Produk asing kategori sejuta umat : over-price atau under-spec ?!

13 views
Skip to first unread message

aan wijayanto

unread,
Sep 20, 2012, 9:44:07 PM9/20/12
to elin...@googlegroups.com
Cuma forward aja gan, silakan dinilai sendiri.

Hari ini baca artikel menarik tentang produk sejuta umat. silahkan di
baca semoga memberikan pencerahan

sumber : http://u.lipi.go.id/1324176558

Produk asing kategori sejuta umat : over-price atau under-spec ?!
Dibuat : 18/12/11 (09:49 WIB)
Revisi terakhir : 26/05/12 (22:03 WIB)


Saya sebenarnya sudah lama ingin sekali menyuarakan 'kekesalan' pada
diri sendiri atas fenomena (yang saya duga kuat) over price atau
under-spec dari produk-produk asing yang boom di Indonesia. Meski ini
tidak ada kaitan langsung dengan profesi saya sebagai periset, ada
beberapa aspek yang bisa menjadi sumber ide para periset, mulai dari
aspek standarisasi, kajian sosio-ekonomi sampai dengan target rekayasa
teknik yang bisa digarap.

Sebenarnya artikel ini ditujukan untuk hal umum, tetapi saya sengaja
fokus pada kasus 'mobil sejuta umat', Avanza-Xenia (AX) produk bareng
Toyota dan Daihatsu. Sekali lagi, ini bukan berarti saya anti Toyota,
karena saya sendiri termasuk satu dari sejuta pemakai Avanza ;-(. Juga
bukan anti Daihatsu karena selama di Jepang saya pemakai setia mobil
kompak buatan Daihatsu. Juga bukan karena saya anti Jepang, karena
Jepang sudah seperti negara kedua saya dimana saya tumbuh berkembang
dan menimba ilmu disana...

Boom AX adalah salah satu fenomena khas Indonesia setelah fenomena
Toyota Kijang, dan dengan sangat baik 'dimanfaatkan' oleh Toyota Astra
Motor (TAM) sebagai kepanjangan Toyota Motor Co (TMC) Jepang di
Indonesia. Terlebih setelah akuisisi saham TAM oleh TMC, sehingga saat
ini praktis seluruh aspek dikendalikan oleh TMC. Fenomena khas, karena
sepengetahuan saya (yang peminat otomotif) belum pernah ada dominasi
tunggal sebuah produk dalam beberapa tahun di satu negara seperti ini.

Sayangnya saya merasa, 'ekploitasi' atas 'kesetiaan masyarakat'
terhadap produk Kijang maupun AX sepertinya berlebihan dan cenderung
tidak proporsional. Parahnya hal ini berlangsung sudah beberapa dekade
sejak era Kijang kotak, sampai dengan Innova (yang sampai-sampai
dilabeli Kijang meski sama sekali tidak berhubungan dengan
pengembangan Kijang sampai generasi terakhir). Fenomena ini
berlangsung terus seolah tanpa koreksi, baik koreksi langsung melalui
media, maupun melalui hukum pasar akibat ketiadaan produk kompetitor.
Meski dalam 4-5 tahun ini sudah mulai bermunculan beberapa produk yang
(sebenarnya) lebih kompetitif khususnya Nissan (March, Livina) untuk
kategori MPV 7 penumpang, atau Chevrolet Captiva untuk kategori SUV
pesaing Fortuner.

Sebagian besar produsen, dari pembicaraan yang saya dengar, menilai
ini akibat fanatisme terhadap merek yang sudah sedemikian mendalam,
alias 'keluguan' masyarakat. Tetapi dari sudut pandang saya, keluguan
adalah satu sisi dari koin, dimana sisi lainnya adalah 'kebodohan'.
Jadi keluguan hanya 'bahasa positif' dari kebodohan. Inilah yang
membuat saya agak sedih, karena saya juga termasuk salah satu di
dalamnya...;-(.

Apa masalahnya ?

