Artikel Faktur Pajak Fiktif

3 views
Skip to first unread message

Firman syah

unread,
May 6, 2013, 12:38:10 AM5/6/13
to brandactivationeventmanagement
BEMers FYI.... mengenai Faktur Pajak Fiktif yg apabila ketauan oleh
DJP (Direktorat Jendral Pajak) akan kena tanggung jawab renteng antara
penerbit dan pengguna dgn Denda 2x lipat (PPN + denda 100%)




Jakarta - Siang itu, Agus, bukan nama sebenarnya, duduk termenung.
Tatapan matanya kosong menerawang menembus jendela kantornya. Beberapa
kali terlihat dia menghela napas, lalu kembali tenggelam dalam
lamunannya. Teringat di benaknya suppliernya yang kabur beberapa bulan
lalu, menyisakan cicilan yang harus dilunasinya hingga beberapa bulan.
Alangkah terkejutnya Agus ketika pagi itu dia menerima secarik surat
dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat perusahaannya terdaftar.
Setelah berkonsultasi dengan Account Representative-nya, Agus
mendapatkan penjelasan yang mencengangkan: suppliernya ternyata
penerbit faktur pajak fiktif, dan telah dihukum pidana!

Surat tersebut menyatakan bahwa pengkreditan pajak masukan yang telah
dilakukannya dengan faktur pajak yang diterbitkan oleh suppliernya
tidak dapat dibenarkan. Selain harus mengembalikan uang Negara yang
terlanjur direstitusikan, Agus juga diwajibkan membayar denda 100%
dari nilai pajaknya. Artinya, Agus menanggung dua kerugian, Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut oleh suppliernya
dinyatakan tidak sah, sehingga dia harus menyetor ulang PPN, serta
jumlah denda yang mencapai 100%. Hal inilah yang membuatnya dia resah
siang itu.

PPN pada dasarnya dikenakan pada setiap proses produksi Barang Kena
Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP), mulai pembelian bahan baku
hingga penjualan. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN
dibebankan pada penjual yang disebut sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Penjual menerbitkan faktur pajak, disebut sebagai Pajak
Keluaran (PK), dan dikreditkan oleh pembeli sebagai Pajak Masukan
(PM). PKP akan menyetorkan PPN dari PK-nya sekaligus merestitusikan
PM-nya. Dengan mekanisme ini, pajak yang dipungut oleh Negara adalah
sebesar PK dikurangi PM. Dalam Undang-Undang Nomor 42/2009 tentang
PPN, pada pasal 16F dinyatakan bahwa pembeli BKP dan penerima JKP
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak jika tidak bisa
menunjukkan bukti pajak telah dibayar. Dengan adanya tanggung jawab
renteng ini, penerbit maupun pengguna faktur pajak harus berhati-hati
dalam setiap transaksinya.

Tindak pidana perpajakan dalam penerbitan faktur pajak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) pasal 39A, terkait penerbitan faktur pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya atau penerbitan faktur pajak
oleh pihak yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Pada kasus di atas,
supplier dinyatakan bersalah karena menerbitkan faktur pajak yang
tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, sedangkan perusahaan
milik Agus dinyatakan bersalah karena menggunakan faktur pajak
tersebut dalam pengkreditan PM-nya. Inilah yang dimaksud dengan
mekanisme tanggung renteng sebagaimana diatur dalam UU PPN.

Situasi di atas terjadi, ketika semua perusahaan dapat dengan mudahnya
menerbitkan faktur pajak. Sering ditemui faktur pajak tidak hanya
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), namun juga diterbitkan
oleh Wajib Pajak yang non PKP. Bahkan ada kasus dimana perusahaan atau
individu yang belum terdaftar (belum ber-NPWP) turut menerbitkan
faktur pajak. Faktur pajak yang diterbitkan oleh non-PKP atau bahwa
non-Wajib Pajak, inilah yang dinamakan faktur pajak fiktif. Selain
itu, meski diterbitkan oleh PKP, namun jika transaksi yang tercantum
dalam faktur pajak tersebut adalah bukan transaksi yang sebenarnya,
faktur pajak juga dilabeli sebagai fiktif. Sebagai contoh, toko
pakaian menerbitkan faktur pajak atas transaksi penjualan bahan
bangunan, yang mana tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya.

