Berhenti Merokok Atau
Mengatur Peredaran Rokok.
Saat ini di Indonesia
diperkirakan terjadi sekitar 400.000 kematian setiap tahun yang diakibatkan
oleh penyakit yang berkaitan
dengan rokok.
Dan 25.000 di antaranya
terjadi pada mereka yang tak merokok sama sekali (perokok
pasif).
Diperkirakan sekitar 70
persen kaum pria dewasa di Indonesia adalah perokok. Merokok telah
menjadi gaya hidup dan telah
menjadi candu.
Geoff Thompson wartawan
televisi ABC dari Australia maupun Christofer Putzel lewat filmnya
Sex, Lies and Cigarettes
(2011) yakni tentang kebiasaan merokok di Indonesia mendokumentasikan
dampak menyedihkan kebiasaan
merokok.
Diantaranya adalah banyaknya
kasus gangguan pernapasan kronis dan kanker paru di kalangan
perokok aktif maupun perokok
pasif di Indonesia. Indonesia tak dapat disangkal menjadi 'surga'
bagi perokok dan industri
rokok. Di Indonesia, iklan dan promosi rokok amat leluasa dan masif.
Masyarakat dan pemerintah
sangat permisif terhadap para perokok.
Walau di sejumlah daerah
merokok di tempat-tempat umum dilarang oleh peraturan daerah,
namun kenyataannya peraturan
tersebut tidak efektif.
Seharusnya para perokok
menghargai hak hidup mereka yang bukan perokok.
Ketika hampir semua negara
bersepakat mengendalikan dampak buruk tembakau, Indonesia justru
masih ragu-ragu. Tarik ulur
kepentingan ekonomi atas nama petani tembakau, buruh pabrik rokok
mengorbankan hak hidup sehat
masyarakat.
Pengalaman sejumlah negara
menunjukkan penandatanganan dan ratifikasi Konvensi Kerangka
Kerja Pengendalian tembakau
(FCTC) tidak membuat petani dan industri rokok tutup.
Industri tembakau di China,
Jepang dan India tetap bertahan meski ada aturan ketat untuk
mengendalikan peredaran
rokok.
Karena sifat adiksi rokok
tak membuat perokok seketika berhenti merokok walau ada aturan
ketat.
Kenyataan bahwa
aturan
pengendalian tembakau bukan untuk melarang orang merokok melainkan
mengatur, membatasi agar
dampak buruk rokok tak mengenai mereka yang tidak merokok.
Serta mencegah bertambahnya
jumlah perokok remaja dan perempuan.
Sesungguhnya manusia dalam
kerugian. Di bulan Ramadhan, demi kasih sayang hendaknya kita
saling nasihat menasihati
untuk dapat menghargai hak hidup sehat rakyat. -[lm- 10/12]
[Dari berbagai
sumber]
---------------------------------------------------------------------------------
l.meilany
250712/05ramadhan1433h