http://daerah.sindonews.com/read/1038115/174/kabut-asap-di-bukittinggi-makin-pekat-1440752924
-- Makngah
Sjamsir Sjarif
http://warta-andalas.com/kategori-55-sawahlunto.html
-- Makngah
worldanz.com
in Headline, Padang Panjang, Sumbar 2 hari ago
PADANG PANJANG -Kabut asap yang menyelimuti Kota Padang Panjang mencapai puncaknya, Sabtu (19/9) ini. Jarak pandang semakin dekat (tak sampai 100 meter), bau asapnya menyengat hidung.
Kondisi tersebut memaksa Dinas Pendidikan setempat kembali meliburkan sekolah. Karena, kabut asap itu sudah berbahaya bagi kesehatan.
“Ini kali kedua kita meliburkan sekolah. Hari ini kondisi kabut asap jauh lebih pekat, kita harapkan anak-anak tidak keluar rumah,” harap Kadis Pendidikan, Desmon.
Dengan kabut asap yang semakin pekat itu, warga yang harus tetap beraktifitas di luar rumah terpaksa memakai masker. Sayangnya, masker standar sulit didapatkan, karena stok di apotik banyak yang kosong.
“Terpaksa beli masker kain, meski kita ragu bisa mengamankan mulut dan hidung. Ya bagaimana lagi, hanya itu yang ada,” kata Rajab, seorang tukang ojek. (Jasriman)
http://jambi.tribunnews.com/2015/09/03/kabut-pekat-selimuti-siulak-suhupun-menusuk-tulang
in Dharmasraya, Headline 4 jam ago
PADANG – Status darurat asap di Kabupaten Dhamasraya berlanjut hingga hari ini, dan bisa diperpanjang jika kabut asap masih dinilai membahayakan kesehatan masyarakat.
“Sebelumnya, kita telah menyatakan status darurat asap selama 14 hari, terhitung Selasa (15/9) hingga Senin (28/9). Namun, karena kabut asap masih tebal, status kita perpanjang dua hari hingga hari ini,” kata Penjabat Bupati Dhamasraya, Syafrizal, Rabu (30/9).
Jika besok kabut asap tetap tidak menipis, maka ada kemungkinan status darurat asap itu kembali diperpanjang, sesuai kondisi.
“Perpanjangannya dilakukan setiap dua hari, tidak langsung 14 hari seperti penetapan status yang pertama. Kita tidak ingin ceroboh menetapkan status darurat dalam waktu lama, karena bisa saja dalam satu dua hari ini turun hujan dan kondisi membaik,” kata dia.
Jika kondisi membaik, maka status darurat itu akan segera dicabut. Konsekuensi dari status darurat asap itu menurut Syafrizal adalah liburnya sekolah di daerah itu hingga status dicabut.
“Kita memang tidak menginginkan masyarakat, terutama anak-anak terkena imbas negatif kabut asap ini, karena itu kita putuskan untuk meliburkan sekolah,” kata dia. (*/aci)
sumber:antara
in Headline, Payakumbuh 59 menit ago
PAYAKUMBUH – Pemko Payakumbuh kembali meliburkan pelajar mulai 1 hingga 3 Oktober, akibat kabut asap kian pekat mencemari udara.
Sekda Kota Payakumbuh Benni Warlis mengatakan, pelajar yang diliburkan itu adalah murid taman kanak-kanak hingga kelas III SD. Sementara kelas IV sampai tingkat SMA sekolah seperti biasa.
“Kebijakan meliburkan sebagian sekolah itu diputuskan melalui rapat koordinasi bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait,” katanya.
Rapat koordinasi yang dilaksanakan Rabu (30/9) tersebut diikuti oleh Asisten I Yoherman, Kepala Dinas Pendidikan Hasan Basri, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yufnani Awai, Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Syamsurial dan perwakilan dari dinas kesehatan.
Kepala KLH Syamsurial mengatakan, indeks standar pencemaran udara (Ispu) di kota tersebut masih di bawah 190 atau belum kategori berbahaya
“Kebijakan meliburkan pelajar untuk mengantisipasi terserang infeksi saluran pernapasan atas, terutama bagi anak-anak yang mudah terkena penyakit tersebut,” kata dia.(*/aci)
in Bukittinggi, Headline 2 menit ago
PADANG – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) GAW Kototabang, Kabupaten Agam, mengatakan kualitas udara Kota Bukittinggi dan sekitarnya tidak sehat akibat kabut asap akibat pembakaran lahan dan hutan di Sumatera .
“Kabut asap yang menyelimuti udara Kota Bukttinggi dan sekitarnya semakin pekat dan mulai menimbulkan gangguan berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat,” kata Kepala Stasiun BMKG GAW Kototabang Edison, Kamis (1/10).
Berdasarkan pantauan BMKG tersebut pada Kamis (1/10) pukul 10.00 WIB, kategori Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) sangat tidak sehat dengan PM10 mencapai 336 UG/m3.
“ISPU saat ini sangat tinggi, seharusnya untuk ISPU kategori sehat ialah dengan PM10 antara 1 sampai 50 UG/M3,” katanya.
Pemerintah diharapkan segera mengatasi kondisi ini sehingga tidak membuat warga semakin menderita.(*/aci)
in Headline, Solok Selatan, Sumbar 1 jam ago
PADANG ARO – Asap kebakaran hutan kiriman dari provinsi tetangga semakin menebal di Solok Selatan.
Kepala Dinas Pendidikan Solok Selatan Fidel Effendi, kepada Singgalang, Rabu (7/10) mengatakan, mulai besok seluruh aktivitas sekolah diliburkan.
“Asap sudah berbahaya bagi kesehatan kita terutama anak-anak. Atas keputusan Pj Bupati Erizal, seluruh sekolah di tiap tingkatan mulai PAUD, TK, sampai SMA diliburkan termasuk madrasah,” kata Fidel.
Sementara itu, Kadis Kesehatan Novirman, Sekretaris BPBD Sumardianto dan Kakan Lingkungan Hidup Solsel Hapison, mengatakan, bakal melakukan rembuk dengan Sekdakab Solsel Yulian Efi terkait semakin menebalnya asap akhir-akhir ini. Rembuk juga akan melibatkan Kadis Pendidikan Fidel Efendi.