Akibat penerbitan faktur pajak fiktif, tidak hanya Negara yang
dirugikan akibat restitusi pajak, namun juga banyak “Agus” lain,
sebagai pengguna faktur pajak, yang turut terkena dampaknya. Sebagai
contoh, salah satu kasus faktur fiktif yang diungkap oleh Kantor
Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Timur,
mengakibatkan negara dirugikan sedikitnya Rp 7 miliar (Kompas, 9
November 2012). Dengan kerugian sebesar itu, dapat dipastikan para
pengguna faktur pajak harus mengganti kerugian Negara sebesar 2 (dua)
kali lipatnya (PPN + denda 100%).

Mengatasi hal tersebut, DJP telah melakukan beberapa pembenahan
terkait sistem administrasi PPN. Upaya pertama yang dilakukan DJP
adalah penertiban terhadap PKP. Pada tahun 2012 lalu, seluruh KPP
diharuskan melakukan pendaftaran ulang PKP dan melakukan verifikasi
alamat PKP langsung ke lapangan. Apabila ternyata PKP tersebut tidak
ditemukan di alamatnya, atau PKP tersebut sudah tidak melakukan
kegiatan usaha, maka status PKPnya langsung dicabut, dan diumumkan
melalui Situs Pajak (www.pajak.go.id). Pengumuman ini dimaksudkan agar
PKP lainnya tidak bertransaksi dengan menerbitkan faktur pajak kepada
PKP yang sudah dicabut ijinnya.

Kegiatan tersebut membuahkan hasil berupa pencabutan status PKP
terhadap lebih dari 300 ribu Wajib Pajak. Upaya ini berhasil
meningkatkan penerimaan negara dari sektor PPN di tahun 2012, dari
target sebesar Rp 336,1 triliun (APBN-P 2012) terealisasikan sebesar
Rp 337,6 triliun. Selain membenahi data PKP, faktur pajakpun dibenahi
dan diatur ulang tatacara penomorannya. Terhitung mulai 1 April 2013,
penomoran faktur pajak dilakukan secara sentralisasi oleh DJP melalui
KPP dimana PKP terdaftar.

Agar dapat dipastikan hanya PKP patuh yang akan memperoleh nomor seri
faktur pajak, DJP mensyaratkan agar sebelum memperoleh nomor seri
faktur pajak, PKP diharuskan mengajukan permohonan kode aktivasi dan
password untuk memperoleh nomor seri faktur pajak. Kode aktivasi hanya
sekali saja digunakan, yakni pada saat mengaktifkan akun, sedangkan
password akan digunakan setiap kali pengambilan nomor seri faktur
pajak. PKP yang diperbolehkan mengajukan permohonan kode aktivasi dan
password, hanyalah PKP yang telah melaporkan SPT Masa PPN untuk tiga
masa terakhir. Kode aktivasi akan dikirimkan ke alamat PKP sesuai
dengan alamat yang ada di database kantor pajak, sedangkan password
akan dikirim melalui email PKP bersangkutan.

Dengan cara tersebut, dipastikan hanya PKP patuh yang jelas
keberadaanya akan memperoleh nomor seri faktur pajak yang bersifat
unik. Nomor yang dikeluarkan oleh KPP juga bersifat acak, dan tidak
perlu digunakan secara berurutan. Hal ini akan mempermudah
identifikasi faktur pajak fiktif yang dikeluarkan oleh pihak-pihak
yang tidak berhak menerbitkannya. Hal teknis terkait dengan penomoran
faktur pajak yang baru ini dapat dilihat pada PER-24/PJ/2012 dan
pembetulannya pada PER-08/PJ/2013. Terhitung mulai 1 Juni 2013,
seluruh PKP diharapkan sudah melakukan penomoran faktur pajak sesuai
ketentuan terbaru tersebut.
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages