Artikel Sejarah Islam - Kerajaan Mataram

883 views
Skip to first unread message

Iki Darno

unread,
Jul 1, 2010, 11:05:53 AM7/1/10
to UMB Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Kontribusi : Iki Darno (Kelas H)

Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. pusat kerajaan ini terletak
di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja yang
pernah memerintah di Kerajaan mataram yaitu penembahan senapati (1584
– 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677). dalam sejarah islam,
Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan
secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (indonesia). Hal ini
terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan
mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para
pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di
jawa.

Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas
jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan
Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan.
Selanjutnya, oleh ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat
permukiman baru dan persawahan. Akan tetapi, kehadirannya di daerah
ini dan usaha pembangunannya mendapat berbagai jenis tanggapan dari
para penguasa setempat. Misalnya, Ki Ageng Giring yang berasal dari
wangsa Kajoran secara terang-terangan menentang kehadirannya. Begitu
pula ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir. Namun masih ada yang
menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng Karanglo.
Meskipun demikian, tanggapan dan sambutan yang beraneka itu tidak
mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan
daerah itu. ia membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan
strategi untuk menundukkan para penguasa yang menentang kehadirannya.

Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Ia digantikan oleh
putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Di
samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita
membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara
mataram dengan pajang pun memburuk. Hubungan yang tegang antara
sutawijaya dan kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan.
Dalam peperangan ini, kesultanan pajang mengalami kekalahan. Setelah
penguasa pajak yakni hadiwijaya meninggal dunia (1587), Sutawijaya
mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan
Senapati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan memindahkan
senapati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah
kekuasaanya, penembahan senapati melancarkan serangan-serangan ke
daerah sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki
Ageng Giring.

Pada tahun 1590, penembahan senapati atau biasa disebut dengan
senapati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya.
Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya
dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.

Sebagai raja islam yang baru, panembahan senapati melaksanakan
penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram
harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau
melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa
cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa
yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang
setelah mimpi dan pertemuan senapati dengan penguasa laut selatan, Nyi
Roro Kidul, ketika ia bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di
Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak ia akan
menguasai seluruh tanah jawa.

Sistem pemerintahan yang dianut kerajaan mataram islam adalah sistem
Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak adaa pada diri
sulta. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat
keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan
kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali
seminggu di alun-alun istana.

Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang
merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula
panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau
Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan senapati terus-
menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia
meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang
atau Penembahan Seda ing Krapyak (1601 – 1613).
Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas
jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada
masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang
perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.

Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia
mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung
Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan
pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia
mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan
Senapati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja
pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”.
Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau
“Sunan”.

Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah
sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung
Hanyakrakusuma Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman.

Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa,
kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik
dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang
mengincar pulau Jawa.

Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan,
lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih
difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk
menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun
1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentarasurabaya ,
pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep.

Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan
kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem
menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan.
Selanjutnya mataram berhadapan langsung denganSurabaya. Untuk
menghadapi surabaya , mataram melakukan strategi mengepung, yaitu
lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana
(1622) dan Madura (1624). Akhirnya,Surabaya dapat dikuasai pada tahun
1625.

Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang
sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa
kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia
ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut
menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang
masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram
mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumengggung Baureksa dan
Tumenggung Sura Agul-agul, untuk menggempurbatavia.

Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan belanda, serangan ini gagal,
bahkan tumengggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan
matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan
persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukanSultan Agung
kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng
Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya.

Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp.
Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan
pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya,
serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan
pada tahun 1639.

Di luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai
penguasa yang besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah
jawa. Ia adalah pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak
memperoleh simpati dari kalangan ulama. Secara teratur, ia pergi ke
masjid, dan para pembesar diharuskan mengikutinya. Untuk memperkuat
suasana keagamaan, tradisi khitan, memendekkan rambut bagi pria, dan
mengenakan tutup kepala berwarna putih, dinyatakan sebagai syariat
yang harus ditaati.

Bagi sultan Agung, kerajaan mataram adalah kerajaan islam yang
mengemban amanat Tuhan di tanah jawa. Oleh sebab itu, struktur serta
jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi
kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya
pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari
tatanan istana.

Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal
yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun kita serat Nitipraja
digubahnya pada tahun 1641 M. Serat sastra Gendhing berisi tetang budi
pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja berisi tata
aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi
harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para
pujangga kraton untuk menulis sejarah babad tanah jawi.

Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa
pengaruh luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi
pesantren islam dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun.
Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, masyarakat
kejawen mengguna-kan tahun Caka atau saka.

Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan
berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram.
Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah,
berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun jawa ini
tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan perhitungan tahun
sangat penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan itu
merupakan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses
pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak
berdirinya kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem penanggalan ala
sultan Agung ini masih banyak digunakan.

Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan non-militer memang telah
dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan Senapati menyempurnakan
bentuk wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senapati, mas
jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah
negeri demak, serta menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil
(1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit
yang bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah Serat
Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.

Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan peraturan yang
bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra
mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya
menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.

Sultan agung meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak
Bukit Imogiri, Bantul Yogyakarta. Selanjutnya, mataram diperintah oleh
putranya, Sunan Tegalwangi, dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677).
Dalam masa pemerintahan Amangkurat I, kerajaan mataram mulai mundur.
Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angusr menyempit karena direbut
oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun 1675, Rade
Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak
terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram
yang waktu itu teletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi,
dan akhirnya meninggal di Tegal.

Sepeninggal Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang
menurunkan Dinasti Paku Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di
Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk memadamkan
pemberontakan Trunajaya.

Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram
semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram
dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta.
Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya
Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda,
keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden.

Saat ini, keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih
melanjutkan dinasti masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan
mataram tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan
diakui masyarakat.

Sumber : Milis Sebelah
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages