Sudah dapat info, merk di apotik RS Kanker Dharmais itu Vip-Abumin, sya browes di internet....... eeeeh buatan Malang: Neighbourhood NA 12A, Sawojajar Malang. Satu box isi 30 kapsul @ 500g harganya 165rb.......walah-walah mahel..... Satu kilo ikan gabus di pasar 50rb.... bisa untuk seminggu..... dimasak sendiri puas....yakin kalau memang dari ikan gabus beneran. Memang di internet ada tertulis "Sari Ikan Kutuk/Gabus" Capsule fish albumin. Seperti biasanya obat tradisionil.....gunanya panacea kabeh penyakit iso......he....he....he..... Ini copy dari internet: Vip-Albumin merupakan kapsul hasil ekstrak ikan air tawar sebagai sumber protein albumin bagi masyarakat. Dimana kapsul albumin ini adalah salah satu alternatif sumber protein albumin dalam mengatasi masalah gizi kurang di Indonesia dengan harga relative terjangkau oleh masyarakat. Kapsul ini mengandung albumin, asam amino serta mineral yang berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid kapiler dan meningkatkan kekebalan tubuh secara alamiah. Penurunan kadar albumin (hipoalbumin) sering disertai dengan pembengkakan (edema), ditemukan pada pasien kritis, luka bakar, post operatif, preclampsia, yang ditemukan pada ibu hamil maupun penyakit kronis (hati, ginjal, paru-paru dan kencing manis/luka dekubitus, maupun ODHA). Kesemuanya itu terkait dengan penurunan daya tahan tubuh, infeksi, dan proses penyembuhan yang lama. Pasien dengan hipoalbuminemia mempunyai resiko 2,5 kali lebih tinggi terjadinya infeksi dan 8 kali lebih lama rawat inap di rumah sakit. Berdasarkan hasil uji klinik, kapsul ini dapat digunakan sebagai protein alternatif sumber albumin untuk mengatasi hal di atas. --- On Sat, 7/7/12, sudarson...@yahoo.com <sudarson...@yahoo.com> wrote: |
Wong sudah dibilang....perlu upaya mengumpulkan jumlah eficacy yang banyak.... (ini strategi nasionalnya ya)..... dari banyak fasilitas kesehatan......jangan cuma menghitung yang minum suplemennya..... tetapi hasilnya yang penting berapa dan kasus apa dengan tingkat kesembuhan kayak apa....... Terus nanti kalau sudah banyak terkumpul...... baru jadi evidence...... nah baru bisa jadi justifikasi untuk melakukan uji klinik dengan desain RCT...... gitu koq masih ngasih tanda tanya berulang. Dalam pelacakan vip-albumin ini kan Dharmais dan Syaiful Anwar (dari dulu Syaiful ini nempel dengan Sulun... nama Pangdam Brawijaya nya) sudah melakukan... mungkin ada RS lainnnya..... Saya pikir ini lho ciri khas mind set Unair turun temurun itu.... kalau sejawatnya itu punya upaya..... temennya ngantem rame-rame..... jadi idenya itu nggak bisa jadi guede...... (dibanding milleu universitas lain itu sejawatnya yang senior saling mendukung yang yunior kalau ada ide berkembang)...... mulo Unair itu memang ono jin-e di level lokal....sing menghambat kemajuan ke tingkat Nasional... walaupun ada kekuatan di level individu di lapangan itu memang pada libero ya.... namun pada level tim itu lebih ada hambatannya. Lha wong pasiene jelas-jelas hemiplegi....... dirawat bojone (wong Balitbangkes) ambik tekun...... diikuti dengan kasat mata di depan banyak orang ..... 4 bulan balik.......... saik iki nyetir dewe di tengah traffic jam Jakarta setiap hari antar jemput isterinya..... sing wong waras wae mengerikan capeknya...... itu bisa lho.... koq masih nanya jangan-jangan gak sakit!......... --- On Sun, 7/8/12, dr. Poernomo Budi Setiawan <peb...@sby.centrin.net.id> wrote: |
