Salam,
mungkin sedkit menyumbang saran...
menurut ayah saya yang berasal dari Tayan, Kalbar...
FAN NYIN berasal dari kata FAN yang mungkin bisa diartikan terbalik.
Kemungkinan Itu didapat dari pola kalimat di bahasa Hakka dengan bahasa Melayu yang kadang2 susunannya terbalik (MD, DM). Benar salahnya saya tidak terlalu tahu karena saya bukan akademisi dibidang bahasa.
Terima kasih untuk bagi-bagi ilmunya pak Asali.
Salam
Yulianto
encoding: Big5
Fan µf artinya asing.
Hakka: fan ngin => Putonghua: fan ren µf¤H
Minnan/Hokkian: huan na => Putonghua: fan zi µf¤l
Masalah "setengah manusia"
Hakka: "fan" menjadi "pan" (putonghua: ban ¥b) hanyalah degradasi
intonasi yang menimbulkan prasangka negatif.
Contoh penggunaan Fan µf lainnya:
- tomat µfX putonghua: fanqie, hakka: fankhew, minnan: huankio
- cabai µf´Ô putonghua: fanjiao, hakka: fanjiao, minnan: huanjio
Rekan Rinto pernah memberikan penjelasan yang lebih lengkap beberapa
tahun yang lalu, kalau rajin bisa dicari di arsip milis melalui web di
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua
Liang U qianbei juga pernah mengklarifikasi mengenai huan na / fanzi
yang bermakna netral.
Jadi fan ngin sebenarnya juga adalah bahasa normal. Kalau "fan kui"
nah itu baru merendahkan karena manusia dibilang "kui" alias hantu/setan.
Hormat saya,
Yongde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "yulianto qin"
<yulibean97@...> wrote:
>
> Salam,
> mungkin sedkit menyumbang saran...
> menurut ayah saya yang berasal dari Tayan, Kalbar...
> FAN NYIN berasal dari kata FAN yang mungkin bisa diartikan terbalik.
> Kemungkinan Itu didapat dari pola kalimat di bahasa Hakka dengan bahasa
> Melayu yang kadang2 susunannya terbalik (MD, DM). Benar salahnya
saya tidak
> terlalu tahu karena saya bukan akademisi dibidang bahasa.
> Terima kasih untuk bagi-bagi ilmunya pak Asali.
>
> Salam
> Yulianto
>
> 2008/5/26 muhlis volcano <gannet_77@...>:
Istilah Fannyin,
Istilah ini pernah dibicarakan dalam milis ini hanya
dalam dialek Hokkian, Fannyin dalam dialek Hokkian
adalah Huan'a. Huan jadi Fan, akhiran a menunjukkan
kata benda , di sini orang ya jadi nyin.
Mungkin yang tidak mengikuti dapat membuka kembali
file dalam milis ini tentang Huan'a itu, yang sama
sekali tidak mengandung arti penghinaan. Jadi istilah
Fannyin juga tak ada unsur penghinaan. Kalau di lihat
huruf Tionghoanya nyin adalah ren atau orang, orang
Tiongkok menamakan dirinya Zhongguo-ren, atau orng
Tiongkok, menyebut orang Tionghoa yang sudah tak
berada di Tiongkok sebagai hua-ren atau orang
Tionghoa, menyebut orang dari luar negeri Yang-ren,
yang berarti dari seberang lautan, yang adalah lautan,
karena orang luar negeri itu banyak, maka mereka
bedakan Xiyangren orang barat, Dongyangren orang
Jepang, Nanyangren orang dari selatan. Nah orang Asia
Tenggara karena letaknya di selatan disebut nanyang
ren. dalam dialek Khek yang ini lebih lazim disebut
fan. Yang artinya sama dari luar negeri atau dari
seberang lautan. Sebutan ini memang "Tiongkok"
sentris. Jadi di seberang lautan kalau dilihat dari
Tiongkok.
Di Singapore ada Nanyang Technological University, ada
Nanyang Academy of Arts dll. Tak ada unsur penghinaan
apa-apa.
Penerjemahan Fannyin menjadi setengah manusia atau
manusia barbar adalah interpretasi keliru, memang ada
orang barat yang menganggap fan atau yang itu barbar,
karena mereka tak mengerti arti sesungguhnya.