Novirman mengakui, hasil pandangan mata, asap sudah mengkhawatirkan. “Dari hasil rembuk itu nanti, jika udara tiak sehat lagi kami akan membentuk posko kabut asap di setiap puskesmas dan RSUD,” katanya. Novirman juga akan meminta kesiagaan seluruh petugas kesehatan.
Hapison, menambahkan, kondisi asap saat ini dibanding dengan kondisi asap hasil uji labor Balai Kesehatan Laboratorium Provinsi Sumbar pada 9 september lalu mencapai 321 PM10 yaitu kategori tidak sehat. Asap sekarang cukup tebal dibanding dengan hasil uji labor dulu itu. Sedangkan Sumardianto, dari BPBD akan membagikan masker dan pemantauan lansung kondisi masyarakat.(afrizal a)
--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+...@googlegroups.com.Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
PEKANBARU - Kabut asap yang timbul akibat kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana paling menakutkan bagi warga Riau. Karena dampaknya sangat menyengsarakan mereka, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, juga pendidikan.
Sudah 18 tahun bencana kabut asap terjadi di Bumi Lancang Kuning -julukan provinsi Riau-. Setiap tahunnya bisa terjadi satu sampai dua kali periode kebakaran dan penanganan per periodenya bisa memakan waktu satu sampai dua bulan.
Lalu, mengapa bencana kebakaran hutan dan lahan terus terjadi, dan kenapa sampai saat ini tidak ada gambaran bahwa Riau akan merdeka dari kabut asap?
Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau menyebutkan bahwa permasalahan kebakaran hutan dan lahan tidak pernah selesai karena hal tersebut merupakan proyek besar tahunan pemerintah.
Di mana setiap tahun, ratusan miliar rupiah dihamburkan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Riau. Dana ratusan miliar yang bersumber dari APBN yang digelontorkan ke dana penanggulangan bencana disinyalir dikorupsi.
http://jakartaglobe.beritasatu.com/opinion/erik-meijaard-get-facts-right-indonesias-haze-problem/
I find it remarkable that after several decades of forest and peatland fires and associated haze problems, governmental and non-governmental organizations are still barking up the wrong tree in the fire and haze blaming game.
In a recent Jakarta Globe article, President Joko Widodo talks tough on fires and haze, blaming "disobedient plantation companies for setting the fires to clear land for planting." Similarly, the article quotes environmental activists who point to plantation companies for being the biggest cause of fires and haze.
Dear oh dear, does anyone ever read the studies about causes of forest fire and haze in Indonesia? Apparently not. Or maybe people do, but they prefer to ignore the facts and reiterate the more convenient fictions.
Small-scale farmers
So I say it again, just in case there is someone out there willing to listen. Studies of fire and haze in Kalimantan and Sumatra firmly point towards small-scale farmers and other under-the-radar, mid-scale land-owners, rather than large companies as the main cause of fires and haze.
A study published in August 2015 in the journal Environmental Research Letters clearly shows that on Sumatra 59 percent of fire emissions originate from outside timber and oil-palm concession boundaries. These non-concession-related fires generated 62 percent of smoke exposure in equatorial Southeast Asia (primarily Singapore and Malaysia).
In Kalimantan, non-concession fires play an even bigger role.
Fires outside concessions generated 73 percent of all emissions and 76
percent of smoke affecting equatorial Southeast Asia.
.......
Btw, upah jadi tukang baka lahan tu sekitar 750ribu perhektar tuk 3 urang.
Wassalam
fitr
DAMPAK KABUT ASAP
Supermarket Singapura tarik produk Indonesia
Rabu, 07 Oktober 2015
SINGAPURA. Jaringan supermarket terbesar Singapura NTUC FairPrice mengatakan, pihaknya akan menarik tisu toilet dan produk lain yang diproduksi oleh Asia Pulp & Paper dari rak mereka. Langkah ini dilakukan setelah perusahaan tersebut termasuk salah satu pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan di Indonesia.
Berdasarkan pernyataan resminya, NTUC FairPrice akan menarik seluruh produk kertas dari APP pada Rabu (7/10), pukul 17.00 waktu setempat menyusul adanya pelarangan sementara oleh Badan Lingkungan Singapura atas penggunaan sertifikat Green Label pada produk tersebut. Sejumlah produk yang akan ditarik antara lain Paseo, Nice, dan Jolly.
"Kami berinisiatif menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak terkait daftar produk yang berkontribusi menyebabkan asap yang disebut oleh pihak berwenang," jelas Seah Kian Peng, chief executive officer NTUC FairPrice.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup Singapura menjelaskan, pihaknya sudah mengirimkan pemberitahuan ke APP yang berbasis di Singapura mengenai kebijakan yang diambil anak usaha APP yang menyebabkan kebakaran hutan di Indonesia.
Pihak APP sendiri berjanji akan memberikan informasi yang dibutuhkan sekaligus mengundang pemerintah Singapura untuk melihat sendiri operasional perusahaan di Indonesia.
"Kami menanggapi masalah kebakaran hutan ini dengan sangat serius. Kami sudah bekerjasama dengan sejumlah suplier dan pemerintah untuk mengatasi kebakaran hutan di daerah operasional kami," demikian pernyataan APP.
Editor : Barratut Taqiyyah
Sumber : Bloomberg
in Headline, Internasional, Nasional 3 menit ago
KUALA LUMPUR – Malaysia akan mengirimkan sebuah pesawat amfibia Bombardier CL415MP ke Indonesia, untuk membantu operasi memadamkan kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap melintasi perbatasan termasuk di Malaysia dan Singapura sejak beberapa bulan lalu.
Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein mengatakan bantuan tersebut dikirimkan menyusul permintaan Presiden Joko Widodo kepada Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak.
“Presiden Indonesia telah meminta bantuan dari Perdana Menteri untuk memadamkan kebakaran di sekitar Palembang, Sumatera Selatan. Perdana Menteri juga telah memerintahkan saya untuk melaksanakan koordinasi bantuan,” kata Hishammuddin seperti dikutip berbagai media lokal di Kuala Lumpur, Jumat (9/10).