Sori ya.... memang Jadaru pernah nanya alamat saya... jebul mau ngirim undangan toh... tetapi di tengah issu ponakannya yang nikah..... jadi miss-interpretasi. Tetapi tadi malam memang saya sendirian di rumah.... anggota keluarga saya pada dinas luar. Itu peran koordinator (personal liaison) reunian ke China harus ada yang oper otomattis dong..... lagi kenceng-kencengnya nih urusannya.......... Sehari kemarin itu ternyata membuka wawasan masking saya ya. Albumin (saya baru tahu memang asal-muasal istilah generiknya ini) gabus itu diclaim leaflet perusahaannya dengan panacea..... saya paling anti dengan sikap obat tradisional dan alternatif gini ini. Tatapi koq kasusnya Darsono dan Sugijanto itu albumin memang broad spectrum ya aplikasinya di profesi. Tepatnya kan bisa dilihat dicatatan medisnya. Setahu info yang saya punya, ada dua kasus selected pembanding pada pasien spesialis. 1) Mantan CVA bleeding bawaan lahir dengan terapi medis sembuh total bagus...... tetapi masih ada disabilitas. Tiba-tiba itu emosinya drop terus sedih..... jadi tampak oleh teman-temannya dan pada care melindungi. Saya juga bisa menangkap secara insight dari jagat maya kalau ada drop status otaknya.... saya langsung care. Ya saya tahu gini ini kan yang bersangkutan cerita sendiri kalau kontak darat. Kasus kedua pasca trombotik stroke sudah sembuh total...Tahes.... bahagia. Tetapi yang bersangkutan cerita sendiri kalau pasca operasi katarak.... tidak bisa kembali viewnya itu gak terang. Kesimpulannya itu masih ada anomali central (prae N VII ya) ingat saya. Terus pikirannya itu dari Journal minded pingin stem cell terapi. Terkadang memang ada emosi yang down.... jadi saya jaga betul dengan hati-hati... care..... Nah kasus pasca trombotik stroke kasus saya yang semakin Tahes post terapi albumin segar ikan gabus + alovera itu bisa drive mobil sendiri dari merot-merot ya tahulah hemiplegi itu gimana fisik kesehariannya. Dia tidak cerita apa ada disabilitas sequelae dan saya belum tanya, koyokne gak ono keluhan. Ketiga kasus selected ini akuratnya kan bisa dilihat dari catatan medis. Saya yang tidak tanya catatan medisnya, cuma dengar ceritanya dengan baik.... terus cerita. Kalau desain penelitiannya itu pre dan post, maka itu kan kasus yang minum albumin ikan gabus versus kasus yang tidak minum albumin ikan gabus... sama-sama diterapi medis dan sama-sama sembuh total. Seandainya dua kasus yang belum minum albumin ikan gabus tadi mulai mau minum suplemen (bukan bersifat terapi saat ini karena belum ada journalnya jadi tidak etis) .... apabila gejala down status otaknya membaik dan hilang itu view visionnya kembali terang.... ya itu kan indikator memang ada proses regenerasi sel otak.... yang menurut saya itu tidak mungkin. Peluang untuk efek selected case kan jelas. Nah kalau kasusnya Darsono dan Sugijanto itu saya tidak bisa melacak regenerasinya pada apanya yang beda. Kalau ada argumen seperti di atas... ya kontra argumennya yang rasional juga lah ....setaraf pemikirannya..... biar menjadi landasan pemikiran lebih lanjut. Jangan terjadi simplifikasi.... yang tidak bisa menyumbangkan landasan pengkayaan pemikiran. Albumin ikan gabus ini kan berangkatnya dari folklore terus diupayakan saintifikasinya dengan tahapan yang sudah saya sebutkan di imil sebelumnya. Dokternya kan terbatas waktu meyakinkan pasiennya untuk nyari dan nderes albumin ikan gabus sendiri. Jadi resep Albumina atau Vip-Albumin itu kan memang praktis. Harganya rek...... 195rb/30kapsul@500g. (memang ini takaran terapi ya). Kalau masak sendiri kan yakin memang albumin kan gabus. Cuma koq dipanasi lama opo gak rusak itu rantai protein asam aminonya. Dari tataran pemikiran individual dokternya itu kan berpikir level mikro. Terus diskusi ini kan membenttuk resultante pemikiran tim.... itu berpikir level macho yang untuk mind set level UNAIR perlu didorong. Nah kalau mengggabungkan pemikiran RS Pusat Dharmais, RSUD Syaiful Anwar dan RS lainnya itu kan pemikiran level meso.... Nah nanti proses akhirnya maju dan diijinkan melakukan uji klinik, terus dijpournalkan dan menjadi etis terapinya.... itu kan berpikir level makro..... Gitu lhoh ceritanya.... Rudet ya........! Ya memang hidup sekarang ini kompleks rudet tidak sederhana seperti jaman kita kuliah di propadeus dulu.... ya mind setnya harus menyesuaikan dengan selera global toh???? Terima kasih atas kolaborasi dan sharing pengalaman kearifan lokalnya. Nah mestinya alfk73 itu bisa menyumbangkan level pemikiran begini ini lah di milisnya untuk kesejahteraan manusia universal. Anyway..... sopo sing iso ngganti perane Jadaru....he....he....he..... ojo pura-pura gak denger lah...... he....he....he...... --- On Sun, 7/8/12, Waldi Nurhamzah <wal...@cbn.net.id> wrote: |
