Si Buah Hati
Siapa yang tak cinta dengan anak ?, Demi
mereka, kita sebagai orang tua siap melakukan apa saja untuk kebahagiaan dan
kegembiraan si buah hati. Anak adalah pelipur lara dikala galau dan sedih.
Sepenat apapun diri kita, apabila melihat sikecil maka akan hilang semua
kepenatan yang ada pada raga ini. Namun sebaliknya, jika permata hati sedang
mengalami gangguan kesehatan, aduuh hati ini menjadi sedih dan pilu melihatnya,
bahkan kalau bisa biarlah kita yang merasakan derita itu asalkan buah hati kita
sembuh. Itulah besarnya perhatian dan kasih sayang untuk anak-anak kita.
Senakal dan sebandel apapun mereka tetap saja tak mengurangi kasih sayang kita
kepada mereka. Mereka adalah mahluk kecil yang seringkali mencuri sebagian
besar perhatian kita.
Setiap kita sebagai orang tua tentulah mempunyai
obsesi dan harapan untuk anak di masa depan. Karakter serta sifat anak biasanya
tak jauh dari kreatifitas, kemampuan serta kebiasaan kedua orang tuanya. Buah
jatuh tak jauh dari pohonnya, atau Like Father Like Son .
Ada anak umur lima tahun lihai memainkan drum, pasti orang tuanya seorang
drummer. Ada juga yang pandai olah vocal, ya sudah dapat dipastikan orang
tuanya seorang penyanyi. Atau ada juga yang masih ingusan sudah pandai main
sulap, sudah diduga karena ayahnya seorang pesulap. Dari berbagai aktifitas
serta keahlian anak yang diturunkan dari oprang tuanya, ada satu bapak yang
menarik perhatian saya. Bapak ini mempunyai tiga orang anak laki-laki yang
masih kecil-kecil. yang menjadi perhatian saya adalah, setiap waktu sholat
subuh tiba, ketiga anaknya selalu dibawa ke masjid. Dan ini bukan sekali atau
dua kali, tapi setiap hari. Sampai ada orang lain iba melihat anak-anak yang
masih ngantuk sudah harus bangun pagi dan pergi ke masjid. Namun bapak ini
memang mempunyai alasan dan pendirian yang luar biasa. “Saya hanya
ingin memperkenalkan kepada anak saya sedini mungkin tentang kewajiban manusia
kepada tuhannya. Dan jika sudah besar nanti mereka sudah terbiasa dan mudah
untuk menjalani kebiasaan yang baik ini. Biarlah orang lain menilai apapun terhadap
diri saya, tapi yang terpenting adalah penilaian Allah terhadap diri saya. Saya
bangga mengorbankan anak saya untuk agama, sebagaimana orang lain senang
mengorbankan anaknya untuk dunia.” Begitulah penjelasan bapak ini.
Menanamkan akidah
yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak.
Rasulullah saw. bersabda:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR
al-Bukhari).
Memang memperkenalkan agama sedini mungkin kepada anak adalah pekerjaan
yang memerlukan contoh dan suri tauladan. Tentu saja, anak
akan lebih mudah memahami dan mengamalkan agama jika dia melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua
adalah guru dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan.
Karenanya, orangtua dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam
memelihara ketaatan serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya
Allah, dengan begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela.
Lihatlah contoh
dari seorang sahabat wanita dijaman Rasulullah saw. Yang bernama Al Khanza binti Amru.
Khanza seorang ibu yang begitu taat kepada Allah dan Rasulnya. Dia memiliki
empat orang anak, laki-laki yang gagah berani hasil didikannya dimasa kecil.
Saat kaum muslimin menghadapi peperangan di Al-Qadisiyyah.
Sahabiah Khanza mengirimkan putranya yang pertama dalam peperangan tersebut,
dan beberapa hari kemudian dia mendapat kabar dari utusan pasukan muslimin
bahwa anaknya yang pertama syahid di medan pertempuran, Tapi tak ada setetes
air matapun yang membasahi pipi dari ibunda Khanza, malah dia memanggil
putranya yang kedua untuk pergi bersama utusan kaum muslimin turun kemedan
perang. Tak lama utusan itupun datang memberi kabar, bahwa putra keduanya pun
syahid. Lagi-lagi Khanza pun tak menampakkan kesedihan yang mendalam atas
gugurnya anaknya yang kedua. Maka dipanggil putranya yang ketiga dengan
perintah yang sama, untuk membantu kaum muslimin di medan peperangan. Nasib
yang sama pun menimpa anaknya yang ketiga yaitu mati syahid. Dan dengan suara
sedigit gemetar dia panggil putranya yang ke empat . “ Nak bantu
perjuangan kakak-kakak mu, lanjutkan perjuangannya, dan semoga engkau mendapat kemuliaan
di sisi Allah.” Nasihat khanza menyemangati untuk putranya yang
terakhir. Subhanallah putra keempatnya pun mati di medan pertempuran. Dan
menangislah khanza dihadapan Allah Ajawajala, membuat utusan kaum muslimin ini
bingung. “ Wahai Khanza ketika anakmu yang pertama syahid engkau tak
meneteskan airmata, begitupun anak yang kedua dan yang ketiga engkau tak
menangis, namun ketika putramu yang keempat gugur, barulah engkau menangis.