“Saya telah berkomunikasi dengan rekan sejawat di Indonesia, (Menhan)Ryamizard Ryacudu. Untuk saat ini, fokus bantuan yang diminta melibatkan sebuah pesawat yang mampu memadamkan kebakaran di kawasan yang luas,” katanya. (*/lek)
--
| Dari Haluan kito baco pulo: Kabut Asap, 20 Anak dan Bayi Terjangkit ISPA |
|
|
|
| "Sabtu, 10 Oktober 2015 02:26 |
|
BUKITTINGGI, HALUAN — Dampak udara yang tercemar akibat kabut asap dalam dua bulan terakhir mulai tampak. Sebanyak 20 anak dan bayi menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan menjalani perawatan di RS Ibnu Sina Bukittinggi. Kepala Ruangan Anak RS. Ibnu Sina Bukittinggi, Afrida Sri Hartini menyebutkan selama bencana kabut asap melanda Bukittinggi dan daerah lainnya tercatat sebanyak 20 anak-anak dan bayi dirawat di RS Ibnu Sina akibat menderita penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas). Terakhir ada bayi asal Pekanbaru, Riau yang diungsikan orang tuanya ke Payakumbuh dan Bukittinggi. Bayi Feyza Anzilni dirawat di RS Ibnu Sina Bukittinggi menyusul sakit pada saluran pernafasannya. Bayi yang masih berusia dua bulan itu sempat mendapat pasokan oksigen setelah mendapat gangguan bernafasan. Ayah bayi mungil itu, Hengky (36), menyebutkan anaknya lahir di salah satu rumah sakit di Pekanbaru, 14 Agustus 2015 lalu. Saat itu, kondisi Kota Pekanbaru sudah mulai diselimuti asap dan tergolong tidak sehat. Khawatir akan anaknya mengalami masalah karena kabut asap itu, Hengky berinisiatif mengungsikan Feyza ke rumah mertuanya di Payakumbuh. Kediaman orang tua istrinya ini, Hengky berharap anaknya bisa menghirup udara yang lebih sehat. “Kami sekeluarga sangat khawatir dengan kesehatan putri kami ini, selama di Pekanbaru ia menghirup udara tidak sehat. Satu minggu setelah istri saya melahirkan, kami sekeluarga memutuskan untuk mengungsi ke Payakumbuh di rumah mertua saya,” kata Hengky kepada Haluan di RS. Ibnu Sina Bukittinggi, Jumat (9/10). Hengky menjelaskan, selama berada di Payakumbuh kondisi kabut asap tidak jauh berbeda dengan di Pekanbaru, setiap hari bayinya selalu menghirup udara yang tidak sehat dan lama kelamaan daya tahan putrinya menurun. Akhirnya, Jumat (2/10) Feyza mulai menunjukkan gejala berbeda karena udara sehat yang ia butuhkan tak kunjung didapat. Ia mulai terserang sakit influenza, batuk, demam dan suhu tubuhnya naik turun. Melihat kondisi anak keduanya selalu menanggis kemudian ia membawa berobat ke salah satu klinik di Payakumbuh. Namun kondisi Feyza tidak mengalami kemajuan dan akhirnya sambil berobat jalan ia membawa Feyza ke Bukittinggi, di tempat orang tuanya untuk mengunggsi supaya terhindar dari kabut asap di Payakumbuh. Lagi-lagi, upaya Hengky tak berbuah manis. Di Bukittinggi kabut asap bukannya berkurang malah semakin bertambah dan akhirnya Feyza tidak tahan dengan keadaan itu. Ia mengalami sesak nafas hebat kata Hengky, sehingga setiap bernafas dadanya selalu berbunyi. Melihat kondisi tersebut Hengky Selasa (6/10) membawa putrinya ke RS Ibnu Sina Bukittinggi dan sampai hari ini (Jumat, red) Feyza masih menjalni perawatan di Ruangan Isolasi untuk memulihkan kondisinya. “Alhamdulillah keadaan putri saya sudah mulai agak membaik, selang oksigennya kemaren sudah dilepas,” ulasnya. Namun di sisi lain ia merasa khawatir dengan biaya pengobatan selama berada rumah sakit. Sebab bayinya tidak mempunyai kartu BPJS Kesehatan. Ia telah mencoba mendaftarkan bayinya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Sayang, kartu BPJS tersebut bisa dipergunakan, menurut pegawai Kantor BPJS Kesehatan kartu itu bisa dimanfaatkan setelah 14 hari mendaftar. Ia berharap sekiranya pemerintah bisa membantu biaya pengobatan putrinya, sebab selama dua bulan ini ia tidak bisa mencari nafkah karena usahanya berjualan di Pekanbaru sudah ia tutup karena tidak tahan dengan kabut asap yang melanda Pekanbaru. Sebelumnya di Padang, salah satunya murid di SD 01 Alang Laweh, Parlen Lorenzo harus dilarikan ke rumah Puskesmas Seberang Padang karena mengeluh sesak nafas saat beraktifitas di sekolahnya, Kamis (8/10). “Pukul 08.30 WIB, tiba-tiba Parlen datang ke gurunya dengan keluhan susah bernafas. Oleh guru, ia dibawa ke ruangan UKS. Nah di ruangan tersebut ada sekitar setengah jam, dan kami menduga kalau Parlen ini takutnya kena ISPA. Lalu kami putuskan untuk mambawa ke Puskesmas Seberang Padang untuk diperiksa lebih lanjut,” ungkap Kepala Sekolah SD 01 Ribosnita yang didampingi oleh guru yang membawa Parlen ke Puskesmas Yurma Yunidar saat ditemui media. Dikatakan juga, ternyata dugaan para guru terbukti saat Parlen dibawa ke puskesmas dan hasil pemeriksaan dokter menyatakan kalau siswa tersebut positif ISPA dan langsung dilakukan penindakan. Ribosnita juga mengaku, belum ada himbauan baik itu dari pemko maupun Dinas Pendidikan untuk meliburkan aktivitas di sekolah, makanya ia tidak berani mengambil kebijakan untuk meliburkan siswa. Disisi lain, para siswa juga sedang melaksanakan ujian tengah semester yang sudah berjalan dari Senin kemarin hingga Sabtu depan, namun disisi lain ia khawatir dengan kondisi kesehatan para siswa. “Kita hanya mengurangi aktivitas di luar ruangan saja, seperti olehraga, kultum, dan pramuka untuk sementara ditiadakan dulu atau kami adakan diruangan saja,” ulasnya. Kepala Dinas Kota Padang Dr Eka Lusti dalam wawancara dengan Haluan, menyebutkan, bayi dan anak-anak memang rentan diserang penyakit akibat kabut asap. Karenanya, perlu perhatian agar mereka bisa jauh dari jangkauan asap, seperti mengurangi aktifitas di luar rumah atau menggunakan masker saat di berada di luar. (h/mg-rin/ril)" |
Forest fires in Indonesia have resulted in a smoky haze that is blanketing the region and affecting neighbouring Malaysia and Singapore.