|
Masukan cak Sigit_wealth ini perlu diberi apresiasi dan dikembangkan. Kalau saya pernah cerita selama sekolah saya dikenalkanNya "nyawa putus nyambung putus nyambung ilmu kanuragan belut mrucut" itu memang ada. Sejawat kita yang kerja di Kaltim percaya bahwa ilmu orang Dayak itu apabila membunuh harus sadis, isi perut dipisahkan dari tubuh korban, karena kalau bagian tubuh disatukan, si korban hidup kembali. Ilmu itu tampak ketika korban luka bacok dijahit........ belum juga selesai itu hechting....lukanya nyambung kembali seperti tidak berbekas dalam waktu singkat di depan mata tenaga kesehatannya. UU Kesehaataan 36/2009 mendefinisikan sehat itu ada komponen spiritual, perlu dikembangkan apa maksudnya. Pasien hemiplegi bisa blik berfungsi seperti ada regenerasi sel otak yang muskil itu, sepertinya hal itu bisa terjadi karena ada keinginan kuat dari diri pasien dimaksud untuk bisa sembuh seperti sedia kala. Jadi harus ada komponen spiritual. Analog dengan ini kayaknya seperti apa yang kita kenal dengan psikis pasien ....."baru ketemu dokternya aja sudah sembuh tanpa minum obat." Kembali ke awal issue albumin ikan gabus......Prof Sabil ingin mencoba suplemen dimaksud...... tentu kita apresiasi sisi spiritualnya harus ada, yatu keinginan kuat untuk minta sembuh, dengan menghidupkan mekanisme regenerasi sel otak yang tidak mungkin itu. Namun hal itu hanya bisa dilakukan berdasarkan kemauan Prof Sabil sendiri karena belum ada journalnya, sehingga orang lain tidak bisa menerapi tetapi hanya menganjurkan. Eficacy cara itu ditunggu beritanya sebagai sumbangan evidence untuk scientifikasi albumin ikan gabus menuju uji klinik yang etis. Saya pikir ini koq seperti desin cross over.... setelah terapi medis murni dijalankan...... istirahat sejenak.... baru mulai proses terapi baru lainnya dan dilihat eficacynya....... wah...untuk ini teman-teman kan sudah lebih paham lah........... Cuma yang baru adalah sisi spiritual seperti disitir cak Sigit_wealth. Albumin ikan gabus segar yang dijual di RS Sjaiful Anwar kata adik saya amis dan hambar nggak enak..... Ya itu kan plain....... bergantung konsumennya apakah ada risiko penyakit yang pantang diet tertentu. Kalau tensinya normal ya dikasih garam biar gurih. Kalau menghilangkan amis kan bisa dikasih jahe, daun jeruk purut, diperesin jeruk nipis, asem jawa asem kandis, nanas muda, pencit mangga muda, dikasih bawang putih, sereh, Kalau pingin dosis terapi yang benar ya itu tadi beli 165rb untuk pembelian >25 box per 30 kapsul@500g. Tetapi untuk suplemen ini saya malah belu dapat info eficacynya seperti apa. Yang pernah saya dengar dan lihat kan bikin albumin ikan gabus sendiri. --- On Mon, 7/9/12, sigit_...@yahoo.co.id <sigit_...@yahoo.co.id> wrote:
|
|
Weee....we.....we..... hati-hati. Beternak ikan gabus itu belum bisa... karena makannya ikan hidup, predator tuh. Harus liar. Dia itu sifatnya lompat tinggi dari kolam, terus jalan pakai sirip depannya....ilang. Tahunya dari mana...... ya nanya berguru dulu dari peternak ikan lah. Hati-hati dengan hibah penelitian dari negara adidaya mumpuni teknologi, dari barier yang saya hadapi (pengalaman primer nih) manual penelitiannya ambil sampel 5ml darah vena di Lombok (endemis Hepatitis), disimpan freeze sampai sekarang mlangkrak, dan hanya 20% jumlah sampel (baru dapat 44rb stop donorshipnya) dari rencana 80rb. Karena apa, sampel darahnya mau dibawa ke negara asal donor G to G berkedok research demi kepentingan manusia universal dilarang oleh Balitbangkes karena UU melarang pengiriman sampel jaringan tubuh ke luar negeri. Kayaknya sih mau dipotong genetiknya sebagai bahan pembuatan vaksin rekayasa geneik. Orang negara adidaya berjuang ngotot kalau cara itu sebagai hasil