KHUTBAH JUM’AT
Topik; “TIGA MODUS OPERANDI UPAYA MEMERANGI ISLAM)”
Intisari Khutbah Jum’at
tanggal, 13 Desember 2013/ 10 Shafar 1435 H)
Oleh: H.A.Nur Alam
Bakhtir
(Sumber: Buku Saku “MIMBAR JUM’AT” Masjid Istqlal Edisi 666 , No. 772/XV/13,
Jum’at, 13 Desember 2013/10 Shafar 1435 H.)
Ummat Islam
di berbagai pelosok dunia baru saja disibukkan dengan Peringatan Tahun Baru
1435 H.
Sementara
pada bulan Desember ini, umat manusia di dunia akan sibuk memperingati
pergantian Tahun Baru 2014 M. Sesungguhnya, dua sistem perhitungan tahun
tersebut, yakni perhitungan tahun berdasarkan peredaran matahari (solar syatem)
dan perhitungan tahun berdasarkan peredaran bulan (lunar system). Telah
ditegaskan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an, Surat Yunus ayat ke-5 yang artinya:
“Dia-lah
yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan Dia telah
menetapkan bagi-Nya (matahari dan bulan) tempat-tempat beredarnya agar kalian
mengetahui hitungan (bilangan) tahun-tahun dan perhitungan (waktu yang
lainnya). Tidaklah Allah menciptakan hal itu kecuali dengan benar. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”
Yang menjadi
persoalan adalah mengapa sejak pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab atas usulan Ali bin Abi Thalib ketika itu,
lebih memilih menjadikan hitungan tahun
itu berdasarkan peristiwa Hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah, dan
bukan memulai hitungan tahun tersebut dari kelahiran ataupun kematian
Rasulullah SAW atau peristiwa lainnya. Hal yang paling mendasar yang menjadikan alasan perhitungan tahun bagi
umat Islam diawali dengan hijrah Rasulullah SAW, karena peristiwa hijrah tersebut adalah sangat penting kaitannya dengan
dakwah Rasulullah SAW selama kurang lebih 23 tahun terutama dalam periode
Makkah dalam kurun waktu kurang lebih 13 tahun.
Secara garis
besar, tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah SAW dapat dikategorikan ke dalam
“ TIGA MODUS OPERANDI”.
1).MODUS PERTAMA, adanya upaya
persuasif toleransi yang ditawarkan oleh orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW, agar beliau
mau menerima tawaran ibadah secara bergilir satu tahun menurut cara Nabi
Muhammad SAW, dan satu tahun berikutnya menurut cara kaum kafir Quraisy. Kemudian, tawaran ini ditolak dengan
turunnya surat Al-Kafirun ayat 1 – 6.
2).MODUS KEDUA, mereka menawarkan kompensasi melalui Paman Rasulullah
SAW bernama Abu Thalib yang begitu sayang kepada Nabi Muhammad dan amat
disegani oleh kafir Quraisy dan dihormati oleh mereka. Abu Thalib sebagai penyalur lidah kafir Quraisy (Abu Jahal dan
pengikutnya), menawarkan 3 (tiga) hal, yaitu: Tahta (kekuasaan, Harta, dan Wanita dengan syarat agar Nabi
Muhammad SAW tidak mengutik-utik agama nenek moyang mereka,yakni menyembah: Latta, Uzza, Manatta, dan Hubal, serta tidak
melanjutkan mendakwahkan agama Islam, agama baru tersebut.
Tetapi
tawaran tersebut berujung pada pernyataan Rasulullah SAW yang amat populer yang
berisi “Wallahi yaa ‘ammi, lau wadho’u al-syamsya fi yamiini wal-qomaro fi
yasyari ‘ala an attruka hadza al-amro maa fa’altu, hattaa yuzhhirohu-Allahu aw
ahlika dunahu”.
Yang
berarti:
“Demi Allah wahai paman, sekiranya mereka
mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku
berhenti dalam perkara ini, aku tidak akan melakukan itu (berhenti berdakwah),
sehingga Allah menampakkannya (agama Islam) atau aku hancur karenanya”.
3).MODUS KETIGA, adalah modus
intimidasi dan konspirasi jahat, dimana
orang-orang/pembesar kafir Quraisy bermusyawarah dalam sebuh pertemuan
yang dikenal dengan Parlemen Mekkah di
Darunnadwah. Dalam pertemuan tersebut, juga dihadiri oleh Iblis, yang
menyerupai seorang Kakek yang mengaku berasal dari penduduk Najd. Inti dari
pertemuan tersebut, ada 3 (tiga) Opsi.
Opsi Pertama, diusulkan oleh seorang yang bernama Abul Aswad,
yang menghendaki agar Nabi Muhammad SAW
diusir dan dienyahkan dari Kota Mekkah, tetapi ide tersebut ditolak
oleh Sang Kakek yang sesungguhnya adalah IBLIS, karena dipandangnya sebagai satu tindakan yang tidak efektif dan tidak
memberikan maslahat bagi mereka karena dipandangnya justru akan semakin
memperbanyak pengikut Rasulullah SAW dan menjadi kekuatan yang dahsyat.
Opsi Kedua, datang dari seorang yang bernama Abul Buhtari,
yang mengusulkan agar Nabi Muhammad SAW
dipenjarakan dakam kerangkeng besi, dikunci rapat-rapat, dan dibiarkan
hingga mati. Namun pendapat ini, ditolak oleh Iblis yang menyerupai seorang Kakek dengan alasan justru akan
memperkuat pengikut Rasulullah SAW yang dikenal fanatik, kemudian akan
menyerang.
Opsi Ketiga, yaitu yang diusulkan
langsung oleh Abu Jahal bin Hisyam yang menghendaki agar Nabi Muhammad SAW dibunuh ramai-ramai
dengan perwakilan dari masing-masing kabilah
seorang pemuda yang dianggap kekar dan kuat. Yang masing-masing mereka dipersenjatai
dengan pedang terhunus. Opsi yang Ketiga inilah yang disepakati oleh semua peserta rapat
termasuk Iblis yang menyerupai Kakek tua tersebut.
Ketiga tipu daya tersebut telah di-isyaratkan
dalam Al-Qur’an surat Al-Anfaal ayat 30,
yang artinya:
“Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
(Muhammad SAW) untuk menagkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau
mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan
Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”.
Singkat cerita, perlu dimaklumi bahwa pada malam eksekusi yang telah
direncanakan dengan matang oleh orang-orang kafir Quraisy, dimana mereka
telah mengepung rumah Rasulullah SAW
dan menunggunya saat-saat kebiasaan
beliau keluar tengah malam untuk melaksanakan
Qiyamul Lail di masjid. Tetapi ternyata semua rencana jahat mereka telah tercium oleh Rasulullah SAW, sehingga beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah, untuk tidur di-tempat yang biasa Rasulullah SAW
tidur dengan memakai selimut hijau yang
biasa dipakai Rasulullah, seraya mengatakan bahwa tidak akan terjadi sesuatu terhadap Ali.
Sementara, Rasulullah SAW sendiri,
keluar dengan santai, sambil menggenggam
pasir dan menebarkannya terhadap mereka yang mengepung rumah Nabi.
Tidak satupun diantara mereka yng
melihat Rasulullah keluar rumah dan melintasi mereka.
Hal tersebut
di-isyaratkan dalam Surat Yasin ayat 9,
artinya: “Dan Kami adakan di-hadapan mereka dinding dan di-belakang mereka
dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat
melihat”.
Kalau dahulu, yang menjadi sasaran tembak atau objek adalah figur
Rasulullah SAW secara langsung, maka
sekarang yang menjadi sasaran adalah ISLAM
dan UMAT ISLAM.
Opsi Pertama mereka adalah “mereka (kafir modern” mempunyai “tipu daya
atau konspirasi jahat” ingin memenjarakan Islam dengan cara “Gerakan mendangkalkan ajaran Islam”, “mempersempit ajaran Islam”, dengan
ajaran-ajaran yang “TERLALU MUDAH
MENGATAKAN BID’AH DHOLALAH” terhadap sesama muslim yang tidak sepaham
dengan mereka dan “BAHKAN TERLALU ENTENG
UNTUK MENGKAFIRKAN SESAMA ORANG ISLAM”.
Seakan Islam, “ANTI” terhadap “SEGALA
ADAT DAN TRADISI”, padahal “adat dan
tradisi yang positif di-negara dimana orang Islam hidup”, selalu ada adat
dan tradisi “yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam”.
Opsi Kedua, mereka kalau dahulu yang hendak dibunuh adalah Rasulullah SAW
sendiri, sedangkan “sekarang ini”
yang hendak “mereka bunuh adalah citra
Islam”, dengan modus memberikan “STIGMA NEGATIF TERHADAP AJARAN ISLAM,
SEAKAN ISLAM ITU ADALAH AGAMA TERORIS, ISLAM AGAMA HAUS DARAH, ISLAM ADALAH
AGAMA TERKEBELAKANG, ANTI SEGALA YANG BERBAU MODERN, AGAMA MISKIN DAN LAIN SEBAGAINYA”.
Padahal, “Islam adalah agama kerahmatan yang
mengajarkan kedamaian sejati”.
Opsi Ketiga, kalau dahulu mereka
ingin mengusir Rasulullah SAW, mereka sekarang ini mempunyai “tipu daya”
berusaha sekuat tenaga yang dikenal dengan ungkapan “Ib’adul Muslimin ‘An Milatihim”, berusaha menjauhkan orang-orang Islam dari
agama Islam yang sesungguhnya. Sehingga tidak sedikit sekarang ini perilaku “orang-orang Islam yang secara Ubudiyyah”
melaksanakan ajaran Islam “seperti:
Sholat, Puasa, dan Haji”, namun “PERILAKU”
mereka dalam berbagai aspek kehidupan “JAUH
DARI AJARAN ISLAM”. Inilah yang dalam istilah Bung Karno “MEREKA TERNINABOBOKAN OLEH ABUNYA ISLAM
DAN MENCAMPAKKAN APINYA ISLAM”.
Wallahu a’lam bish showab.
=======================================================================================================