Both the haze and the controversy around it have intensified in recent years. But what causes it, and what makes it such a contentious issue?
Every year Indonesia sees agriculture fires in Riau province in East Sumatra, South Sumatra, and parts of Kalimantan on Indonesian Borneo.
Image copyright NASA EOSDIS Image caption Nasa satellite data shows multiple fires in mid-September 2015 in the eastern part of Sumatra island and the southern part of Kalimantan island of IndonesiaThe fires are said to be caused by corporations as well as small-scale farmers who use the illegal slash-and-burn method to clear vegetation for palm oil, pulp and paper plantations.
The fires often spin out of control and spread into protected forested areas.
The problem has accelerated in recent years as more land has been cleared for expanding plantations for the lucrative trade.
The burnt land also becomes drier, which makes it more likely to catch fire the next time there are slash-and-burn clearings.
The haze gets blown north and westwards across affected Indonesian provinces, as well as towards Malaysia and Singapore, causing a significant deterioration in air quality.
Image copyright AP Image caption The haze has blanketed many parts of Malaysia including the centre of government Putrajaya... Image copyright Reuters Image caption ...and the whole of Singapore, affecting key tourist attractions like Gardens by the BayIt can be a health hazard, and at its peak it has prompted school closures, flight cancellations and virtual shutdowns of towns and cities.
Singapore and Indonesia use the Pollutants Standards Index (PSI) to measure air quality, while Malaysia uses the similar Air Pollutants Index (API). On both indices, a reading that is above 100 is classified as unhealthy and anything above 300 is hazardous.
Indonesia recently declared a state of emergency in Riau province - one of its towns, Pekanbaru, saw a PSI reading of 984.
Malaysia declared a state of emergency in 2013, when a southern district saw readings of more than 750 API.
Besides irritating the respiratory tract and the eyes, pollutants in the haze can cause serious long-term damage to health.
Image copyright Reuters Image caption Face masks have become a common sight in the regionThe indices used to measure air quality in the region usually measure particulate matter (PM10), fine particulate matter (PM2.5), sulphur dioxide, carbon monoxide, nitrogen dioxide and ozone.
PM2.5 is considered the most dangerous as it can enter deeper into the lungs. It has been associated with causing respiratory illnesses and lung damage.
Image copyright Reuters Image caption Authorities in Singapore have encouraged residents to use special masks that can filter out PM2.5Indonesia has been dumping millions of litres of water in affected areas and has sent in the army to help firefighters put out the fires.
Indonesia and Malaysia have also conducted cloud-seeding to induce rain, while Singapore has pledged assistance to help put out fires.
Image copyright EPA Image caption Helicopters in Indonesia have been water bombing areas with firesIndonesia has for years promised to step up enforcement. Under President Joko Widodo, it has named 10 corporations as suspects, and said it is investigating more than 100 individuals.
In 2002, all 10 South East Asian countries signed an agreement to combat the issue through greater monitoring and encouragement of sustainable development, but efforts have been limited.
Indonesia has long struggled to police the vast rural expanse in Sumatra and Kalimantan.
Image copyright ReutersBut Indonesia and environment rights activists also say it is not entirely to blame, as some of the corporations accused of illegal burning have Malaysian and Singaporean investors.
Singapore in 2014 passed a set of laws that allow it to prosecute individuals and companies that contribute to the haze, but it remains unclear how this law could be enforced.
There have also been name-and-shame campaigns and calls to boycott the products of the companies said to be contributing to the haze.
Image copyright AFP Image caption Dousing out a peat fire is difficult as it can burn underground, and requires swamping the entire area with vast amounts of waterIn the meantime Indonesian authorities continue to struggle to put out the fires, many of which have flared up on flammable and dry peat-rich areas.
A peat fire is difficult to put out as it can burn underground for months, and requires a lot of water to extinguish. Fires can spread underground and spring up in other places later.