research dan bebas minta ijin negara asal sampel jaringan, bebas membagi deviden, dan bebas mengkomersialkan kepaa negara asalnya (disuruh beli mahal, juga bagi negara miskin). Saya kagum dengan orang Indonesia yang memotong habis di tingkat dunia cara moral hazard negara kapitalis macam ini.dan berhasil tuh perjuangan orang-orang Indonesia militan Bonek gini ini. Pemikir ahli orang Indonesia maca gitu itu pastilah punya spiritual lebih untuk bisa melawan kekuatan dunia yang unjustice. Jadi vaksin Hepatitis made in Biofarma pernah nyaris disikut dari pasaran dunia. Upaya itu tidak bisa langsung berhasil ya. Contohnya Kolonel Saunders Kentucky Freed Chicken itu menjual lisensi dengan menarik fee franchise setelah 1.500 counter penjual ayam goreng menolak, baru satu berhasil mau kerja sama. Dan itu permainan kata-katanya menjadi gini: Setelah mengalami 1.500 kali belum berhasil....barulah sekali berhasil dan bisa merambah menjadi counter penjualan mendunia. Alfa Edison juga gitu kata-katanya dalam membuat bola lampu. Saya pikir dalam upaya terapi muskil albumin ikan gabus (saya baru paham istilah albumin itu kemarin) akan ada 1.500 orang yang skeptis menyangsikan dan menolak langsung..... dan baru satu akan berhasil mengobati diri sendiri........ Apa pedulinya komentar 1.500 orang lain yang tidak merasakan betapa syukur atas nikmat Allah SWT yang maha besar itu? Upayanya akan buesar jalannya, yang hasilnya akan dianggap orang lain sebagai instan...... apa artinya anggapan orang, kan yang penting diri orang yang sakit itu sembuh kembali holistiknya. Cobalah dicermati....dipelajari.... dari argumen per argumen orang yang mengalami itu diperkaya substansinya..... kalaupun ada argumen kontra ya yang kuat lah landasan kontra-argumennya. Kenapa USA aja mendonor serum mimimintuno kepiting tapal kuda untuk alternatif resistensi antibiotika yang mengerikan....dan bisa...... namun ada 1.500 orang di Indonesia akan menentang penggunaan albumin ikan gabus untuk mensejahterakan manusia universal yang menderita? Apa bedanya ini? --- On Mon, 7/9/12, poernomo boedi setiawan <peb...@sby.centrin.net.id> wrote: |
Wah....itu dipikir Kemenkes.... motornya itu guru besar bioethik yang diberi kewenangan untuk menjaga pelanggaran etika di Indonesia dan di dunia.... beliau yang tanda tangan ijin penelitian saya setelah menghadapi barier moral hazard. (Lulusku 12 semester itu ya ada pelambatan dari sisi ini). Jadi saya mempelajari jalan pikir beliau. Memang pemikirannya itu bahasa bukan manusia...... nggak normal kayak manusia kebanyakan..... dan melibatkan banyak pakar untuk berpikir. Masuklah ke dewan pakar ini....jadi terpajan dengan cara berikir lintas ilmu.... berpikir bahas bahasa bukan manusia ...he...he....he.... (Mulo Yoyok dan Ubed pura-pura gak mudeng.... karena memang bahasanya bukan manusia....wajarlah durung mudeng). Tetapi di diskusi mereka itu argumen ya ditentang dengan kontra argumen yang bolehlah dipandang...... karena ekspresi tiap argumen itu kan dinilai orang lain di berbagai tingkat dari orang awam sampai pakar.. |
--- On Mon, 7/9/12, poernomo boedi setiawan <peb...@sby.centrin.net.id> wrote: |
by Iwan Syahril on Saturday, July 7, 2012 at 1:13am ·
Sumber: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_Perkara%20No.5.PUU.X.2012,%20tgl%2015%20MEI%202012.pdf
Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis, para hadirin yang berbahagia. Pertama-tama saya ucapkan puji syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada Yang Mulia Ketua Majelis yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan kesaksian di dalam rangka Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat (3).
Kesaksian ini akan mendasarkan pada apa yang saya lihat, saya ketahui, saya saksikan, dan rasakan sewaktu menjadi Ketua Komite SMA 70 periode 2009 - 2011, serta sebagai orang tua siswa SMA 70 RSBI, dan SMA 6 non-RSBI tentang praktik rintisan sekolah bertaraf internasional di sekolah tersebut.