Harga jual on-the-road (OTR) di Jawa Rp. 150-180 juta untuk Avanza
model baru menurut saya sangat berlebihan alias over-price (OP). Meski
kalau ditanyakan, alasan utama yang disampaikan biasanya akibat
apresiasi mata uang yen. Padahal produk global Innova diklaim telah
mencapai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 75 persen. Saya tidak
menemukan informasi TKDN AX, tetapi bisa diasumsikan sama atau
mestinya lebih tinggi dari Innova. Sehingga dengan logika sederhana,
apresiasi yen sebesar 30 persen sejak 2005, dimana harga Avanza 1,3G
MT hanya Rp. 115 jt, hanya akan mengakibatkan kenaikan sebesar Rp. 115
jt x 0.25 x 0.30 = Rp. 8,63 jt ! Bila masih ditambah dengan kenaikan
pajak Bea Balik Nama (BBN) serta inflasi tahunan rata-rata 6 persen,
maka total harga saat ini seharusnya tidak lebih dari Rp. 160 jt.
Jadi, apa masalahnya ? Toh, harga Avanza 1,3G MT model terbaru saat
ini 'hanya' Rp. 158 jt dengan peningkatan kualitas interior
disana-sini.

Perhitungan diatas nampak wajar bila memang 'isi' produk wajar.
Peningkatan kualitas interior merupakan kompensasi dari penurunan
harga teknologi pendukung yang semakin turun. Tetapi bila kita lihat
spesifikasi mesin yang dipakai misalnya di AX tipe 1300cc, yaitu seri
K3-VE dengan 2 katup persilinder, akan muncul pertanyaan. Karena tipe
mesin ini adalah teknologi di pertengahan tahun 90'an, yang tidak
hanya kuno tetapi juga (semestinya) telah habis masa lisensi patennya.
Padahal komponen biaya lisensi bisa 40 persen dari harga barang.
Sehingga menjadi tidak wajar bila harga tetap dipatok sebagai harga
mesin 'baru'. Padahal untuk mobil murah mesin menyumbang komponen
harga terbesar bersaing dengan biaya eksterior / interior.

Sebenarnya hal serupa, bahkan lebih parah, terjadi pada kasus sepeda
motor. Karena teknologi sepeda motor (jenis 'sejuta umat' yang banyak
diproduksi di negara-negara ekonomi lemah seperti Indonesia) adalah
teknologi usang. Bahkan ada anekdot, tanpa bermaksud merendahkan
gender tertentu, teknologi sepeda motor seperti nenek-nenek yang
diberi bedak tebal. Artinya teknologi tak beranjak jauh dari sejak
beberapa dekade lalu, dan pembaruan hanya dilakukan di eksterior dan
aksesoris.

Kembali ke kasus AX diatas, selain mesin masih banyak pengurangan spek
yang tidak kasat mata. Sebagai contoh filter AC yang tidak dipasang,
serta yang lebih urgen pengurangan fitur-fitur keselamatan seperti ABS
dan sabuk pengaman. Meski pada model terakhir sabuk pengaman telah
dipasang di semua baris kursi. Dengan menghilangkan filter AC yang
berharga jual lebih kurang Rp. 200 rb di tingkat eceran, setidaknya
produsen AX telah 'menghemat' puluhan milyar rupiah mengingat total
penjualan AX yang telah menembus 500 ribu mobil sejak 2004. Ditambah
dengan pengurangan sabuk pengaman di beberapa titik. Ini bisa menjadi
bonus bagi rekan-rekan kita yang bekerja di TAM, meski harus
mengorbankan paru-paru jutaan pengendara AX !!! Belum lagi ditambah
dengan pengurangan sabuk pengaman yang berpotensi menghilangkan
nyawa...

Saya tidak tahu apakah rekan-rekan sebangsa di TAM menyadari hal-hal
kecil semacam ini atau tidak. Yang menjadi keprihatinan saya adalah
bisa dipastikan TAM tidak memiliki bargaining power apapun karena
penguasaan TAM oleh TMC. Kalau dengan apa yang ada bisa terjual
seperti kacang goreng mengapa harus dilengkapi dengan aneka fitur ?
Padahal fitur-fitur tersebut sangat penting untuk kesehatan dan
keamanan berkendara masyarakat kita ! Sayangnya media, khususnya yang
terkait otomotif, seolah tidak peduli atau kurang peka dengan
fakta-fakta semacam ini.