Apakah anak yang keempat ini sangat istimewa bagimu.” Kata utusan kaum muslimin.
“ Bagiku anak yang pertama, kedua dan seterusnya semuanya istimewa dalam
kehidupanku. Yang aku tangisi bukan kematian mereka tetapi yang kutangisi
adalah saya tak memiliki anak lagi yang bisa aku berikan untuk Allah dan
Rasul-Nya demi membela agama ini. Dan kematian putra-putraku telah
memuliakanku, dan aku berharap kepada Rabbku semoga Dia mengumpulkan diriku
bersama mereka di dalam kediaman yang penuh dengan RahmatNya.(surga) ”
Jawab Khanza (Disebutkan dalam Thabaqat Asy-Syafi’i (1/260), Al-Ishabah
(7/6/4),
Semoga dengan kisah diatas kita sebagai orang tua, mulai
berbenah dan menata kembali untuk kehidupan masa depan anak-anak kita. Tidak
ada salahnya mendidik mereka menjadi orang yang pintar dan memiliki keahlihan
untuk dunia. Tetapi alangkah lebih baik jika pintar ilmu dunia dibarengi juga
pintar dan ahli dalam ilmu agama. Berapa banyak kita sebagai orang tua, begitu
risau dan sedih jika hasil ulangan matematika atau bahasa inggris anak kita
dibawah nilai lima. Maka akan kita panggilkan guru private untuk mereka. Tapi
sedikit sekali orang tua yang risau dan sedih jika anaknya tidak sholat atau
tak bisa membaca Al-Qur’an. Bahkan untuk mengisi waktu luang, mereka kita
kursuskan musik, teater, drama atau menari yang tak satupun ada kaitannya
dengan agama. Dunia sudah penuh dengan orang yang pintar dan kreatifitas
tinggi. Jika satu doctor mati maka seribu doctor sudah mengantri sebagai
penggantinya, begitupun selebritis, politikus, teknokrat atau pengusaha sudah
banyak. Penggantinya. Namun sangat sedikit orang yang aliim dan berakhlaq
mulia serta paham ilmu agama sebagai pengganti Ulama dijaman.yang sudah semakin
maju ini. Saya baru menyadari kenapa Bapak yang memiliki tiga orang anak
laki-laki yang masih kecil, rajin membawa anaknya kemasjid diwaktu subuh. Kini
setelah anaknya yang pertama berusia 13 tahun, dan yang kedua 10 tahun, ada
atau tidak ada orang tuanya sudah terbiasa sholat lima waktu datang kemasjid.
Subhanallah.
Tidak ada kata terlambat dalam hidup ini, mari kita
ciptakan generasi muda yang berwawasan dunia dan akhirat.yang dimulai dari
keluarga kita sendiri.
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian
bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang ‘Amir (penguasa)
adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga
pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin
dan kamu sekalian akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang
dipimpinnya.”
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim (no.
1829), dan Ahmad (II/5, 54-55, 111), dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma]
Semoga dengan tulisan ini dapat mengingatkan kepada diri saya dan
setiap orang tua, bahwasanya anak adalah titipan yang harus dijaga. Dan
“titipan” itu juga harus dikelola sebaik mungkin agar kelak
menjadi “aset” yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Maka tidakkah setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang
shalih agar kelak dapat mendo’akannya ketika tidak ada lagi satupun
“simpanan” yang dimilikinya.
Artinya: “Apabila manusia telah meninggal, maka terputuslah
amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shalih yang mendo’akan kebaikan baginya.”
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Ahmad (II/372), Bukhari
dalam Al-Adabul Mufrad (no. 38), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasa’i
(VI/251), Tirmidzi (no. 1376), dan Al-Baihaqi (VI/278) dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Barakallahu Fiikum
Harinya
Aburijal
Hari Limbarseno
TOWER
Senayan City, Jl.Asia Afrika lot.19
Jakarta 10270.
Tel. 62. 021. 279 35444
Ext. 4284
Ha...@sctv.co.id