Download Permainan Billiard

0 views
Skip to first unread message

Perla Hockins

unread,
Jan 17, 2024, 9:24:19 PM1/17/24
to birdschofabbroom

Bagi kamu penggemar permainan billiard tentu tidak asing dengan istilah billiard bola 8 ataupun billiard bola 9. Meskipun sama-sama merupakan permainan billiard, namun terdapat perbedaan yang cukup kentara diantara keduanya.

download permainan billiard


Download File ––– https://t.co/tg8BcbrMu5



Bagi kamu yang baru ingin memulai bermain bola billiard, 4 aturan permainan billiard ini harus kamu ketahui. Untuk lebih lanjutnya, berikut IDN Times telah rangkum peraturan permainan bola 8 dalam billiard.

Dalam bermain billiard, ada cara dan aturan yang harus diketahui oleh pemain, apalagi bagi kamu yang baru pertama kali akan bermain billiard. Billiard merupakan salah satu olahraga populer yang umumnya dimainkan secara individu ataupun per tim.

Olahraga billiard dapat dibedakan berdasarkan banyaknya bola di atas meja, salah satunya adalah bola billiard 15. Bagi kamu yang belum mengetahui aturan dan cara permainan bola billiard 15, berikut IDN Times rangkum cara bermain dan peraturan dalam permainan billiard bola 15.

Permainan bola billiard 15 menggunakan dua jenis bola yang terdiri dari dua macam. Bola pertama adalah bola solid yang memiliki warna penuh dengan angka 1-7. Sedangkan jenis bola yang kedua adalah jenis bola strip yang bolanya memiliki motif garis putih pada bagian tengahnya.

Dalam penelitian ini dititikberatkan pada penegakan hukum terhadap perjudian yang menggunakan sarana permainan billiard yang semakin marak di Kota Pontianak, dengan judul PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN YANG MENGGUNAKAN SARANA PERMAINAN BILLIARD DI KOTA PONTIANAK. Maka yang menjadi masalah penelitian adalah mengapa penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perjudian melalui permainan billirad di kota pontianak belum dilaksanakan. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengungkapkanapa saja faktor penyebab belum terlaksananya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perjudian yang menggunakan sarana permainan billiard di Kota Pontianak. Sedangkan metode penelitian yang digunakan terdiri dari jenis penelitian Hukum Sosiologis dengan pendekatan analisis deskriptif, data dan sumber data adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, serta untuk mendapatkan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung dan tidak langsung. Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa tingkat perjudian yang menggunakan sarana permainan billiard semakin marak terjadi di Kota Pontianak. Hampir kesemua pemain ikut dalam pertaruhan saat sedang bermain billiard. Perjudian billiard itu sendiri secara jelas diketahui oleh Aparat Kepolisian namun faktanya meskipun mengetahui, penegakan hukum terhadap pelaku perjudian yang mengunakan saran permainan billiard belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal tersebut terlihat melalui pengakuan para pemain yang belum pernah ditindak oleh Aparat Kepolisian. Sejalan dengan hal tersebut, wasit yang bekerja pada rumah billiard juga menyatakan bahwa belum pernah melihat Aparat Kepolisian datang untuk melakukan razia. Penyebab adanya pembiaran dari Aparat Kepolisian diketahui disebabkan oleh adanya oknum yang menjadi backingatau jaminan pada rumah billiard dengan tujuan meskipun terdapat perjudian didalamnya tetapu usaha billiard tersebut bisa dapat tetap berjalan.

Carom billiards, also called French billiards and sometimes carambole billiards, is the overarching title of a family of cue sports generally played on cloth-covered, pocketless billiard tables. In its simplest form, the object of the game is to score points or "counts" by caroming one's own cue ball off both the opponent's cue ball and the object ball on a single shot. The invention as well as the exact date of origin of carom billiards is somewhat obscure but is thought to be traceable to 18th-century France.[1]

There is a large array of carom billiards disciplines. Some of the more prevalent today and historically are (chronologically by apparent date of development): straight rail, one-cushion, balkline, three-cushion and artistic billiards.[1]

Carom billiards is popular in Europe, particularly France, where it originated. It is also popular in Asian countries, including Japan, the Philippines, South Korea, and Vietnam, but is now considered obscure in North America, having been supplanted by pool in popularity. The Union Mondiale de Billard (UMB) is the highest international governing body of competitive carom billiards.

Most cloth made for carom billiard tables is a type of baize that is typically dyed green and is made from 100% worsted wool with no nap, which provides a very fast surface allowing the balls to travel with little resistance across the table bed.