Dalam dialek Hokkian gedung bertingkat yang megah di
sebut Huan'a lao, atau gedung huan'a, apa itu
menghina, tentu tidak yang megah di sebut huan'a tak
menghina.
Memang benar kalau kita ke Tiongkok lalu bertemu
dengan orang Hokkian atau Hakka mereka akan menyebut
Huan'a atau Fanyin, ataut orang dari luar negeri dari
seberang lautan.
Penerjemahan kata yang seenaknya akan menyebabkan
friksi antar masyarakat yang tidak perlu, apalagi
kalau itu dibuat dengan sengaja.
Kita harus tenang, tapi harus dibantah.
Salam
Liang U
--- muhlis volcano <gannet_77@yahoo.com> wrote:
> “Fan Nyin?Bukan Setengah Manusia
>
> Awal bulan ini saya mendapat kiriman dari anak
> saya di Yogyakarta 1 buah buku yang berjudul: “Orang
> Cina Khek dari Singkawang? karangan Prof. Dr. Hari
> Poerwanto, Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu
> Budaya Universitas Gajah Mada, cetakkan tahun 2005.
>
> Buku ini memang belum sempat saya baca secara
> keseluruhan, tetapi membaca secara sepintas,
> diantaranya pengantar Penerbit Komunitas Bambu (Edi
> Sudrajat) pada halaman VI bagian bawah terdapat
> beberapa kalimat yang mengusik perhatian saya,
> seperti dikutip di bawah ini:
> “Sedangkan masyarakat Singkawang kadang menyebut
> suku bangsa bumiputra dengan istilah Fan Nyin,
> artinya setengah manusia atau barbar? Sebagai putra
> daerah yang kebetulan dari suku Khek/Hakka, juga
> fasih, memahami betul dialeg Khek, saya merasa
> istilah ini sangat menyesatkan dan tidak etis karena
> dapat dikonotasikan memandang rendah terhadap
> martabat saudara kita bumiputra, serta menimbulkan
> kesalahpahaman yang berkelanjutan sampai ke
> generasi anak cucu kita.
>
> Di zaman reformasi ini perlu adanya semangat
> keterbukaan dan saling mengenal serta memahami, maka
> saya merasa terpanggil dan berkewajiban berkomentar
> apa adanya berdasarkan fakta dan data yang kami
> ketahui. Karena tulisan Bapak Profesor Dr. Hari
> Poerwanto adalah buku yang “serius?(dikerjakan
> selama 15 tahun ) yang tentu nantinya akan banyak
> dibaca dan dipakai sebagai referensi oleh generasi
> muda kita, jangan hanya karena
> ketidaktahuan/ketidakpahaman sesaat, akan merusak
> sendi-sendi persatuan kebangsaan kita di masa
> depan.
>
> Penterjemahan kata “Fan Nyin?yang diterjemahkan
> artinya menjadi “Setengah Manusia? di editor buku
> tersebut, mengingatkan saya pada 1 dekade yang lalu,
> pernah seorang penulis lokal Kalbar menterjemahkan
> demikian juga. Pada waktu itu, saya tidak
> menanggapinya karena saya mendapat informasi bahwa
> penulis ini adalah “pendatang baru?di Kalbar, yang
> menulis berdasarkan pengamatan pribadinya.
>
> Dan sekarang kembali saya membaca lagi istilah
> “Fan Nyin?= setengah manusia, dari buku ilmuwan
> yang Guru Bbesar Antropologi berpengalaman, sehingga
> membuat saya mau tidak mau memberanikan diri
> menginformasikan penterjemahan yang benar.
>
> Untuk lebih jelasnya asal usul kata “Fan?ini,
> saya mengutip dari Kamus Mandarin
> “Phiau Cun Kuok Ing Suek Sen Xi Tian?atau Kamus
> Standard Bahasa, Siswa Mandarin tahun 1952, dimana
> tulisan kata: “FAN?diartikan: di luar batas Negara
> Tiongkok, perbatasan. Sedangkan “NYIN?diartikan
> sebagai manusia, komunitas orang, sehingga kata
> “Fan Nyin?kalau diterjemahkan akan berarti:
> orang/komunitas asing, masyarakat yang berada di
> luar perbatasan Negara Tengah/Tiongkok.
>
> Perlu diketahui zaman dahulu di Tiongkok (Negara
> Tengah), dinasti kekaisaran Cina saat itu menganggap
> Negaranya terletak di tengah, sebagai sentral, pusat
> semesta, sehingga menganngap suku bangsa yang di
> luar perbatasan negara tengah sebagai suku Fan.