--
| Tangkapan Nelayan Kian Menyusut |
| Sabtu, 10 Oktober 2015 02:22 |
|
Sebagaimana diungkapkan Man, pada kondisi normal tangkapan ikan nelayan tradisional bisa mencapai 50-100kg sekali melaut. Jelas hasil sebanyak itu sangat menguntungkan. Namun kondisi kabut asap seperti sekarang, menyulitkan nelayan dalam mendeteksi perairan berikan banyak, sehingga hasil tangkapan menyusut drastis, hanya 10-20kg saja sekali melaut. “Itu pun sulit mendapatkannya. Modal melaut yang kami keluarkan sama, tapi hasil yang kami dapatkan tidak seberapa. Belum lagi kalau tersesat, hilang pedoman karena laut tertutup kabut, modal akan bertambah lagi, padahal ikan yang didapat segitu juga,” ucap Man lagi. Baik Man, Riko, Icil dan beberapa nelayan lain yang du duk -duduk di kedai kopi, mengaku tidak punya pilihan lain selain tetap melaut, meskipun sebenarnya kondisi tidak memungkinkan untuk menjalankannya. “Kalau tidak melaut, mau kerja apa lagi, kebutuhan rumah tangga tetap harus dibeli. Karena kabut ini, kami yang sudah susah malah bertambah susah. Pemerintah sepertinya santai saja soal kabut asap ini, tak dipikirkannya kehidupan rakyat kecil seperti kehidupan kami para nelayan,” lantang Icil. “Kalau di zaman presiden yang lama, kabut asap tak selama ini, kabarnya disewa kapal terbang Amerika untuk memadamkan api di hutan yang dibakar itu. Tapi, sekarang presidennya tidak tanggap,” sambung Riko, mengeluhkan kinerja Presiden Joko Widodo dalam mengatasi kabut asap. Nelayan Lupa Diberi Masker Selain membatasi jarak pandang, kabut asap karena pembakaran hutan di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan juga berdampak kepada kesehatan masyarakat Sumbar yang terkena sapuan kabut asap tersebut. Berdasarkan pengukuran Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di GAW Kototabang pada Kamis (8/10), kualitas udara di sebagian besar wilayah Sumbar masuk dalam kategori tidak sehat. Semestinya, saat nelayan terpaksa untuk tetap melaut di tengah kepungan kabut, masker adalah salah satu pelindung agar nelayan tidak menghirup langsung kabut asap yang dapat mengganggung kondisi kesehatan, terutama sekali melindungi diri dari kemungkinan terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). “Tidak ada kami yang pakai masker di tengah laut. Paling kalau ada yang menutup mulut, kami menggunakan baju yang terpasang di badan saja, dengan mengikatkannya di wajah,” kata Riko. Bukannya tak mampu membeli masker yang tak terlalu mahal, hanya saja, para nelayan mengaku tak sampai berfikir untuk membelinya karena merasa tak terlalu penting. Selain itu, di tengah kondisi tangkapan yang kian susut, uang sangatlah berarti untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Nelayan-nelayan di kedai kopi itu kemudian mengeluh, terkait aktifitas bagi-bagi masker yang sering dilakukan pemerintah, swasta, komunitas dan lembaga lainnya. Aktifitas bagi-bagi masker itu sering dilakukan di tengah kota, di jalan-jalan utama untuk pengendara sepeda motor yang kadang-kadang enggan memakainya. Sedangkan untuk nelayan, khususnya nelayan Benpur, belum ada yang sedia membagi masker secara gratis. “Aneh, apakah mereka lupa kalau di Padang ini ada nelayan, atau apakah mereka tak peduli. Apa salahnya kalau nelayan yang diberi masker gratis, kami lihat masker dibagi-bagi terus di tepi jalan, padahal banyak pengendara yang enggan memakainya. Kami ‘kan butuh juga,” jelas Riko lagi. Bukan perkara masker saja, nelayan tradisional selama ini memang selalu merasa terpinggirkan dari pikiran pemerintah. Mulai dari harga bahan bakar minyak (BBM) yang tak bersahabat bagi mereka, hingga perhatian pada kondisi kesehatan nelayan yang sangat-sangat rendah. “Boleh dikatakan, tidak ada perhatian yang kami dapatkan,” ujar Icil menutup pembicaraan. (*)
Laporan: |
Oknum Perwira Polri Beking Perambah Cagar Biosfer Siak
01 Apr 2014
Cagar Biosfer Bukit Siak, Jikalahari
Jakarta – Terbongkarnya keterlibatan oknum perwira Polisi yang terlibat dalam aksi perambahan Cagar Biosfer Giam Siak, Provinisi Riau, menurut Made Ali dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), pihaknya tidak kaget dengan informasi tersebut. “Sudah 7 hingga 10 tahun yang lalu kami teriak-teriak lapor ke Polda Riau terkait masalah ini. Jadi bukan hal yang spesial,” ujar Made kepada REQusitoire, Jumat (29/3).
“Kenapa pas menjelang Pemilu baru diungkap kembali kasus ini? Kok jadi seperti pahlawan kesiangan?” imbuhnya.
Menurutnya, hampir semua kasus yang dilaporkan Jikalahari berhenti di tengah jalan. “SP3 seluruh kasusnya.”
Kasus yang terjadi pada 2007-2010 menurut Made melibatkan perusahaan besar di Indonesia.
Made pun meragukan keberanian Polda maupun Mabes Polri untuk membawa kasus ini sampai ke pengadilan. “Berani gak mereka? Jangan-jangan nanti di SP3 lagi,” tuturnya. Made mengatakan, jika kita berkunjung ke Cagar Biosfer Siak, masyarakat di sana sudah tahu lahan mana yang jadi milik aparat Polisi maupun TNI. “Coba ke sana. Masyarakat pasti tahu letak-letak lahan milik aparat,” jelasnya.
Sebelumnya, Komandan Satgas Pasukan Darat Operasi Darurat Asap Riau Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto mengungkapkan, sejumlah oknum perwira polisi terlibat dalam aksi perambahan Cagar Biosfer Giam Siak. Hal tersebut terbongkar dari keterangan Sersan Mayor Sudigdo yang ditangkap oleh satgas.
Sudigdo merupakan prajurit aktif TNI AD yang ditangkap karena menjadi “cukong” (pemodal) dalam aksi perambahan di cagar biosfer dan merupakan pemain lama yang pernah ditangkap pada tahun 2013.
Adanya oknum polisi yang sempat menjabat Kapolres Bengkalis menguasai lahan 600 hektare di kawasan tersebut. Oknum polisi tersebut akhirnya menyerahkan lahan tersebut ke Satgas untuk ditertibkan.
Sedangkan informasi yang beredar ada juga oknum bekas Kapolres Dumai menguasai 100 hektare lahan berupa kebun sawit di kawasan penyangga cagar biosfer.
Menurut Komisioner Kompolnas Hamidah Abdurrahman, keterlibatan oknum perwira Polisi yang membekingi perambahan hutan di Riau sebagai bukti penegakan hukum dalam kasus ini bersifat Alibaba. “Yang ditangkap kan selama ini cuma Ali saja, Babanya tidak pernah ditangkap. Ini sangat memprihatinkan,” ujarnya kepada REQuisitoire.
Kapolri pun diminta untuk bersikap tegas terhadap kelakuan oknum tersebut. “Sudah, jangan dibela dan dilindungi oknum itu. Jika masih dilindungi, patut diduga pula banyak pejabat Polda maupun Polri yang menerima setoran dari oknum tersebut. Ini sudah kejahatan terhadap negara. Dampaknya besar kepada masyarakat,” tegasnya.
Kompolnas sendiri mengaku akan mengklarifikasi ke Kapolri terkait kejadian ini. “Jangan sampai Polisi main mata dengan pengusaha,” tuturnya.