Ketua Majelis Yang Mulia, SMA 70 adalah sekolah unggulan, terletak di kawasan Kebayoran Baru berdekatan dengan SMA 6, kedua- duanya adalah sekolah unggulan. Yang salah di dalam masalah RSBI itu, sekolah unggulan ditempelkan RSBI. Seperti SMA 70, kemudian menimbulkan berbagai permasalahan dalam praktik.
Adapun permasalahan yang ditimbulkan sbb:
1. Permasalahan pemerataan pendidikan
Pendidikan di Indonesia sejatinya adalah untuk semua (education for all). Oleh karena itu harus bisa diikuti oleh seluruh bangsa Indonesia , murah dan berkualitas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi dalam implementasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, tidak mewujudkan adanya unsur pemerataan pendidikan.
Pertama. Dari segi nama, Sekolah Bertaraf Internasional. Orang miskin itu ada budaya rendah diri, dengan nama internasional itu sendiri orang enggak mau masuk, enggak mau masuk. Jadi artinya ini memang nama internasional itu menimbulkan persoalan. Seperti yang saya katakan tadi, sekolah yang sudah unggulan, sudah baik ditempelkan itu. Jadi akhirnya apa? Tidak menghasilkan yang namanya pemerataan pendidikan.
Kedua. Dari aspek pembayaran yang disebut Sumbangan Peserta Didik Baru (SPDB), sebelumnya disebutkan adalah iuran peserta didik baru, kemudian sumbangan rutin bulanan, anak-anak miskin mustahil bisa bersekolah di sekolah RSBI. Saya sendiri ketika anak saya sekolah di situ, di RSBI, saya harus mencicil. Saya pernah anggota DPR walaupun tidak lama, saya dosen, saya doktor, saya harus melakukannya seperti itu, apalagi orang-orang miskin.
Sebagai contoh di sini kelas regular. Sumbangan peserta didik baru di SMA 70 yang saya saksikan dan saya lihat itu adalah Rp11.200.000,00, menurut saya ini mahal. Saya mengajar di UIN Syarif Hidayatullah, itu tidak sebesar itu pembayarannya. Apalagi di UNAS juga sekolah swasta, tidak sebesar itu. Ini sekolah negeri yang dibiayai oleh pemerintah, dibiayai oleh Pemerintah DKI yang sangat banyak uangnya, kenapa mahal seperti itu?
Kemudian sumbangan rutin bulanan Rp425.000,00, menurut saya ini juga mahal. Kelas CB akselerasi sumbangan peserta didik baru Rp11.200,00 ... Rp11.200.000,00. Kemudian sumbangan rutin bulanan Rp1.000.000,00. Kelas internasional tahun pertama pembayarannya Rp31.000.000,00. Kemudian tahun kedua pembayarannya Rp24.000.000,00. Tahun ketiga pembayarannya Rp18.000.000,00. Besarnya jumlah pembayaran pada sekolah RSBI merupakan bukti bahwa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional telah menjadi sarana komersialisasi pendidikan. Padahal SMA 70 dan sekolah-sekolah pemerintah yang berlabel RSBI sudah mendapat pembiayaan besar dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Ketua dan Anggota Majelis yang saya muliakan.
2. Permasalahan keadilan dalam pendidikan
Pendidikan seharusnya mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia , sesuai sila kelima Pancasila. Sekolah pemerintah yang mengemban amanat mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak boleh ada kastanisasi, diskriminasi, dan ketidakadilan, akan tetapi RSBI telah menciptakan ketidakadilan.
a) Ketidakadilan antara siswa yang kaya dan yang miskin.
Sebagaimana dikemukakan di atas, hanya mereka yang kaya yang bisa memasuki pendidi ... memasuki pendidikan RSBI yang sangat mahal dibanding sekolah non-RSBI. Sebagai perbandingan SMA 6, kebetulan anak saya sekolah di situ, istri saya juga sekolah di situ. Sekarang ini peserta didik baru Rp5.900.000,00, bandingkan dengan Rp11.200.000,00 tadi.
b) Ketidakadilan antarkepala sekolah dan guru-guru PNS di sekolah berlabel RSBI dan non-RSBI. Sebagai gambaran besaran ... besaran gaji guru PNS dan karyawan PNS sesuai peraturan pemerintah yang menggunakan anggaran APBN dan APBD bahwa penghasilan seorang guru, gaji pokok sekitar Rp4.000.000,00, tunjangan kinerja daerah Rp3.500.000,00, tunjangan remunerasi Rp2.500.000,00, sertifikasi Rp3.000.000,00.
