Kebahagian dan kemuliaan sesungguhnya
oleh Harinya Aburijal pada 28 Februari 2012 pukul 12:10
Teringat ketika masih kecil, saat duduk di kelas bangku SD. Pak guru atau Ibu guru menanyakan. " Anak-anak apa cita-cita kalian ?" Maka dengan serempak kita menjawab. "Jadi dokter, ada juga yang menjawab ." jadi pilot." atau "jadi president" dan masih banyak profesi lainnya. Kenapa kita katakan cita-cita kita menjadi pilot, dokter, presiden dan yang lainnya. Ya kerena paradigma dan pemahaman orang tua atau diri kita sendiri. Bahwa kalau jadi pilot, dokter, pengusaha atau insinyur maka akan kerja enak dibelakang kursi yang empuk dengan gaji yang besar, dengan demikian hidup akan bahagia dan mulia. Kita begitu yakin kalau, harta, kedudukan dan jabatan akan dapat mendatangkan kebahagiaan dan kemuliaan. kalau memang itu semua dapat mendatangkan dan menciptakan kebahagiaan dan kemuliaan, maka sangat beruntung bagi orang yang kaya lagi memiliki kedudukan, namun sebaliknya sungguh menderitanya bagi orang yang miskin dan tak memiliki kedudukan.
Sejarah telah mencatat, ternyata harta dan jabatan tak selalu mendatangkan kebahagiaan dan kemuliaan. Banyak contoh yang kita lihat dalam kehidupan ini, salah satunya adalah pengusaha kaya dari barat ( maaf saya tak mencantumkan nama beliau) Ketika mendapat undangan kehormatan untuk makan malam bersama kepala negara di negeri tersebut. Dia mulai berpikir, pakaian apa yang pantas untuk dikenakan dalam undangan kehormatan tersebut. Sudah ber jam-jam bergonta-ganti pakaian namun tidak ada satupun yang dirasakannya pas dan cocok. Padahal semua koleksi kemeja dan jas mahal dari lemari yang dimilikinya sudah dikeluarkan semua. Sampai waktu yang telah ditetapkan dalam undangan tersebut, dia belum juga menemukan dan mendapatkan kemeja dan jas yang sesuai. Akhirnya dia pun kehilangan kesabaran dan mengalami depresi . Dia keluar dari rumahnya dengan menaiki sepeda tanpa mengenakan pakaian sehelai pun.
Kisah berikutnya adalah Vokalis dan pencipta lagu dari kelompok musik Nirvana. Untuk kalangan anak muda era 90 an siapa yang tak kenal Kurt Cobain. adalah penyanyi, penulis lagu dan gitaris dalam band grunge dari Seattle, Nirvana. Dengan memiliki penggemar yang luar biasa sukses. Cobain menjadi selebriti nasional dan internasional, suatu posisi yang menjadi impian setiap kelompok band. Namun sayang di tengah kejayaanya, saat uang dan image sudah di dapat, dia tak merasakan kebahagiaan dan kemuliaan dalam hidupnya. Dan sebagai jawaban atas itu semua dia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Dan masih banyak kisah lainnya, kalau dituliskan tentulah cukup memakan waktu.
Siapa yang tak ingin punya uang banyak dan mempunyai kedudukan yang baik dalam posisi sosial bermasyarakat. Namun apalah artinya, jika tak mampu menghadirkan kebahagian dan kemuliaan. Karena pada dasarnya kebahagian dan kemuliaan itu terletak pada pengamalan agama secara sempurna. Sejauh mana kita dapat mengamalkan agama dengan sempurna sejauh itu pula kebahagiaan dan kemuliaan kita dapat. Dengan kata lain, jadilah kita manusia yang bertaqwa. Maka, memang sudah seharusnya, orang mukmin merindukan status taqwa. Sebab, status taqwa adalah posisi yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia.
Allah sudah memberitahukan kepada kita semua.
“Yang paling mulia diantara kamu adalah orang yang taqwa.” (QS 49:13).
fir'aun, haman, dan korun. Apa yang tidak mereka miliki ? Istana, uang berlimpah, kedudukan dan tahta yang tinggi, serta istri yang cantik. Namun karena mereka orang-orang yang tidak taat (taqwa) maka mereka termasuk orang-orang yang dilaknat Allah swt.
Islam bukanlah agama yang mengharamkan untuk kaya dan berkedududkan di dunia, sebagaimana diajarkan sejumlah agama lain. Islam bukan agama ekstrim yang melarang manusia menikmati dunia. Tapi, Islam juga tidak memerintahkan umatnya untuk melampiaskan cinta dunia semaunya sendiri. Islam memerintahkan umatnya untuk bertindak adil, mengendalikan diri dalam kecintaan terhadap dunia , sesuai dengan aturan Allah SWT. Atau dengan kata yang mudah dipahami, silahkan kita mencari harta dan kedudukan dunia setinggi mungkin asal kita tetap taat dan taqwa kepada Allah swt. Lihatlah sahabat Abu bakar Ibn Khatab, Utsman Bin Affan, Abdurrahman Bin Auf dan masih banyak pengusaha kaya islam lainnya, mereka memiliki harta yang berlimpah namun hartanya tak memalingkan dirinya dari ketaatannya kepada Allah, justru hartanya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Disisi lain, Bilal bin Rabbah, Abu Hurairah, Sa'ad Bin Abi Waqos dan Abu Dzar Al Ghifari adalah sahabat Rasululullah yang miskin. Tapi lihatlah dengan kemiskinannya hidupnya penuh dengan kemuliaan dan kebahagiaan. Serta dengan kemiskinannya mereka mampu memberikan yang terbaik untuk Allah dan agama islam dalam hidupnya.
Jadi, taqwa adalah suatu kondisi pikiran dan jiwa orang mukmin yang merasakan kehadiran Allah SWT di mana saja dia berada. Dia ridho dengan segala kondisi yang merupakan anugerah Allah. Dia takut untuk bermaksiat kepada Allah. Tapi sekaligus dia juga cinta dan penuh harap – tidak putus asa – dari rahmat Allah. Takwa itu indah. Taqwa itu nikmat. Dan taqwa itu suatu kebahagiaan. Karena itulah, kita diperintahkan untuk berjuang keras mencapai derajat yang mulia tersebut. Manusia yang bertaqwa pasti manusia yang bahagia. Hidupnya jauh dari perasaan takut, resah, dan sedih. Tatkala kenikmatan dikucurkan kepadanya, dia bersyukur; dia tidak lupa diri; tidak gembira yang berlebihan. Tatkala musibah melanda, dia sabar; dia yakin, bahwa tidak ada sesuatu pun terjadi tanpa izin dan ketentuan Allah SWT.
Mari kita raih kebahagiaan dan kemuliaan melalui apa yang sudah ditetapkan oleh Allah melalui contoh Rasulullah saw. yaitu menjalankan agama ini dengan sebaik mungkin.Ya! Semoga kita semua termasuk orang-orang yang terus berusaha dan berusaha serta tidak berputus asa untuk menjadi orang yang taqwa, sehingga kita mampu mendaki ke puncak tangga “bahagia” – di dunia dan akhirat.
Wallahu 'alam Bishowab.
Harinya Aburijal.
Hari Limbarseno
TOWER
Senayan City, Jl.Asia Afrika lot.19
Jakarta 10270.
Tel. 62. 021. 279 35444
Ext. 4284