In most carom billiards games, the set of three standard balls includes a white cue ball, a second cue ball in yellow, and a third object ball in red.[1] Historically, the second cue ball was white with red or black spots to differentiate it; both types of ball sets are permitted in tournament play.[8] The balls are significantly larger and heavier than their pool or snooker counterparts, with a diameter of 61 to 61.5 millimetres (2.40 to 2.42 in), and a weight ranging between 205 and 220 grams (7.2 and 7.8 oz) with a typical weight of 210 g (7.5 oz).[9]

Billiard balls have been made from many different materials throughout the history of the game, including clay, wood, ivory, plastics (including early formulations of celluloid, Bakelite, and crystalate, and more modern phenolic resin, polyester and acrylic), and even steel. The dominant material from 1627 until the early- to mid-20th century was ivory. The quest for an alternative to ivory was primarily driven by economic considerations and concerns for the safety of elephant hunters, rather than environmental or animal-welfare issues. The impetus for this search was, in part, the announcement by New York billiard table manufacturer Brunswick-Balke-Collender offering a $10,000 prize for the development of a substitute material. The initial successful alternative came in the form of celluloid, invented by John Wesley Hyatt in 1868. However, while celluloid was a viable substitute, it proved to be volatile and highly flammable, with instances of explosions occurring during its manufacturing process.[1][10]

Straight rail is still popular in Europe, where it is considered a fine practice game for both balkline and three-cushion billiards. Additionally, Europe hosts professional competitions known as pentathlons in which straight rail is featured as one of five billiards disciplines at which players compete, the other four being 47.1 balkline, cushion caroms, 71.2 balkline, and three-cushion billiards.[1]

In its various incarnations, balkline was the predominant carom discipline from 1883 to the 1930s, when it was overtaken by three-cushion billiards and pool. Balkline is still popular in Europe and the Far East.[1]

One-cushion carom, or simply cushion carom, also arose in the late 1860s as another alternative to the repetitive play of straight rail, inspired by an early variant of English billiards. The object of the game is to score cushion caroms, meaning a carom off of both object balls with at least one rail cushion being struck before the hit on the second object ball. One-cushion carom is still popular in Europe.[1][17]

Three-cushion billiards retains great popularity in parts of Europe, Asia, and Latin America,[1] and is the most popular carom billiards game played in the US today. UMB, as the governing body of the sport, had been staging world three-cushion championships since the late 1920s.[22]

In artistic billiards players compete at performing 76 preset shots of varying difficulty. Each set shot has a maximum point value assigned for perfect execution, ranging from a 4-point minimum for lowest level difficulty shots, and climbing to an 11-point maximum for shots deemed highest in difficulty level. There is a total of 500 points available to a player.[1]

Each shot in an artistic billiards match is played from a well-defined position (in some venues within an exacting two millimeter tolerance), and each shot must unfold in an established manner. Players are allowed three attempts at each shot. In general, the shots making up the game, even 4-point shots, require a high degree of skill, devoted practice and specialized knowledge to perform.[1][23]

Di Inggsris, Permainan Biliar populer pada tahun 1675. Dan tahun itu pula diterbitkan buku peraturan biliard. Selanjutnya billiard dipopulerkan sebagai olahraga scientific oleh Captain Mingaud, seorang tahanan politik pemerintah ketika terjadi revolusi perancis. Saking cintanya dengan biliard, dia menolak untuk dibebaskan dari penjara ketika masa hukumannya berakhir.

Jack Carr, seorang pelatih biliard inggris berjasa menemukan tehnik pukulan off-center, yaitu memukul cue ball dititik off-center guna mendapatkan efek spin. Sekarang pukulan off-center ini dikenal dengan istilah English. Di inggris pukulan seperti ini disebut side. Dia pula yang menemukan ide untuk mengoleskan kapur pada permukaan tip untuk meningkatkan akurasi pukulan. Sepanjang tahun 1820 jack carr berkeliling eropa, melakukan pelatihan billiard sambil menjual magical twisting chalk temuannya.

Perancangan permainan untuk remaja di 372 Kopi ini di dasari atas peluang dalam desain permainan tradisional, karena remaja pada saat ini yang sudah sangat jarang memainkan permainan tradisional,dan kurangnya interaksi sosial dan karekter kerja sama. Pada perancangan ini, adapun yang menjadi fokus bagi penulis adalah untuk merancang permainan tradisional yang mengkombinasikan permainan kelereng dengan permainan billiard. Adapun metodologi yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode kualitatif, kuantitatif dan deskriptif. Metode kualitatif digunakan dalam mengumpulkan data lapangan, dimana penulis melakukan observasi di 372 Kopi,Taman Balaikota Bandung,Kampoeng Hompimpa,dan The Maple Board Game Café. wawancara pada Pendiri Kampoeng Hompimpa,dan Manager The Maple Board game café. dan melakukan dokumentasi bersama responden. Metode kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data dari pengunjung 372 Kopi dengan cara membagikan kuesioner kepada responden 372 Kopi. Metode deskriptif yang digunakan adalah dengan komparasi untuk mendapatkan data-data dalam menentukan batasan pada aspek yang digunakan. Penulis juga mengumpulkan beberapa landasan teori untuk mendukung data lapangan yang penulis dapatkan. Seperti landasan teori, material, dan lainnya. Dengan adanya perancangan ini, penulis bertujuan dapat memberikan solusi bagi masalah dan peluang yang ada.

dca57bae1f
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages