Google Groups no longer supports new Usenet posts or subscriptions. Historical content remains viewable.
Dismiss

Gua Larenggam yang Terlupakan

41 views
Skip to first unread message

Hangtuah Digital Library

unread,
Sep 27, 2006, 11:43:54 PM9/27/06
to
Wisata Sulawesi Utara
Gua Larenggam yang Terlupakan

PULUHAN kapal perang tentara Hindia Belanda tiba di perairan Kepulauan
Talaud, Sulawesi Utara. Peristiwa itu terjadi sekitar akhir abad ke-19.
Kapal-kapal itu siap menggempur kerajaan-kerajaan kecil yang berada di
sekitar Kepulauan Talaud. Semula, pemimpin tentara Belanda melakukan
negosiasi dengan raja-raja kecil di sana. Belanda menyampaikan
keinginannya untuk memasuki wilayah Indonesia dari sebelah utara.

Namun, raja-raja kecil itu menolak. Mereka tidak ingin tentara Hindia
Belanda masuk dan mengobrak-abrik wilayah mereka. Termasuk di antara
raja kecil itu adalah Raja Larenggam. Raja Larenggam adalah raja kecil
yang menguasai sebagian besar Pulau Karakelong yang terletak di utara
Kepulauan Talaud. Sang Raja tidak ingin rakyatnya dijajah oleh Belanda
seperti yang terjadi di sekitar Ternate.

Keengganan Raja Larenggam untuk menyerah rupanya membuat geram pimpinan
tentara Belanda. Puluhan kapal lalu dikerahkan untuk mengepung Pulau
Karakelong. Raja Larenggam pun menyiapkan pasukannya untuk bertahan
dari serangan tentara Belanda. Tapi, istri Raja punya pendapat lain.
Permaisuri yang dikenal memiliki kemampuan supranatural, yaitu bisa
meramal, memberi saran kepada Sang Raja. Sebagai penasihat pribadi Raja
Larenggam, Sang Permaisuri mengatakan bahwa pasukan kerajaan tidak
mungkin mampu melawan tentara Belanda yang memiliki persenjataan yang
lebih hebat.

"Tapi ada satu cara untuk menghadapi mereka. Kau harus membuka celana
agar senjata-senjata itu tidak meletus dan kita bisa menyerang mereka,"
ujar sang permaisuri. Mendengar pendapat itu, Raja Larenggam tidak
mudah percaya. Dia bimbang. Apakah harus mendengar nasehat Permaisuri
yang konyol itu? Setelah ditimbang-timbang selama satu hari satu malam,
Raja memutuskan untuk tetap melawan Belanda tanpa menggunakan cara yang
diusulkan permaisurinya.

Belanda akhirnya menyerang Kerajaan Larenggam dengan senjata dan
meriam. Kerajaan porak poranda. Raja Larenggam terkepung di dalam
istana dan tidak mau keluar. Tentara Belanda pun membakar istana itu.
Raja, Permaisuri serta beberapa anak mereka terbakar hidup-hidup di
dalam Istana.

Gua Larenggam
Kisah itu menjadi latar belakang keberadaan Gua Larenggam di Kabupaten
Talaud, Sulawesi Utara. Pasalnya, sebagian besar tentara Kerajaan
Larenggam ditahan di dalam sebuah gua yang terletak di Desa Arangkaa.
Desa ini juga terletak di Pulau Karakelong, Kabupaten Talaud. Para
panglima perang Kerajaan Larenggam ditahan di dalam gua yang pengap
itu. Oleh tentara Belanda, mereka lalu dibantai dan mayatnya diletakkan
begitu saja di dalam gua.

Kini, gua itu menjadi saksi atas perjuangan Raja Larenggam dalam
mempertahankan Tanah Air dari gempuran penjajah Belanda. Sebagian besar
masyarakat sekitar sudah lupa nama gua itu. Tapi, mengingat sejarah gua
itu mereka lalu menamakannya sebagai Gua Larenggam. Gua Larenggam
sebenarnya menjadi potensi wisata bagi Kabupaten Talaud. Apalagi Gua
itu terletak dekat pantai berpasir putih dengan warna laut biru
menawan.

Di pelataran gua terdapat tempat duduk yang terbuat dari bambu. Tempat
duduk itu bukan tempat duduk biasa. Karena, kalau kita duduk di sana,
akan terlihat pemandangan laut yang indah dengan pantai berpasir putih.
Sayangnya, Gua Larenggam tidak begitu terawat bagus. Sebuah tugu yang
menandakan keberadaan gua itu sudah mulai tampak usang. Nama gua yang
terukir di tugu sudah tidak terlihat lagi.

Memasuki mulut gua, suasana angker mulai terasa. Di mulut gua terdapat
sebuah wadah yang menampung beberapa tengkorak dan tulang-belulang.
Konon, tengkorak-tengkorak dan tulang belulang itu jasad para panglima
perang Raja Larenggam. Untuk memasuki gua yang sebenarnya, harus
melalui jalan yang menanjak cukup terjal. Jalan itu dikelilingi
akar-akar pohon yang usianya puluhan tahun. Bahkan, mungkin sudah
ratusan tahun.

Sayangnya, jalan mendaki yang terjal itu tidak dibuatkan tangga
sehingga untuk melaluinya harus mengerahkan sedikit tenaga dan sesekali
berpegangan pada akar-akar pohon. Tapi, Opa Rein yang menjadi penjaga
gua menjamin tidak ada binatang buas, seperti ular, yang bakal
mengganggu perjalanan. Setelah mendaki sekitar lima menit, Gua
Larenggam mulai terlihat. Di dalam gua suasana angker kembali terasa.
Tengkorak-tengkorak pasukan Raja Larenggam juga ada di dalam gua. Hanya
saja jumlahnya lebih banyak dari yang berada di mulut gua.

Menurut Yopie, tokoh masyarakat sekitar, dulu sebenarnya benda-benda
yang ada di dalam gua tidak hanya tengkorak dan tulang-belulang itu.
Beberapa harta benda peninggalan Belanda dulu berserakan di sekitar
gua. Harta benda seperti piring keramik, gelas yang terbuat dari
kuningan, dan beberapa piala itu lenyap entah ke mana. Benda-benda itu
hilang dicuri orang dan dijual ke penadah barang antik dengan harga
puluhan juta rupiah.

"Menurut yang saya dengar, sebuah piring keramik dengan ukuran yang
cukup besar laku dijual seharga empat puluh juta rupiah," katanya.
Kondisi itu yang disayangkan penduduk setempat. Pemerintah daerah
setempat tampaknya kurang memberikan perhatian terhadap tempat yang
bersejarah itu. Padahal, dengan melihat perjuangan Raja Larenggam dalam
menghalau penjajah Belanda, ia bisa dijuluki pahlawan bangsa.

Potensi Wisata
Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Talaud sebenarnya tidak hanya
Gua Larenggam itu. Daerah itu memiliki pesona alam laut yang indah.
Daerah ini cocok untuk dijadikan wisata laut.

Beberapa desa di Kabupaten Talaud, seperti Desa Gemeh dan Arangkaa,
dapat dijadikan objek wisata lingkungan. Suasana desa yang tenang
dengan penduduknya yang ramah menjadi objek wisata tersendiri. Apalagi,
wisata lingkungan atau yang dikenal sebagai ecotourism saat ini tengah
digandrungi wisat. Di sini wisatawan menikmati suasana lingkungan di
sekitar tempat wisata. Tempat wisata yang kerap dikunjungi biasanya
desa-desa. Wisatawan tinggal di rumah penduduk desa itu selama beberapa
hari untuk menikmati suasana desa.

Beberapa kebiasaan penduduk di Desa Gemeh dapat dijadikan atraksi bagi
wisatawan yang ingin menikmati wisata lingkungan itu. Salah satunya
adalah Hari Kapal. Pada Hari Kapal, penduduk setempat
berbondong-bondong pergi ke pantai yang ada di desa mereka. Mereka
menanti kedatangan kapal atau perahu yang datang dari kota untuk
membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Suasana pada Hari Kapal
itu mirip dengan suasana pasar tradisional.

Selain terjadi aksi jual-beli, pada hari kapal itu biasanya juga
menjadi ajang melepas rindu. Sebab, warga desa yang merantau jauh di
kota terkadang datang pula pada Hari Kapal. Keramahan penduduk Desa
Gemeh juga menjadi objek wisata yang menarik. Setiap tamu yang menginap
di sana pasti dianggap sebagai raja. Hidangan ikan bakar segar menjadi
menu favorit penduduk desa untuk tamu mereka.

Kendala Transportasi
Kendala utama bagi Kabupaten Talaud untuk mengembangkan daerah mereka,
terutama potensi wisatanya, adalah transportasi. Pembaruan yang
mengikuti rombongan tim lapangan PT Pasifik Satelit Nusantara (PT PSN)
harus menempuh perjalanan satu hari satu malam dari Manado ke Desa
Gemeh. Perjalanan panjang yang dilakukan tim lapangan PT PSN itu untuk
memasang sambungan telepon satelit sehingga masyarakat di Desa Gemeh
tidak lagi terisolasi dari dunia luar.

Dari Manado, kita harus menggunakan kapal kayu ke Ibu Kota Kabupaten
Talaud, Melonguane atau biasa disebut Kota Melong. Transportasi
penduduk antarpulau di wilayah ini memang hanya dilayani oleh kapal
motor kayu milik swasta dan dua kapal perintis. Sayangnya, kapal-kapal
itu hanya berlayar tiga kali seminggu dan sekali seminggu untuk
pelayaran kapal perintis. Itu pun kalau cuaca bagus dan laut tidak
berombak. Tarif kapal motor untuk sekali berangkat Rp 100 ribu.

Sebenarnya di Kota Melonguane terdapat sebuah bandara kecil. Jadwal
penerbangan dari Manado ke Melong dua kali seminggu. Tarif menggunakan
pesawat terbang itu Rp 300 ribu. Tapi, sekali lagi, jadwal penerbangan
sangat bergantung pada cuaca di sekitar Kabupaten Talaud. Kalau cuaca
buruk, bisa saja tidak ada penerbangan ke sana selama berminggu-minggu.

Dari Melonguane ke Desa Gemeh perjalanan dilanjutkan dengan menyewa
perahu motor. Perjalanan itu harus ditempuh selama kurang lebih empat
jam. Sebenarnya, kapal motor kayu dari Manado sering juga mampir di
Pulau Karakelong tapi jadwalnya tidak pasti, bergantung ada atau tidak
penumpang kapal yang memang mau ke sana. Kapal motor itu biasanya
berlabuh di kota terbesar di Pulau Karakelong, yaitu Kota Beo. Dari Beo
menuju Gemeh perjalanan dilanjutkan dengan menyewa sepeda motor. Lama
perjalanan sekitar dua jam.

Tapi, jalur ini untuk sementara sebaiknya dikesampingkan dulu.
Pasalnya, di tengah perjalanan, jembatan yang menghubungi Beo dan
Essang, roboh. Padahal, dari Essang ke Gemeh tinggal satu jam
perjalanan lagi.

Yang jelas, keindahan alam di Pulau Karakelong merupakan potensi wisata
yang bisa digali lebih dalam lagi. Kabupaten Talaud yang baru beberapa
tahun berdiri sendiri (tadinya menjadi satu dengan Kepulauan Sangihe
dengan nama Kabupaten Sangihe-Talaud) dapat menjadikan sektor
pariwisata sebagai sumber pemasukan bagi pembangunan wilayah mereka.

PEMBARUAN/ASNI OVIER DP
Last modified: 24/12/04
SUARA PEMBARUAN DAILY

udintin...@gmail.com

unread,
Jul 22, 2018, 6:21:20 PM7/22/18
to
jng sembarng memasukansejarah gawe,yg mdngalami sejarah itu akan marah jika sembarab
0 new messages