Sedikitnya ada 450 ton kayu ilegal dari pembalakan liar telah disita dalam operasi penertiban di kawasan konservasi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu.
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu sendiri terletak di Kabupaten Siak dan Bengkalis yang memiliki luas lebih dari 700.000 hektare. UNESCO pun mengancam akan mencabut status Cagar Biosfer tersebut.
Ketika ditanya hal ini, Karo Penmas Mabes Polri, Boy Rafli Amar mengatakan akan segera menyelidiki dugaan tersebut. “Kami akan selidiki kepastian dan kebenaran informasi tersebut,” ucapnya singkat.
Sementara itu, Kabag Humas Mabes Polri, Kombes Pol Agus Rianto mengatakan terkait kebakaran hutan, pihak Polda Riau sudah menangani 60 kasus. “Dari 60 kasus, 30 masih penyidikan, 12 sudah tahap 1, 10 sudah dinyatakan sudah lengkap oleh Kejaksaan, 8 lainnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Sekitar 102 orang jadi tersangka,” ungkapnya di Mabes Polri, Jumat (29/3). Menurutnya ada enam tersangka lain yang sedang buron. “Jadi 91 orang ditahan, 5 orang tidak ditahan dan DPO ada 6 orang.”
“Kita sampaikan bukti keseriusan Polda Riau untuk berupaya semaksimal mungkin meniadakan dan menghentikan kebiasan dalam membuka lahan dengan cara dibakar. Mudah-mudahan langkah ini bisa terus memberikan pemahamanan dan penyadaran,” pungkasnya. (tian)
Maturidi
Dari Singgalang kita baca penerusan pemadaman api oleh gabungan team internasional di Sumatera Selatan.
-- MakNgah
in Headline, Nasional 8 jam ago
PADANG – Operasi gabungan dari Indonesia, Malaysia dan Singapore terus melakukan pemboman air dari udara di daerah Air Sugihan, Cengal dan Indralaya Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Sebanyak 10 helikopter dan pesawat dikerahkan untuk melakukan water bombing.
Kepusdatin Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, lewat BBM kepada Singgalang, Selasa (13/10), enam helikopter dan 2 pesawat Air Tractor dari Indonesia melakukan water bombing sebanyak 149 kali di daerah Air Sugihan dan Pedamaran Timur. Helikopter Chinook Singapore melakukan water bombing 6 kali di Pedamaran. Sedangkan pesawat Bombardier Malaysia melakukan water bombing 13 kali di Cengal. Berdasarkan laporan 85 persen kebakaran berhasil dipadamkan setelah dilakukan water bombing.
Hujan buatan juga terus dilakukan menyemai awan potensial. Keringnya cuaca menyebabkan awan yang terbentuk mandul dan terbatas jumlahnya. Pada Senin (12/10/2015) turun hujan di Air Sugihan pada pukul 14.00 Wib dan 20.00 Wib. Total 72,3 ton garam sudah ditaburkan di awan di daerah Sumsel sejak Agustus hingga sekarang.
Operasi udara ini akan diperkuat tambahan satu unit pesawat Hercules L382G bomber dari Australia yang mampu membawa air 15.000 liter. Direncanakan tiba sore ini pukul 18.00 WIB dan beroperasi 13-20 Oktober 2015 di Sumsel.
Selain operasi udara, pemadaman di darat dilakukan oleh tim gabungan sebanyak 3.694 personel dari TNI, Polri, Manggala Agni, BPBD dan lainnya. Pembangunan sekat kanal di Air Sugihan sudah mencapai 3,84 km dan saat ini sedang dinormalisasi.
“Titik panas (hotspot) baru masih bermunculan. Tercatat ada 138 hotspot di Sumsel pada hari ini. Rawa gambut yang kering dan terlanjur terbakar sulit dipadamkan karena daerah yang terbakar bukan hanya permukaan, bahkan hingga pada ke dalaman 5 meter,” katanya.
Kepala BNPB, Willem Rampangilei, masih terus memimpin komando penanganan bencana asap di Sumsel. Semua bantuan asing di bawah komando penuh Kepala BNPB. Setiap hari dilakukan briefing dan evaluasi dari aktivitas pemadaman api. (lek)
in Headline, Nasional 1 menit ago
JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa sebaran asap dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan terus menyebar luas.
“Pada saat ini lebih dari tiga perempat wilayah Indonesia tertutup asap tipis hingga tebal,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Minggu.
Dia menjelaskan, sebaran asap sangat tergantung pada arah angin.
Berdasarkan pantauan satelit Himawari dari BMKG pada Minggu pukul 08.30 Wib terdeteksi bahwa lebih dari tiga perempat wilayah Indonesia tertutup asap.
“Hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulut, Maluku Utara dan bagian utara Papua saja yang tidak tertutup asap,” katanya. (*/lek)
Mereka memadamkan Api?
Atau hanya mengawal bahkan menjaga Api?
Mari kita Simak lagi tulisan ini,
PARA "BODYGUARD" DAN "MARSOSE" DIBALIK PERUSAHAAN PEMBAKAR LAHAN DAN PERPANJANGAN KONTRAK FREEPORT
By: Haris Rusly |Petisi 28
Istilah bodyguard mengingatkan kita pada film The Bodyguard dengan sountrack I Have Nothing (1992) yang diperankan Kevin Costner yang berperan sebagai Frank Farmer sang bodyguard yang mengawal dan melindungi seorang penyanyi sukses, Rachel Marron, yg diperankan Whitney Houston.
Bodyguard dalam defenisi dan praktek adalah "someone who escorts and protects a prominent person" (seseorang atau sekelompok orang yang dibayar untuk mengawal dan melindungi orang terkemuka).
Sedangkan Marsose atau Korps Marechaussee te Voet, yang dikenal dengan sebutan "londo ireng" atau “belanda hitam” adalah pasukan taktis yang dibentuk oleh KNIL Belanda yang direkrut dari rakyat jelata yang berasal dari kaum pribumi untuk menjadi tentara bayaran di Kemiliteran Belanda. Marsose ditugaskan untuk memerangi pemimpin dan pejuang kaum pribumi yang berjuang untuk membela hak-hak nya.
Dalam prakteknya, dapat kita katakan Marsose adalah satuan bodyguard yang direkrut dan dibayar oleh pemerintahan Belanda untuk mengamankan dan melindungi (secara fisik) kepentingan kolonialisme Belanda di tanah jajahan dengan memerangi pejuang dan pemimpin kaum pribumi yang memberontak menegakan haknya.
Tentang peran para bodyguard dan marsose di era pemerintahan Joko-Kalla saat ini dapat digambarkan melalui dua masalah yang sedang menjadi polemik, yaitu pertama, kasus asap akibat pembakaran lahan oleh perusahaan perkebunan yang merusak lingkungan, merusak kesehatan masyarakat dan telah memakan korban jiwa. Kedua, kasus perpanjangan kontrak karya Freeport yang dilakukan oleh Menteri ESDM atas arahan Presiden Joko.
Dalam dua kasus tersebut terlihat jelas peran para Marsose dan Bodyguard dalam mengamankan kepentingan perusahaan tuannya dari ganguan politik, hukum dan legislasi.
Para bodyguard atau marsose modern adalah mereka yang mempunyai tugas-tugas eksklusif untuk mengamankan dan melindungi perusahaan yang menjadi majikannya, terutama dari ancaman dan ganguan politik, hukum dan legislasi. Berbeda dengan marsose era kolonialisme Belanda yang direkrut dari rakyat jelata dan berfungsi menjadi tentara bayaran untuk melakukan pengamnan dari segi fisik.
Bodyguard dan marsose modern tersebut direkrut dari mereka yang berposisi sebagai elite dalam sebuah masyarakat yang berprofesi sebagai pengacara hebat, beredar bisikan bahwa sejumlah Jenderal purnawirawan (TNI dan Polri) juga dipasang sebagai bodyguard, para pejabat penegak hukum yang masih aktif baik di Kejaksaan Agung, Polri, MA hingga di Kehakiman, para legislator di parlemen, para jurnalis dan aktivis juga menjadi sasaran direkrut untuk menjadi bodyguard.
Bahkan yang membuat dada kita perih dan sesak, karena diduga kuat, baik Presiden, sejumlah Menteri hingga Kepala Daerah menjual dirinya dan dibayar sebagai bodyguard atau marsose oleh para saudagar dan taipan nasional (Perusahaan Perkebunan Grup Sinar Mas, Group Surya Dumai, dll.) maupun oleh perusahaan Multi National Corporation (MNC) seperti Freeport, Newmont, dll sebagai majikannya.
Keadaan tersebut yang menjadi alasan tentang betapa sulitnya menjerat dari sisi hukum kepada perusahaan perkebunan dan pemilik lahan yang telah membakar hutan di Sumatera dan Kalimantan. Sebagai contoh, pada tahun 2013, di era Presiden SBY, telah terjadi pembakaran hutan sangat masif, walaupun berhasil dipadamkan, namun perusahaan raksasa dibalik pembakaran lahan tersebut lolos dari jeratan hukum. Banyak yang menduga, Presiden SBY saat itu menjadi bodyguard atau marsose dari sejumlah perusahaan milik para taipan yang telah membiayai terpilihnya SBY sebagai Presiden.
Lantaran tidak tegasnya penegakan hukum di era Presiden SBY terhadap para pembakar lahan dan hutan tahun 2013, maka keadaan tersebut terulang kembali di era Presiden Joko Widodo. Pembakaran hutan dan lahan dilakukan secara masif dan telah memakan korban jiwa, puluhan ribu jiwa menjadi korban dari keserakahan para perusahaan perkebunan yang di-back up oleh para bodyguard atau marsose yang dibayar secara murah (bila dibandingkan dengan perampokan yang dilakukan oleh perusahaan majikannya).
Kita menanti tindakan tegas Presiden Joko Widodo dan penegak hukum (Polri dan Kejaksaan) untuk memenjarakan seluruh perusahaan dan pemiliknya atas kejahatan lingkungan dan kemanusian yg telah dilakukan dengan membakar lahan dan hutan. Jika tidak ada tindakan tegas baik hukum maupun administratif, termasuk mencabut izin AMDAL dari perusahaan tersebut, maka patut diduga Presiden Joko Widodo telah menjadi bodyguard atau marsose dari sejumlah perusahaan seperti Group Sinar Mas, Group Surya Dumai, Group Dulta Palma, Group RAPP, dll.
Demikian juga dalam kasus rencana perpanjangan kontrak Freeport sangat terkait dengan mentalitas bodyguard dan marsose yang meracuni perilaku baik Presiden maupun para Menterinya. Tidak ada keberanian untuk berpikir dan bertindak dalam jiwa dan spirit kedaulatan, kemandirian dan kepribadian nasional.
Terakhir, ingat selalu bahwa penjajahan atas sebuah bangsa itu pasti menggunakan tangan tangan kaum pribumi dari bangsa tersebut yang dibayar secara murah menjadi satuan bayaran, untuk mengamankan kepentingan baik politik (kebijakan), hukum dan legislasi dari sang penjajah. Penjajahan makin kokoh mencengkeram lantaran di-back up oleh para marsose dan budyguard yang mengkhianati bangsa dan rakyatnya.
MARI KITA MAWAS DIRI...!!
■MHattaTaliwang
Sangenek,
AnwarDjambak
Alam Takambang Jadikan Guru
Sent by Maxis from my BlackBerry® smartphone
PADANG – Delapan kabupaten dan kota di Sumbar sekolah akibat semakin pekatnya kabut asap.
“Laporan yang kita terima dari kabupaten/kota, sudah delapan yang meliburkan siswanya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Syamsulrizal, Senin (26/10).
Daerah tersebut yakni Kabupaten Dharmasraya, Limapuluh Kota, Sijunjung, Padang Pariaman, Kota Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Pariaman serta Kota Padang.
Sekolah yang diliburkan adalah untuk tingkat PAUD, TK dan SD, kecuali untuk Kabupaten Dhamasraya. Khusus untuk Dhamasraya, semua sekolah hingga tingkat SMA diliburkan karena kualitas udara sangat tidak sehat.
“Lama libur bisa berbeda antar daerah karena kondisi kabut asap berbeda dan berfluktuatif pada masing-masing daerah,” katanya. (yose)
in Agam, Bukittinggi, Headline 1 jam ago
PADANG – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun GAW Koto Tabang, Kabupaten Agam, melaporkan kualitas udara di Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam dan sekitarnya masih dalam level berbahaya.
Berdasarkan pantauan konsentrasi PM10 pada pukul 07.00 WIB di daerah tersebut, kategori Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berada pada kadar pencemaran 447 ug/m3 dan termasuk kategori berbahaya.
Kasi Meteorologi BMKG GAW Koto Tabang, Budi Satria mengatakan, pantauan terakhir satelit Terra & Aqua pada 26 Oktober pukul 06.00 WIB terdapat 129 titik panas yang tersebar di Pulau Sumatera.
Titik panas saat ini 123 titik di Sumatera Selatan (Sumsel) dan enam titik di Jambi.
“Jumlah ini berkurang dari minggu lalu 22 Oktober yang sempat mencapai 547 titik,” kata dia.
Berkurangnya titik panas di Pulau Sumatera tidak berpengaruh pada kualitas udara pada Senin (25/10), karena titik panas dalam dua hari terakhir banyak. (aci)
Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang (Global Atmosphere Watch) terletak di Pulau Sumatera, Indonesia (0° 12′ 07″ LS – 100° 19′ 05″ BT). Stasiun ini berjarak 17 km arah Utara kota Bukittinggi dan lebih kurang 120 km Utara kota Padang yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat. Stasiun yang berada di area terpencil ini terletak di daerah ekuatorial pada ketinggian 864,5 m di atas permukaan laut dan 40 km dari garis pantai bagian Barat. Arah angin berasal dari Selatan-Tenggara (Desember sampai Mei) atau Utara-Barat Laut (Mei sampai Oktober). Temperatur bervariasi dari 16 sampai 25°C dengan variasi yang sangat kecil dan kelembaban relatif biasanya lebih dari 80%. Fasilitas yang tersedia meliputi bangunan yang cukup luas yang menyediakan ruang kantor, ruang rapat, dan laboratorium. Di area atap seluas 300 m2, inlet udara dan beberapa peralatan radiasi dan meteorologi dipasang. Stasiun ini dapat dicapai dari jalan kecil yang tertutup untuk publik dan berjarak beberapa kilometer dari sebelah Barat jalan utama antara kota Padang dan Medan. Vegetasi yang mengelilingi area (30 km) sebagian besar berupa hutan tropis.
Stasiun ini merupakan bagian dari sistem monitoring dan riset yang dikoordinasi oleh World Meteorological Organization (WMO). Secara resmi mulai beroperasi sejak tanggal 7 Desember 1996 sebagai salah satu unit kerja dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang merupakan salah satu stasiun di daerah ekuatorial yang penting dalam program pengamatan atmosfer secara global karena secara umum pengukuran kondisi atmosfer dan kualitas udara di daerah ini sangat terbatas.
Ada tiga program pengamatan yang dilakukan di Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang, yaitu :
Pengamatan Gas Rumah Kaca
Secara alami, atmosfer kita mengandung beberapa gas yang diklasifikasikan sebagai gas rumah kaca. Gas-gas tersebut menyebabkan efek yang disebut dengan efek rumah kaca yang dapat menjaga bumi tetap hangat sehingga cocok untuk tempat tinggal makhluk hidup. Akan tetapi, aktivitas manusia setelah era revolusi industri menyebabkan perubahan perubahan pada komposisi alami gas rumah kaca di atmosfer. Konsentrasi gas rumah kaca yang berlebih menyebabkan semakin banyak panas yang diserap oleh atmosfer dan menyebabkan peningkatan suhu udara di bumi atau yang kita kenal sebagai pemanasan global.
Menurut Protokol Kyoto, ada enam gas yang dikelompokkan sebagai gas rumah kaca, yaitu: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur heksafluorida (SF6). Empat dari enam gas tersebut telah diukur di Bukit Kototabang, yaitu: CO2, CH4, N2O, dan SF6 selama periode waktu 2004-2011. Pengukuran gas rumah kaca di Bukit Kototabang merupakan hasil kerjasama antara BMKG dan NOAA Amerika Serikat. Saat ini, pengukuran gas rumah kaca yang dilakukan secara monitoring di Bukit Kototabang adalah CO2 dan CH4 yang merupakan kerjasama antara BMKG, MeteoSwiss, dan Empa.
Pengamatan Kualitas Udara
Secara umum, kualitas udara diukur dengan mengamati apakah konsentrasi parameter pencemaran udara yang terukur lebih tinggi atau lebih rendah daripada Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Pemerintah menetapkan nilai ISPU untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Walaupun pemerintah telah menetapkan ISPU, ada beberapa kelompok orang yang masih rentan terhadap pencemaran udara, seperti anak-anak, lansia, penderita penyakit paru-paru dan jantung, yang akan terpengaruh oleh pencemaran udara lebih dahulu walaupun konsentrasi pencemaran udara yang terukur masih lebih rendah daripada ISPU. Ada 5 komponen pencemar udara yang dimasukkan dalam ISPU, yaitu: karbon monoksida (CO), ozon permukaan (O3), aerosol PM10, oksida nitrogen (NOx), dan sulfur dioksida (SO2). Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang telah mengukur kelima parameter tersebut.
Parameter Fisis Atmosfer
Temperatur udara merupakan salah satu dampak langsung dari perubahan iklim. Konsentrasi gas rumah kaca yang berlebih di atmosfer menyebabkan lebih banyak panas yang diserap atmosfer yang menyebabkan peningkatan temperatur permukaan bumi. Selain temperatur udara, curah hujan juga merupakan unsur cuaca, merupakan jumlah air hujan yang diterima oleh bumi, yang diprediksikan juga akan berubah. Perubahan jumlah curah hujan yang diterima juga diikuti oleh penurunan jumlah total hari hujan di dalam satu tahun. Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang mengukur kedua parameter ini, disamping pengukuran tekanan, arah dan kecepatan angin, serta kelembaban udara.
Langik babulan panuah tarang 14 Muharram 1354 - 1437 = 83 tahun hijriyah umua Makngah.
Purnama berlayar di Langit Biru...