Perhitungan kasar dan feeling saya (sebagai konsumen dan peminat
otomotif), dengan harga (misal) Avanza 1,3G MT terbaru konsumen harus
mendapatkan fitur keselamatan aktif ABS + EBD, kenyamanan transmisi
otomatis dan tentu filter AC. Artinya standar harga saat ini
over-price sebesar lebih kurang Rp. 15-20 jt atau under-spec dibanding
harga jualnya.

Di Jepang kolaborasi Toyota dan Daihatsu juga sangat erat, terlebih
setelah Daihatsu diakuisisi oleh TMC. Tetapi Daihatsu fokus pada
pengembangan dan produksi mobil kompak dan murah meriah. Tidak heran
bila hampir semua produk Daihatsu memakai 'mesin afkiran' 1-2 dekade
lalu untuk menekan harga. Di Jepang produk Daihatsu dibandrol dengan
perbedaan harga cukup signifikan. Sayangnya saya mendapat kesan kuat
keluguan dan kesetiaan (fanatisme) konsumen Indonesia yang memang
kurang rasional (karena masih di level 'berkembang' alias kurang
cerdas) 'dimanfaatkan dengan baik' oleh produsen tanpa koreksi.
Pebisnis mumpuni pasti memahami bahwa untuk mendapat margin besar
tidak harus menyasar kalangan atas, seringkali justru konsumen kelas
bawah memberikan margin besar. Ini terjadi pada kasus sepeda motor dan
mobil murah meriah. Apalagi bila produk telah menjadi pemimpin pasar
seperti 'Kijang' Innova dan AX.

Dilema konsumen tidak cerdas

Aspek lain yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih di
terbelakang adalah kecenderungan fanatisme berlebihan. Fenomena ini
juga bisa dilihat dari masih maraknya fanatisme kesukuan, agama dan
sejenisnya. Semakin maju dan berpendidikan sebuah bangsa fenomena ini
akan semakin luntur.

Untuk kasus mobil, fenomena ini kentara saat Innova dan AX baru
diluncurkan dengan beragam kelemahan teknis yang sangat fatal bila
terjadi di negara-negara maju. Untuk kasus Innova, 'kesalahan'
pengaturan mesin sehingga Innova produksi sebelum 2007 sangat boros,
bahkan melebihi Kijang kapsul generasi terakhir sebelumnya. Untuk AX,
pengaturan mesin yang sembrono sehingga cenderung menghentak-hentak
pada putaran mesin rendah serta konfigurasi suspensi yang tidak matang
sehingga mobil terasa ajrut-ajrutan khususnya untuk penumpang
belakang. Di negara maju, cacat-cacat (meski tidak pernah dilansir
resmi sebagai cacat) semacam ini sudah pasti akan menghancurkan
penjualan di tahun-tahun berikutnya, bahkan bisa dipastikan model
tersebut akan dihentikan produksinya. Tetapi apa yang terjadi di
Indonesia ? Konsumen seolah tidak peduli... Akibatnya perbaikan baru
dilakukan oleh TAM 2 tahun setelah rilis perdana, yaitu pada tahun
2007 untuk Innova dan 2006 untuk AX dengan model VVTi.

Setelah saya amati benar, ternyata pengembang AX di Indonesia serta
Innova di regional (IMV = Innovative International Multi-purpose
Vehicle Asia Pasifik yang meliputi Innova - Fortuner - Hilux)
sepertinya memang kurang matang. Terburu-buru untuk antisipasi
penurunan penjualan produk TMC akibat apresiasi yen terhadap dolar AS
yang semakin menggila.

Ini menyebabkan saya, sebagai konsumen, merasa terhina dengan
perlakuan tersebut. Kalau untuk negara-negara maju produk dikembangkan
dengan riset sangat mendalam, termasuk uji tabrak komprehensif dan
sebagainya. Dilain pihak, untuk negara-negara berkembang seperti
Indonesia cukup diberi barang afkiran, yang penting tampak luar masih
oke. Seolah harga manusia Indonesia lebih rendah daripada yang lain...
Tidak usah heran bila dilain pihak SUV Rush - Terios tidak mengalami
era 'cacat produk', karena model tersebut sebenarnya sudah diproduksi
di Jepang. Jadi berbeda dengan produk regional IMV (Innova - Fortuner
- Hilux), dan apalagi produk lokal AX.

Instropeksi diri

Tentu saja realitas penghinaan oleh produsen asing yang kebetulan
produknya merajai tidak sepenuhnya kesalahan mereka. Semua bermula
dari diri kita sendiri yang kurang menghargai bangsa sendiri. Sebagai
contoh, Indonesia mengadopsi standar emisi Euro-2 baru pada tahun
2007, dan saat ini baru akan masuk ke Euro-4. Padahal negara-negara
ASEAN maju (Thailand, Singapura) telah mengimplementasikannya beberapa
tahun sebelumnya. Belum lagi kalau berbicara masalah fitur keselamatan
seperti sabuk pengaman, sistem pengereman ABS + EBD dan lain-lain yang
sepertinya belum diwajibkan. Menurut rekan-rekan di Kementerian
Perindustrian, rancangan regulasi tersebut mendapat resistensi dari
produsen. Alasan yang menurut saya tidak masuk akal, buktinya saat ini
semua produk baru sudah dilengkapi sabuk pengaman di semua kursi.
Menurut saya produsen memang sengaja mengurangi spek sebisa mungkin,
terlebih di tengah kesadaran konsumen yang masih sangat rendah. Semua
ini demi tambahan margin puluhan milyar (untuk kasus AX) meski
berpotensi mengorbankan konsumen. Artinya regulasi di Indonesia
sedemikian longgar sehingga para produsen (khususnya asing) tidak
dipaksa untuk lebih menghargai keselamatan dan kesehatan pengguna
produknya.

Tetapi, yang menjadi poin utama di artikel ini adalah :

Dalam situasi dimana konsumen tidak memiliki banyak pilihan, seperti
di era sebelum tahun 2010, praktek bisnis semacam ini harus dikritisi
sebagai tindakan tidak etis. Apalagi saat itu kesadaran, teknologi dan
pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan sebenarnya sudah
dipahami dan diimplementasikan oleh produsen yang sama di banyak
negara.
Karenanya pemerintah sebagai regulator harus proaktif memberikan
perlindungan kepada masyarakat melalui berbagai regulasi untuk memaksa
produsen 'menghargai' konsumen produknya.
Konsumen harus lebih dan semakin cerdas dalam memilih produk sesuai
dengan harga yang dibayarkan. Bila ini menjadi gerakan mayoritas
dengan sendirinya produsen akan dipaksa untuk lebih menghargai
konsumennya. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan menghargai diri
kita sendiri ?
Saya secara personal berharap rekan-rekan yang bekerja di TAM memiliki
sedikit idealisme untuk memaksa mitra / bos pemilik saham agar mau
memberikan yang terbaik bagi masyarakat pengguna produknya.
Mohon tidak disalahpahami bahwa saya tidak menyukai modal asing. Modal
asing sangat penting untuk mengakselerasi kemajuan ekonomi dan
meningkatkan derajat kehidupan bangsa. Tetapi ini hanya akan terjadi
bila kita sebagai pemilik bangsa mampu mengelola dan mengaturnya
dengan cerdas ! Untuk aspek ini kita harus legawa mencontoh Malaysia
di era Mahathir...

Saya juga bukan sentimen ke Toyota. Untuk harga mobil Honda yang
tinggi lebih disebabkan oleh apresiasi nilai yen karena TKDN yang
rendah, dan kebetulan Honda Motor Co di Jepang tidak dalam kondisi
yang fit untuk meredam kenaikan harga produk jualnya akibat nilai
tukar yang membubung. Ditambah produksi Honda yang sebagian besar
masih dilakukan di Jepang, berlawanan dengan Nissan yang sebagian
besar sudah tersebar di berbagai negara. Isu ini sangat relevan untuk
TMC / TAM karena klaim TKDN mereka sudah tinggi dengan basis produksi
di Indonesia. Maksud saya, dengan TKDN tinggi, basis produksi lokal
serta penguasaan pasar dominan sudah seharusnya mereka mampu
memberikan harga yang lebih kompetitif atau spesifikasi yang lebih
bagus bila margin yang diambil proporsional. Khususnya bila
dibandingkan dengan produk-produk global dari negara tetangga seperti
mobil-mobil Nissan atau Chevrolet.