> Masa itu Kekaisaran di daratan Tiongkok menamai
> suku-suku di luar Tiongkok (Negara Tengah/China)
> berdasarkan letak geografis dari arah mata anginnya,
> sebagai berikut :
> Di sebelah Timur Tiongkok disebut “Tung Ie?
> Sebelah Barat Tiongkok disebut “Si Yung? Sebelah
> Selatan Tiongkok disebut “Nan Man? Dan, sebelah
> utara Tiongkok disebut “Pei Tik?
>
> Saya masih ingat ,semasa Perang Dunia II tahun
> 1941, kami komunitas peranakan Tionghoa di
> Singkawang sendiri juga disebut “Fan Nyin?yang
> artinya Orang/asing, orang di luar perbatasan
> Tiongkok.
>
> Sedangkan saya anak kecil disebut ?Fan Tse?>
artinya, anak orang asing (Fan = orang asing/orang
> diluar Tiongkok/orang di luar Negara Tengah; Tse =
> anak).
>
> Kalau orang Tiongkok yang merantau ke
> Selatan/ASEAN, masih disebut dengan “Ko Fan ?(Ko=
> merantau/melewati; Fan = Perbatasan Tiongkok). Dan
> bahkan sekarang kalau kami menikah pun masih disebut
> Kau Fan Pho (Kau = memperistri; Fan Pho = gadis di
> luar negara Tiongkok). Sehingga biarpun lelaki suku
> Khek menikah dengan gadis Tionghoa di sini, tetap di
> sebut Kau Pan Pho. Artinya menikah dengan gadis yang
> di luar Tiongkok.
>
> Jadi sebutan “Fan Nyin?sama sekali tidak ada
fan itu artinye non han larrrrrrrrrrrrrr
kalu pake kata fanren artinye org asing hehehehehehe
nah kalu pake gui kayak yang gui, fan gui ya itu ngehina baru pantes
soalnye disebut setan asing, setan bule.
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "yulianto qin"
<yulibean97@...> wrote:
>
> Salam,
> mungkin sedkit menyumbang saran...
> menurut ayah saya yang berasal dari Tayan, Kalbar...
> FAN NYIN berasal dari kata FAN yang mungkin bisa diartikan terbalik.
> Kemungkinan Itu didapat dari pola kalimat di bahasa Hakka dengan bahasa
> Melayu yang kadang2 susunannya terbalik (MD, DM). Benar salahnya
saya tidak
> terlalu tahu karena saya bukan akademisi dibidang bahasa.
> Terima kasih untuk bagi-bagi ilmunya pak Asali.
>
> Salam
> Yulianto
>
> 2008/5/26 muhlis volcano <gannet_77@...>:
encoding: Big5
Fan 番 artinya asing.
Hakka: fan ngin => Putonghua: fan ren 番人
Minnan/Hokkian: huan na => Putonghua: fan zi 番子
Masalah "setengah manusia"
Hakka: "fan" menjadi "pan" (putonghua: ban 半) hanyalah degradasi
intonasi yang menimbulkan prasangka negatif.
Contoh penggunaan Fan 番 lainnya:
- tomat 番X putonghua: fanqie, hakka: fankhew, minnan: huankio
- cabai 番椒 putonghua: fanjiao, hakka: fanjiao, minnan: huanjio
Join Mod. Central
stay connected.
Share pictures &
stories about dogs.
Bung Ali,
Untuk masalah Hakka - Khonghu, memang ada perselisihan di masa lalu
yang di masa sekarang masih bisa diamati. Salah satunya yah larangan
menikah antara perempuan Hakka dengan lelaki Khonghu. Mengapa spesifik
perempuan Hakka dengan lelaki Khonghu ? Hal ini berhubungan dengan
sistem kekeluargaan Tionghoa yang menganut garis keturunan ayah. Jadi
perempuan Hakka dilarang menikah dengan lelaki Khonghu adalah supaya
si perempuan tidak menjadi keluarga Khonghu. Lain ceritanya kalau
perempuan Khonghu yang diambil menjadi menantu, walaupun banyak yang
sentimen juga dengan menantu Khonghu, isitlah hakka "Khonghu pho"
(perempuan Khonghu) hampir senantiasa selalu berhubungan dengan
hal-hal negatif seperti licik, manipulatif dan sebagainya.
Latar belakang masalah ini dimulai pada masa awal dinasti Qing
(Manzhu). Ketika itu para loyalis Ming di bawah pimping Zheng Cenggong
(Portugis: Koxinga) menguasai pesisir tenggara (Fujian, Guangdong) dan
merebut Taiwan dari tangan Belanda. Di Taiwan, Zheng mempersiapkan
pasukan untuk merebut kembali Tiongkok dari tangan bangsa Man. Sebagai
antisipasi, kaisar Qing Shengzu (nianhao: Kangxi, penanggalan umum
tahun 1662 - 1723) memindahkan penduduk pesisir Fujian dan Guangdong
ke pedalaman sejauh 30 li dari pantai. Banyak penduduk lokal yang
ketika itu menjadi korban pemindahan paksa ini.
Setelah perlawanan Zheng berhasil diatasi, penduduk kemudian
diperbolehkan kembali ke kediaman mereka yang semula di pesisir. Namun
karena banyaknya korban yang terjadi dalam pemindahan paksa ini,
jumlah penduduk yang diperlukan untuk mengelola daerah pesisir menjadi
berkurang banyak. Untuk itu pemerintahan Qing kemudian memindahkan
penduduk dari daerah lain, mayoritas Hakka/Kejia yang secara literal
berarti keluarga "tamu", ke Fujian dan Guangdong. Pertemuan antara
penduduk lokal (pinyin: Bendi, Hakka: Punti) dan imigran (Hakka) ini
kemudian menanamkan bibit konflik.
Masa pemerintahan kaisar Qing Wenzhong (nianhao: Xianfeng, penanggalan
umum tahun 1850 - 1861) pemberontakan Taiping meletus. Banyak orang
Hakka (pemimpinnya Hong Xiuquan adalah seorang Hakka) yang ikut dalam
pemberontakan ini. Pemberontakan ini bermula dari provinsi Guangxi dan
kemudian menyebar di seluruh Tiongkok Selatan.
Tahun umum 1854, sebuah gerakan serikat rahasia (san he hui / triad)
di Guangdong mengambil kesempatan ketika pasukan pemerintahan sibuk
berperang dengan pasukan Taiping dan memberontak. Mereka terutama
menyerang daerah Foshan dan Heyuan. Kali ini, Hakka yang berada di
delta sungai mutiara (zhujiang) berpihak ke pemerintah dan turut serta
memadamkan pemberontakan. Pasukan triad pemberontak ini terdiri dari
orang lokal (Punti) yaitu mereka yang dikenal dengan nama orang
Khonghu / Guangfu. Dalam rangka memadamkan pemberontakan, pasukan
pemerintah (yang didukung Hakka) banyak menyerbu hingga ke desa-desa
orang Khonghu. Hal ini kemudian menyulut konflik baru.
Sebagai pembalasan, orang-orang Khonghu kemudian menyerang pemukiman
orang Hakka dan meletuslah perang Hakka - Punti. Orang Hakka yang
sejak semula sudah terdesak ke wilayah perbukitan semakin terdesak
karena konflik ini. Secara jumlah, orang Punti jauh mengungguli orang
Hakka. Perang ini terutama bergolak di delta sungai mutiara di daerah
yang sekarang disebut prefektur Jiangmen provinsi Guangdong.
Mereka yang kalah dalam perang ini kemudian dijual ke benua Amerika
sebagai kuli kasar. Yang perempuan dijual ke Macau sebagai pelacur.
Dalam perang ini orang Hakka di Jiangmen kalah besar dan kemudian
direlokasi pemerintahan Qing ke provinsi Guangxi untuk meredam konflik.
Inilah yang kemudian menyebabkan sentimen Hakka terhadap Punti.
Untuk masalah Hokkian - Teochew setahu saya tidak ada masalah karena
sebenarnya Teochew juga tergolong ke orang Minnan yaitu yang dikenal
dengan nama orang Hokkian. Mengenai masalah hari ke-9 bulan pertama
penanggalan Tionghoa, secara singkat begini ceritanya.
Ini cerita mengenai ketika bangsa Manzhu menaklukkan daerah selatan.
DuoDuo, seorang pangeran Manzhu yang dikenal sebagai pembantai
(seperti pembantaian Yangzhou) menyerbu ke daerah Fujian. Penduduk
setempat kemudian melarikan diri dan bersembunyi di perkebunan tebu.