Dengan adanya RSBI, maka orang tua siswa melalui komite harus membayar lagi honor kepala sekolah, guru-guru PNS, dan karyawan PNS. Setiap pertengahan bulan di tempat saya pernah menjadi ketua komite, harus membayar tunjangan dan hari raya, padahal tidak ada dasar hukumnya. Katanya kesepakatan antara komite dan sekolah, ini bentuk lain dari kastanisasi pendidikan. Sebagai gambaran, Kepala Sekolah SMA 70 menerima honor dari komite. Kelas reguler sebelumnya ada yang memberitahukan pada saya, ketika kita memutuskan ... komite memutuskan Rp20.000.000,00 per bulan tambahannya. Kemudian utusan datang ke rumah saya sebelumnya sampai Rp34.000.000,00 per bulan. Kemudian kelas Internasional, ini laporan dari orang tua pada saya, juga menerima kepala sekolah itu Rp5.000.000,00, kemudian dari kelas CB juga menerima Rp5.000.000,00 per bulan.
c) Ketidakadilan antarsekolah. Sama-sama sekolah pemerintah, segala kebutuhan pembiayaan ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan APBD, seperti pembangunan gedung sekolah, renovasi, biaya telepon, listrik, ATK, tetapi RSBI mendapat Rp500.000.000,00 per tahun, katanya sudah turun sebagiannya, kemudian bantuan operasional pendidikan (BOP) Rp75.000,00 per siswa, dan biaya ... dan bisa memungut biaya yang sangat mahal dari orang tua.
d) Ketidakadilan ... dengan orang tua siswa. RSBI adalah program pemerintah, tetapi yang menanggung biaya RSBI dan sangat mahal adalah orang tua siswa, masyarakat sebagai gambaran. Total anggaran pendapatan dan belanja sekolah SMA 70 sekitar Rp15 miliar, sebanyak Rp10,3 miliar bersumber dari orang tua, pemerintah menanggung biaya Rp 4,7 miliar. Ini tidak adil dengan kualitas RSBI seperti yang saya gambarkan tadi, serta pengelolaan keuangan yang jauh dari standar internasional.
3. Permasalahan kualitas pendidikan
untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas internasional tidak harus menggunakan nama Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional. Menggunakan nama RSBI dan SBI pada sekolah-sekolah pemerintah telah menyesatkan masyarakat. Realitas menunjukan bahwa RSBY tidak berkorelasi dengan peningkatan kualitas di sekolah. Kalau barometer untuk mengukur berkualitas tidaknya sekolah, dari Ujian Nasional dan ujian seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri, maka SMA Negeri berlabel RSBI belum terbukti lebih berkualitas dibanding sekolah non-RSBI.
Bukti pertama, tingkat kelulusan tertinggi SMA di DKI Jakarta Tahun 2011 adalah pertama SMA Santa Ursula Lapangan Banteng. Kedua, SMA Kristen 1 BPK Penabur. Ketiga, SMA Labschool Kebayoran, ketiganya adalah sekolah swasta.
Bukti kedua, kelas internasional di SMA 70 Tahun 2010 pernah dua siswa tidak lulus ujian nasional gelombang pertama.
Bukti ketiga, hampir 100% siswa SMA 70 sesudah naik kelas, kelas 13 ikut bimbingan belajar di luar sekolah, bahkan ada yang sudah masuk bimbingan belajar mulai dari kelas XI. Logikanya kalau tujuan RSBI untuk meningkatkan kualitas supaya melebihi standar nasional, maka seharusnya siswa-siswi tidak perlu ikut bimbingan belajar. Akan tetapi, kita bisa bayangkan berapa orang yang lulus kalau tidak ikut bimbingan belajar. Jadi orang tua sudah membayar mahal, anaknya harus bimbingan belajar lagi.
Bukti ke empat, lebih menukik lagi bahwa untuk bisa masuk ITB, hampir tidak ada kaitannya dengan RSBI. Contohnya, anak saya sekolah di SMA 70 Bulungan ... SMA 6 Bulungan, Jakarta Selatan, sekolah non-RSBI. Bisa lulus ujian masuk ITB karena sejak naik kelas XI sudah ikut bimbingan belajar, dan makin dekat ujian nasional, dan ujian masuk ITB, makin intensif bimbelnya. Demikian juga anak saya yang sekolah di SMA 70, bisa diterima belajar di University Of Malaya karena memenuhi syarat, yaitu nilai ujian nasional di atas rata-rata 8 dan toeflnya mencapai 587. Itu dicapai karena sangat intensif ikut bimbingan belajar, serta kursus Bahasa Inggris sejak SD, SMP, dan SMA, jadi tidak ada kaitannya dengan RSBI.
