara tertulis menyatakan pilihannya atas salah satu cara penyelesaian sengketa yang tersedia tetap akan dimulai sejak berakhirnya jangka waktu 60 (enampuluh) hari upaya perdamaian atau musyawarah tersebut di atas
2. Apabila Tertanggung tidak memberitahukan pilihannya dalam kurun waktu tersebut, maka Penanggung berhak memilih salah satu klausul penyelesaian sengketa dimaksud.Saat tertanggung tidak menetapkan pilihannya setelah waktu 30 hari. Apakah wajar jika penanggung memiliki hak pilih?
Tanggapan :
- Menurut pemahaman saya, pada tahap demikian, bukan lagi masalah wajar atau tidaknya bagi Penanggung untuk kemudian mengambil haknya untuk memilih cara penyelesaian perselisihan menurut salah satu klausul penyelesaian sengketa yang tersedia; namun, semata-mata masalah timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak dan pemenuhan hak dan kewajiban tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam PSAKI tersebut (khususnya Pasal 24 Perselisihan).
Tanggapan sayaPada tahap ini , yang tidak puas adalah tertanggung, jadi pihak penanggung dalam hal ini seharusnya bersifat pasif. Perlu diingat juga prinsip "Contra Proferentum Rule" dimana tertanggung bisa saja bernaung dibawah prinsip tersebut ...pada prakteknya Penanggung sewajarnya memilih penanganan sengketa yang paling cost effisien bukan... jadi hak pilih penanggung untuk apa ? terus kalau ternyata tertanggung diam saja, hak pilih penangung bagaimana ? :)
- Dalam hal Tertanggung tidak mengambil haknya untuk memilih salah satu cara penyelesaian perselisihan seperti diatur di atas, maka atas dasar yang telah diperjanjikan (menurut Pasal 24 dari PSAKI) hak pilih Tertanggung menjadi kadaluarsa (lapsed) dan sebaliknya timbullah hak bagi Penanggung untuk memilih cara penyelesaian perselisihan.
saya setuju pada point ini
3. Apakah masih relevan kondisi arbitrase bersifat final mengingat pihak bersengketa bisa saja meneruskan ke pengadilan jika tidak puas.Tanggapan :
- Mengutip butir 5 dari Klausul Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase : “Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat Tertanggung dan Penanggung.”
- Sejalan dengan UU no.30/1999 pasal 60 : “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.”
tanggapan saya ;Bagaimana dengan ini"Walaupun keputusan arbitrase bersifat mengikat, namun dlm hal tertentu masih dapt dilakukan bantahan. 5 alasan yg dipersyaratkan UU untuk memungkinkan dpt dilakukan bantahan atas keputusan arbitrase adalah;
- Keputusan yg diberikan dgn melampau batas2 yg diberikan dlm persetujuan arbitrase. Maksudnya putusan tidak boleh dijatuhkan atas sesuatu yg tidak digugat.
- Keputusan telah diberikan berdasarkan suatu persetujuan arbitrase yg batal atau telah lewat waktunya.
- Keputusan telah diberikan oleh sejumlah arbiter yg tidak berwenang memutuskan, diluar hadirnya arbiter2 lainnya. Misal dari sejumlah arbiter yg telah disetujui ada 1 arbiter yg tidak pernah hadir. Kemudian arbiter2 lain menunjuk arbiter baru tanpa persetujuannya maka arbiter baru tsb tidak berwenang mengambil keputusan.
- Telah diputuskan tentang hal2 yg tidak dituntut atau putusan dimaksud telah mengabulkan lebih dari yg dituntut. Misal dlm pertimbangan putusan disebutkan bahwa rumah akan disita padahal putusannya sendiri rumah itu tidak dituntut.
- Telah diberikan keputusan berdasarkan surat2 yg bersifat menentukan yg tadinya disembunyikan oleh salah satu pihak, namun telah ditentukan kembali adanya novum (bukti baru). "
kekuatan hukum arbitrase sendiri belum jelas karena tidak bisa jadi Yuresprudensi
- Dengan demikian, pada dasarnya, putusan arbitrase tidak dapat lagi diteruskan (baca : kemudian diajukan) ke Pengadilan (baca : Pengadilan Negeri) manakala terjadi ketidakpuasan terhadap putusan arbitrase.
- Mengutip UU no.30/1999 pasal 11 :
(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan Undang-undang ini.
- Dengan demikian, bahkan seandainya pun, setelah dipilihnya arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa, kemudian salah satu pihak yang bersengketa merasa tidak puas dengan proses arbitrase tersebut (bahkan sebelum ditetapkannya putusan apapun dari para arbiter atau majelis arbiter) dan bermaksud menyelesaikan sengketa tersebut melalui Pengadilan, kesempatan untuk menempuh proses litigasi tersebut sudah tidak ada lagi; karena hak litigasi menjadi hilang dengan adanya perjanjian arbitrase.
4. Jika terjadi ketidak sepakatan atas aturan yang dipakai dalam arbiter, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak yang bersengketa...
Tanggapan :
- Tahapan-tahapan penyelenggaraan suatu proses arbitrase telah secara cukup detil diatur dalam UU no.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
- Bab III dari Undang-undang tersebut secara cukup detil mengatur Syarat Arbitrase (pasal 7 – 11), Syarat Pengangkatan Arbiter (pasal 12 – 21), serta adanya Hak Ingkar (pasal 22 – 26)
- Dengan dimungkinkannya para pihak untuk menolak calon Arbiter yang cukup bukti bakal tidak independen dalam mengambil keputusannya, ditambah dengan sistem Majelis Arbitrase yang dianut oleh PSAKI (bukan Arbiter Tunggal), maka semestinya tidak perlu dikhawatirkan akan hasil keputusannya itu sendiri.
- Memang tentu saja tidak dapat dinafikan bahwa di dalam perjalanan proses arbitrase dapat saja timbul ketidakpuasan salah satu atau kedua pihak yang bersengketa tentang proses arbitrase itu sendiri.
- Namun demikian, sebagaimana proses litigasi melalui Pengadilan, upaya penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini juga pada dasarnya adalah suatu perjalanan yang bersifat “no point of return”.
- Hanya ada sedikit celah saja untuk keluar dari proses arbitrase ini; yaitu :
o Ketika sidang pemanggilan para pihak yang bersengketa untuk menghadap Majelis Arbitrase dalam waktu 14 (empat belas) hari semenjak pihak Termohon menyampaikan jawaban atas tuntutan pihak Pemohon sebagaimana diatur dalam UU no.30/1999 pasal 40 (2); yaitu :§ Bilamana Pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah dipanggil secara patut, maka surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas majelis arbitrase dianggap selesai (UU no. 30/1999 pasal 43)§ Bilamana dalam sidang pertama tersebut kedua pihak yang bersengketa menyatakan perdamaian (UU no. 30/1999 pasal 45)o Ketika Termohon belum memberikan jawaban atas tuntutan yang diajukan kepadanya, Pemohon dapat mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase
- Namun perlu diingat, bahwa bagaimanapun juga ketika telah disepakati/diperjanjikan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, meskipun kemudian proses arbitrase dihentikan dengan cara-cara di atas, tetap sudah tidak ada lagi kemungkinan untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui Pengadilan (lihat penjelasan di atas).
- Satu-satunya cara yang kemudian tersedia untuk menyelesaikan sengketa adalah dengan cara perdamaian atau musyawarah.
Tanggapan saya ;Hukum arbitrase ada 3 yang bisa digunakan , 1. UU no 30, 2. Undang Undang BANI, 3. UNCITRAL Arbitration Rule . jika sengketa terhadap pilihan ini bagaimana ?