Sampai dengan hari ke-9 setelah tahun baru baru mereka kembali ke
rumah. Karena itu keturunan mereka kemudian setiap hari ke 9 bulan
pertama selalu mengadakan upacara sembahyangan dengan sepasang batang
tebu sebagai wujud ucapan terima kasih kepada tebu.
Kalau ada yang salah mohon dikoreksi.
Hormat saya,
Yongde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, ALIANTONY ALI
<aliantony_ali@...> wrote:
>
> heheeh.jadi ngerti gue fan itu...sejauh ini gue pikir fan itu dalam
bahasa hockien huan kalau diartikan dalam bahasa mandarin artinya
berobah robah...jadi terpikir kalau di panggil huanna jadinya orang
yang ngomongnya suka berobah robah.jadi selama ini orang pribumi
sering di panggil HUANAKIA terpikir kesono..thkn's ya penjelasanya...
>
> ini pak yong de..
> aku jadi ada pertanyaan ini mengenai suku suku han ini. yang ingin
saya tanya bukan suku nya tapi cerita nya. gini kok sering di katakan
orang suku KONGHU yang cowok dan orang suku KHEK cewek tidak boleh
menikah yah.kalau menikah maka akan terjadi malapetaka atau tidak
punya keturunan kalau ada pun usaha tidak lancar..katanya ada kutukan
gitu lor ....begitu juga w denger suku hockien dan suku tio ciu tidak
boleh juga lantaran masalah berantem sampai hari ke-9
imlek...menyebabkan adanya kutukan segala juga. apa certia ini bener
..sampai sekarang jadi pemikiran ini.menginggat di ASEAN ini suku
hockien dan tiociu juga mendominasi ,sehingga ngak terbuka kemungkinan
kedua suku ini menikah.kalau memang betul cemana dengan suku yang lain
apa ada pantangan juga untuk saling menikah seperti hokciu,
hainam,leng-ga,dll.apa ada cerita juga.mohon di bantu pak.
>
> thkns
> aliantony
>
>
Sedikit koreksi,
Sebelumnya:
> Sebagai antisipasi, kaisar Qing Shengzu (nianhao: Kangxi,
penanggalan umum
> tahun 1662 - 1723) memindahkan penduduk pesisir Fujian dan Guangdong
> ke pedalaman sejauh 30 li dari pantai. Banyak penduduk lokal yang
> ketika itu menjadi korban pemindahan paksa ini.
Koreksi:
Dipindahkan sejauh 50 li dari pantai, kira-kira sekitar 30 gongli (km)
jaman sekarang.
Hormat saya,
Yongde
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Hendri Irawan" <henyung@...>
wrote:
> <aliantony_ali@> wrote:
> >
> > heheeh.jadi ngerti gue fan itu...sejauh ini gue pikir fan itu dalam
> bahasa hockien huan kalau diartikan dalam bahasa mandarin artinya
> berobah robah...jadi terpikir kalau di panggil huanna jadinya orang
> yang ngomongnya suka berobah robah.jadi selama ini orang pribumi
> sering di panggil HUANAKIA terpikir kesono..thkn's ya penjelasanya...
> >
> > ini pak yong de..
> > aku jadi ada pertanyaan ini mengenai suku suku han ini. yang ingin
> saya tanya bukan suku nya tapi cerita nya. gini kok sering di katakan
> orang suku KONGHU yang cowok dan orang suku KHEK cewek tidak boleh
> menikah yah.kalau menikah maka akan terjadi malapetaka atau tidak
> punya keturunan kalau ada pun usaha tidak lancar..katanya ada kutukan
> gitu lor ....begitu juga w denger suku hockien dan suku tio ciu tidak
> boleh juga lantaran masalah berantem sampai hari ke-9
> imlek...menyebabkan adanya kutukan segala juga. apa certia ini bener
> ..sampai sekarang jadi pemikiran ini.menginggat di ASEAN ini suku
> hockien dan tiociu juga mendominasi ,sehingga ngak terbuka kemungkinan
> kedua suku ini menikah.kalau memang betul cemana dengan suku yang lain
> apa ada pantangan juga untuk saling menikah seperti hokciu,
> hainam,leng-ga,dll.apa ada cerita juga.mohon di bantu pak.
> >
> > thkns
> > aliantony
> >
> >
>
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com