Saya kemukakan hal itu untuk membantah kesaksian bahwa RSBI membuat sekolah lebih berkualitas dan bisa masuk di ITB dan Universitas terkemuka lainnya.
4. Permasalahan pengelolaan keuangan
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional sejatinya dalam pengelolaan keuangan harus berlandaskan transparansi dan akuntabilitas, akan tetapi yang dialami, dilihat, dan disaksikan di RSBI SMA 70 jauh panggang dari api.
Padahal sebagaimana dikemukakan di atas, mayoritas pembiayaan RSBI SMA 70 bersumber dari masyarakat atau orang tua, akan tetapi tidak ada transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan. Sejak proses pemilihan ketua komite tidak disajikan laporan pertanggung jawaban keuangan dengan berbagai alasan yang dibuat.
Di RSBI SMA 70 paling tidak terdapat lima penerimaan uang.
Pertama, melalui rekening Komite SMA 70 di Bank Mandiri untuk pembayaran SPDB dan RSB.
Kedua, menerima langsung uang dari orang tua atau siswa di loket sekolah, baik pembayaran SPDB maupun RSB.
Ketiga, penerimaan dan pengeluaran kelas internasional.
Keempat, penerimaan dan pengeluaran kelas CB.
Kelima, penerimaan dan pengeluaran dari pemerintah, seperti bantuan operasional pendidikan dan pembayaran listrik, telp, dan sebagianya.
Dari lima penampungan uang di SMA 70 yang diketahui dan bisa dikontrol oleh Komite SMA 70 hanya satu rekening di Bank Mandiri, yaitu dari kelas reguler. Selain itu pengurus komite sama sekali tidak mempunyai akses untuk mengetahui apalagi melakukan kontrol sesuai fungsi komite.
Oleh karena tidak ada transparansi dan akuntabilitas, maka melalui salah seorang orang tua siswa SMA 70 yang bekerja di BPKP DKI Jakarta, kami mohon bantuan untuk dilakukan audit investigasi. Hasilnya amat mengejutkan karena walaupun yang diaudit sangat terbatas, terdapat uang orang tua di rekening liar diduga rekening pribadi kepala sekolah sebesar Rp1,2 miliar yang tidak dicatat dan tidak tercatat dalam pembukuan sekolah ataupun komite.
BPKP mengatakan, “Ini hanya kesalahan administrasi.” Sementara komite berpendapat sebaliknya, ada indikasi tindak pidana korupsi, kalau tidak dilakukan audit, uang itu pasti hilang. Keinginan komite untuk membenahi keuangan sekolah yang mayoritas bersumber dari masyarakat, dilakukan dengan menyurat kepada kepala BPKP DKI supaya dilakukan audit investigasi dan dibuatkan tata kelola keuangan SMA 70 yang pasti berguna bagi RSBI lainnya. Meminta kepada kepala sekolah tidak boleh menerima langsung uang dari orang tua siswa dan sumbangan, tetapi semuanya harus melalui bank. Komite supaya mempunyai akses untuk mengontrol penerimaan dan penggunaan uang dari kelas internasional, kelas CB dan ... akan tetapi semuanya tidak diterima oleh kepala sekolah.
5. RSBI sekolah di atas sekolah
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4) tentang ... Bab 13 tentang Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Seharusnya biaya pendidikan di semua jenjang yang dilaksanakan oleh pemerintah murah dan berkualitas karena pembiayaannya sudah ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Akan tetapi di era reformasi ini pembayaran ... pembayaran itu justru mahal.
Ini contoh bahwa guru-guru itu menerima honor dari kepala ... dari komite. Terus kemudian itu contoh bahwa kepala sekolah menerima Rp20.000.000,00, juga tidak ada dasar hukumnya tapi kita harus membayarnya. Kemudian terus lagi contohnya, itu juga rekapitulasi. Sampai komite harus membayar penanggulangan tawuran. Jadi ... jadi semua dibayar oleh komite dan itulah sebabnya mengapa mahal.
Kemudian terus, Pak. Itu surat kepala sekolah karena ada yang mengatakan bahwa kepala sekolah tidak tahu menahu tentang pembayaran. Itu buktinya kepala sekolah menulis surat kepada orang tua supaya membayar untuk menerima rapor itu harus membayar tentang SPDB atau pun RSB.
Terus, Pak. SMA 70 Jakarta seperti yang saya sudah katakan, puluhan tahun sudah berdiri dan dikenal sebagai sekolah unggulan, sekolah favorit. Setelah ditetapkan sebagai RSBI tak ubahnya ada sekolah di atas sekolah. Kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, guru- guru dan karyawan PNS, sudah digaji negara. Adanya RSBI orang tua siswa melalui komite sekolah harus lagi menggaji mereka.
Begitu juga penyediaan fasilitas gedung, ruangan kelas, komputer, dan sebagainya, sudah ditanggung negara, orang tua harus lagi ikut menanggung. Alasan diadakannya RSBI untuk meningkatkan kualitas di atas standar nasional, kenyataannya tidak bisa dicapai karena guru-gurunya itu-itu juga, kurikulumnya tidak ada perubahan yang signifikan, dan budaya sekolah tidak berubah. Maka jangan heran kalau kualitas RSBI masih seperti yang dulu sebelum menjadi RSBI.
Yang beda ada layanan sertifikat internasional yang merujuk kepada Cambridge University, tetapi tidak berkaitan dengan peningkatan kualitas dan konsekuensinya harus membayar mahal karena memakai nama Cambridge dan mendapat sertifikat dan guru bahasa Inggris yang sudah tentu harus mengeluarkan devisa, padahal Saksi/Ahli dari Pemerintah menegaskan RSBI untuk menyetop keluarnya devisa.
Penutup
Alasan adanya RSBI untuk memberi layanan kepada anak-anak pintar sebenarnya tidak relevan karena sekolah yang berlabel RSBI dan NonRSBI sudah didikrikan kelas CB, kelas akselerasi. Mereka yang cerdas diarahkan masuk ke kelas itu dengan masa pendidikan yang dipercepat untuk jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA.
Akhirnya Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis yang saya muliakan. Saya bermohon semoga berkenan mempertimbangkan untuk mengakhiri RSBI karena dalam kenyataan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi dunia pendidikan, bagi bangsa dan negara yang kita cintai.
Terima kasih, wabillahitaufik wal hidayah assalamualaikum wr. wb.
Musni Umar
Mantan Ketua Komite Sekolah SMA 70 Jakarta 2009-2011
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
-----Original Message-----
From: "sudarson...@yahoo.com" <sudarson...@yahoo.com>
Sender: alf...@googlegroups.com
Date: Tue, 10 Jul 2012 06:27:09
To: <alf...@googlegroups.com>
Reply-To: alf...@googlegroups.com
Setelah saya ikuti diskusi RSBI tentu ditelisik apa maksud kang Ubed menyitir itu issue? Belum diperas esensinya. Yang lewat belum disebut adalah: Pada issue RSBI di MK itu jelas tidak ada manusia yang dut. Beda dengan sektor kesehatan, kalau ada yang dut sudah cilaka. Lha kalau itu sektor pendidikan gak bakal lah bikin dut manusianya.... ya bancakan terus menerus wong gak ketahuan. Paling bikin anak orang bodo....bukan anak sendiri..... apa pedulinya? Lha transparansi anggaran 10,3M dari Ortu dibanding 4,7M APBN-APBD kan gampang tinggal dikontrol level atasnya Kabupaten/Kota, dikontrol oleh Provinsi (bisa ke sekolah), dan Depdiknas ngontrol jajaran Provinsi.... apa susahnya (contoh level berpikir meso). Yang terjadi kan RSBI tetap ngotot hidup terus.... yo enak ngono....ngapain repot-repot dirubah. Jadi itu bancakan saling menjagakan rejeki di setiap jenjang (contoh berpikir level makro). Percuma itu Komite Sekolah menertibkan wong selintutane sekolah direstui bahkan diajari Dinas Pendidikan daerahnya. Percuma guru menertibkan Kepseknya wong itu dinosaurus koq. Lha kalau Komite Sekolah minta masukan dan dukungan Ortu.... ya percuma wong anake ndik kono podo wedi kena tumbal...... Carane piye?..... yo dipenggali aja itu orang-orrangnya..... ganti generasi mudanya...... ha....ha.....ha...... By the way kang Ubd.... apa konklusi issue RSBI yang terlontar ini? Kalau imil saya resume kesaksian pakar kesehatan di MK untuk rokok kan jelas.. bahwa Kemenkes saat ini berdiri sendiri dikeroyok semua pihak karena dibiayai perusahaan rokok (rangking pertama) yang bisa bikin orang kaya. Bahkan RI Satu aja dimusuhi PB IDI karena ketahuan ada diseberangnya sektor kesehatan. Terus apa di RSBI? --- On Tue, 7/10/12, Ubaidillah Junaidi <ubedj...@gmail.com> wrote: |