Terkait dengan penelitian, mungkin rekan-rekan di Pusat Penelitian
Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi LIPI atau Pusat Penelitian
Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI bersama-sama dengan Badan
Standarisasi Nasional bisa menjadi pelindung dengan melengkapi standar
yang ada mengikuti perkembangan teknologi. Dilain pihak kajian
sosio-ekonomi atas implementasi beragam teknologi terkait yang telah
mapan bisa dilakukan oleh Pusat Penelitian Ekonomi LIPI.

Secara pribadi saya berharap ke depan makin banyak produk global
(dengan mutu dan standar global) yang bisa menjadi pilihan konsumen
Indonesia, tentu dengan TKDN tinggi sehingga kontribusi ke ekonomi
lokal cukup signifikan dan harganya terjangkau. Bukan sekedar produk
produsen global yang dikembangkan lokal dengan pemangkasan spesifikasi
dan riset dangkal. Contohnya mungkin seperti Nissan March untuk
kategori mobil serbaguna kompak, Chevrolet Captiva untuk SUV,
Chevrolet PV7 (akan dilansir) untuk kategori mobil serbaguna medium
dan lain-lain.

Mohon maaf, saya bukan menghina bangsa sendiri. Karena saya termasuk
pembeli Avanza model lawas pada akhir 2005 yang sepertinya sudah masuk
siklus akhir pemakaian. Sehingga saya bisa digolongkan konsumen tidak
cerdas tersebut...;-(.

Januar Kurniawan

unread,
Sep 22, 2012, 11:55:35 PM9/22/12
to elin...@googlegroups.com
Nice info gan,

Trs gmn dong pindah ke fiesta sama livina kah?
Hehehe

Regards,

Januar kurniawan
> --
> [MILIS ELINS]_______________________________________________________
> Post to this group, send to elin...@googlegroups.com
> Unsubscribe from this group, send to elins-ugm-...@googlegroups.com
> More options, visit to http://groups.google.com/group/elins-ugm
> ___________________________________________________________________

Taufiq Ismail

unread,
Dec 20, 2012, 2:55:15 AM12/20/12
to elin...@googlegroups.com
hahaha.. setuju banget..
 
misal, honda generaasi C, dari honda pispot C-50 sampe astrea supra 100cc itu masih satu generasi.. teknologi mesinnya sama.. :))
honda tiger? itu juga sama sama GL koq.. :))
 
yang bikin kesel lagi, biasanya produk sejuta umat mah ganti stripping doank, naik harganya.. padahal ya sama bae.. :))
 
ya nasib deh.. :-p
*gowes pit onta*
2012/9/23 Januar Kurniawan <jan...@gmail.com>



--
T n R

Taufiq Ismail

Facebook: http://www.facebook.com/tupic
Twitter: http://www.twitter.com/tupicz
Blog: http://www.cahmbuh.com

aan wijayanto

unread,
Dec 20, 2012, 3:06:54 AM12/20/12
to elin...@googlegroups.com
Honda pispot c-50, itu pispot dikasih roda ya pik :))

2012/12/20 Taufiq Ismail <taufiqi...@gmail.com>

rido zaen

unread,
Dec 20, 2012, 3:14:02 AM12/20/12
to elin...@googlegroups.com
WC dikasih roda sadis

2012/12/20 aan wijayanto <aan.wi...@gmail.com>



--
ridozaen...

Ardian Jaya

unread,
Dec 22, 2012, 3:16:35 AM12/22/12
to elin...@googlegroups.com
Pake sepeda aja gan, teknologinya bisa dipilih, trus pasang :D


2012/12/20 rido zaen <rido...@gmail.com>



--
아제

FX Tyas Prasaja

unread,
Dec 25, 2012, 6:46:29 PM12/25/12
to elin...@googlegroups.com
Kalau rakit sendirinya jatuhnya over-priced ga Je?


Dari: Ardian Jaya <ardia...@gmail.com>
Kepada: elin...@googlegroups.com
Dikirim: Sabtu, 22 Desember 2012 15:16
Judul: Re: [milis-elins] Produk asing kategori sejuta umat : over-price atau under-spec ?!

Ardian Jaya

unread,
Dec 25, 2012, 9:04:13 PM12/25/12
to elin...@googlegroups.com
kalo pegawe bi nda lah :D



2012/12/26 FX Tyas Prasaja <fxtyas...@yahoo.co.id>



--
아제
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages