Sebarkan Stiker PANCASILA Mercusuar Dunia

55 views
Skip to first unread message

Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
Mar 27, 2010, 9:20:03 PM3/27/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Hendri Saparini PhD, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi AuditorMedia, Redaksi BangkaPos, Redaksi BanjarmasinPost, Redaksi BatamPos, Redaksi BeritaKota, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, Redaksi Pilar Bangsa, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta
Kepada rekan2 Kaum Nasionalis Pancasilais,(KNP)

Mohon turut serta sebarkan Stiker terlampir guna penguatan kepeloporan KNP tentang Ideologi Bangsa khususnya per Pembukaan UUD 1945

Terima kasih,

Pandji R Hadinoto

--- Pada Kam, 25/3/10, Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc <bari...@yahoo.com> menulis:

Dari: Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc <bari...@yahoo.com>
Judul: RDPU Pancasila Jatidiri Bangsa 1 April 2010
Kepada: wayun...@googlegroups.com, "Johnny Warokka CM" <johnny_...@yahoo.com>, "Oti Setiawan Sribudi" <iwan.s...@gmail.com>, "Roch Basuki Bdg" <elro...@yahoo.com>, "Ir M Saleh Khalid MM" <m.sale...@yahoo.com>, "Hendri Saparini ECONIT" <hendris...@indopolicy.com>, "Hendri Saparini PhD" <sapa...@econit.co.id>, "Kantor Berita Radio 68H" <red...@kbr68h.com>, "Redaksi Antara" <news...@antara.co.id>, "Redaksi AuditorMedia" <red...@auditormedia.co.id>, "Redaksi BangkaPos" <red...@bangkapos.com>, "Redaksi BanjarmasinPost" <banjarma...@persda.co.id>, "Redaksi BatamPos" <red...@harianbatampos.com>, "Redaksi BeritaKota" <ber...@biz.net.id>, "Redaksi Berindo" <red...@berindo.com>, "Redaksi CenderawasihPos" <red...@cenderawasihpos.com>, "Redaksi Pilar Bangsa" <redaksipi...@yahoo.com>, "JIM WIRYAWAN" <jimw...@cbn.net.id>
Cc: "Barisan45 Jakarta" <bari...@yahoo.com>
Tanggal: Kamis, 25 Maret, 2010, 8:40 AM

Dimenangkannya RUU Kesehatan oleh Obama di Kongres Amerika dengan skor 219 vs 212 menunjukkan jiwa, semangat dan nilai2 Pancasila khususnya Humanity dan Social Justice [Pidato Bung Karno, To Build The World Anew, Sidang Umum PBB Ke-XV, 30 September 1960] telah dipertimbangkan oleh para pembijak politik hukum di Amerika. Demikian pula tulisan Menuju Jaminan Kesehatan Sosial Nasional [MenKes RI, Kompas, 25 Maret 2010] mendorong lebih jauh pentingnya pemahaman,jiwa, semangat dan nilai2 Pancasila dalam pertimbangan kebijakan publik terbaik.
Antara lain dalam konteks itulah, Ikatan Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Hukum [STIH] IBLAM berprakarsa menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bertema Pancasila Jatidiri Bangsa yang antara lain menghadirkan makalah Mustika Proklamasi45 dari DPP PPA45.
Acara ini berlangsung pada hari Kamis tanggal 1 April 2010 jam 13 sd 17 bertempat di Kampus STIH IBLAM jalan Kramat Raya 27, Jakarta Pusat [Kompleks Gita Bahari].
Tempat terbatas, silahkan reservasi ke bu Nning, SH, Tel : 39835608, 39835609

Pandji R Hadinoto / KetUm IKA STIH IBLAM

Menuju Jaminan Kesehatan Sosial Nasional

Kamis, 25 Maret 2010 | 04:47 WIB

Endang Rahayu Sedyaningsih

Disahkannya Undang-Undang Reformasi Kesehatan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama, awal pekan ini, merupakan terobosan luar biasa bagi pelayanan kesehatan di negeri yang berideologi kapitalisme dan kebebasan individu ini.

Salah satu yang terpenting adalah universal coverage, termasuk untuk 30 jutaan rakyat miskin yang selama ini tak mampu membeli asuransi kesehatan.

Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia belum bisa segera mengikuti jejak AS walaupun selama ini sudah ada mekanisme untuk membantu layanan kesehatan bagi warga miskin. Target pencapaian universal coverage di Indonesia perlu realistis dan bertahap mengingat kemampuan keuangan negara serta kelaikan (feasibility) mekanisme pengumpulan dana. Untuk awalnya, full coverage mungkin akan diutamakan untuk warga tak mampu dan coverage pelayanan kesehatan dasar untuk seluruh warga masyarakat yang lain.

Sebenarnya jaminan negara bagi layanan kesehatan sudah memiliki payung hukum dengan adanya UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah suatu tatanan atau tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk menjamin agar setiap warga negara mempunyai perlindungan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial dimaksud meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Setiap WNI berhak mempunyai jaminan kesehatan sosial, tanpa kecuali, tidak peduli kaya atau miskin, tinggal di kota atau di daerah terpencil, kaum elite ataupun rakyat biasa.

Bukan pengobatan gratis

Apa artinya ”mempunyai jaminan kesehatan”? Istilah ini sering disalahartikan atau disimplifikasi sebagai ”memperoleh pengobatan gratis”. Memang nantinya dalam praktiknya setiap orang yang menggunakan fasilitas kesehatan tidak mengeluarkan uang PADA SAAT menerima pelayanan kesehatan tersebut. Gratis? Tentu tidak. Pelayanan kesehatan itu mahal. Pelayanan kesehatan tersebut suatu waktu pasti harus dibayar oleh seseorang atau oleh suatu institusi. Jadi, kapan pembayaran dilakukan? Dan oleh siapa?

Indonesia sudah lama mengenal asas gotong royong. Saling membantu, si kaya menolong si miskin, si kuat menolong si lemah. SJSN berasaskan gotong royong. Jaminan kesehatan tidak gratis, tetapi didanai bersama- sama secara bergotong royong melalui iuran. UU SJSN mengamanatkan bahwa setiap orang wajib menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional. Iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu dibayar Pemerintah, masyarakat pekerja (formal/penerima upah) iurannya ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja, sedangkan sektor informal (pekerja mandiri/tidak menerima upah) iurannya ditentukan khusus.

Sesuai UU No 40/2004, dana untuk menjamin kesehatan peserta dikumpulkan secara teratur oleh sebuah (atau lebih) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dana dikumpulkan tanpa menunggu kasus penyakit. Hal ini berbeda dengan mekanisme pengumpulan koin untuk ananda Bilqis yang dilakukan pada saat ia sudah mengalami musibah sakit (dan perlu biaya besar) sehingga menggerakkan rasa kemanusiaan dan solidaritas sosial masyarakat Indonesia.

Manfaat yang diperoleh peserta bersifat komprehensif be- rupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK) bersifat prospective pay- ment system, suatu cara pembayaran yang kesepakatannya dilakukan di depan sebelum pelayanan diberikan.

Peta jalan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) periode 2010-2014 bertekad untuk melakukan percepatan implementasi amanat UU SJSN. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang telah dimulai sejak tahun 2005 (dulu Askeskin) sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban pemerintah terhadap fakir-miskin dan tidak mampu, tetap dijalankan dan diperbaiki mutunya sebagai langkah awal penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Sosial Nasional secara menyeluruh.

Sebuah tim yang melibatkan banyak akademisi, praktisi, kementerian terkait, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tengah merancang peta jalan untuk pencapaian Jaminan Kesehatan Sosial Nasional bagi seluruh penduduk. Peta jalan ini mencakup aspek regulasi, kepesertaan, pelayanan kesehatan, paket manfaat, jaringan pelayanan, pendanaan, manajemen, dan sumber daya lainnya.

Saat ini baru 50,8 persen penduduk Indonesia yang mempunyai jaminan kesehatan; terdiri dari peserta Jamkesmas/Jamkesda 37,5 persen, peserta Askes sosial 6,6 persen, peserta Askes komersial 1 persen, Jaminan Kesehatan dalam Jamsostek 2 persen, Asabri 0,9 persen, dan asuransi lain 2,9 persen.

Untuk mencapai sistem Jaminan Kesehatan Sosial Nasional tidak cukup hanya memperluas cakupan kepesertaan, diperlukan kesiapan-kesiapan infrastruktur yang matang. Dalam hal kelembagaan, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kini sedang digodog di DPR. Badan tersebut nantinya bersifat nirlaba, dana amanah, bersifat nasional, akuntabel, transparan, dengan portabilitas.

Tiap-tiap subsistem perlu ditata secara harmonis dengan subsistem lainnya. Perlu dirancang secara baik ketersediaan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang meliputi pelayanan kesehatan dasar/primer hingga tersier.

Selaku Menteri Kesehatan RI saya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk ikut serta menyukseskan upaya menuju pencapaian Jaminan Kesehatan Sosial Nasional bagi seluruh penduduk sesuai amanah UU SJSN.

Endang Rahayu Sedyaningsih Menteri Kesehatan RI








Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!!
Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah


Lebih aman saat online.
Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
pancasila mercusuar dunia_01.jpg

Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
Apr 17, 2010, 9:04:17 PM4/17/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Hendri Saparini PhD, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi AuditorMedia, Redaksi BangkaPos, Redaksi BanjarmasinPost, Redaksi BatamPos, Redaksi BeritaKota, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, Redaksi Pilar Bangsa, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta

Rumah Aspirasi Politik Pejoang 45

Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) melalui Kongres ke-3 pada tanggal 10-14 April 2010 selain menghasilkan Bang Yos (LetJen Purn TNI DR Hc Sutiyoso, SH) sebagai Ketua Umum terpilih untuk masa bakti 2010-2015, juga telah menghasilkan beberapa rekomendasi seperti pembekalan landasan kejoangan tentang  9 (Sembilan) butir  Pusaka Kepemimpinan Peradaban Indonesia yaitu (1) Sang Saka Merah Putih, (2) Bhinneka Tunggal Ika, (3) Sumpah Pemuda 1928, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, (5) Pancasila 1945, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Wawasan Nusantara 1957, (9) Jiwa Semangat & Nilai-nilai 45.

Butir-9 tersebut diatas mengisyaratkan tentang keberadaan, kepedulian dan tekad senantiasa mengemban pelestarian dan pembudayaan kejoangan Indonesia Merdeka 1945 sekaligus perkuatan bagi kejoangan Indonesia Digdaya 2045.

Oleh karena itulah tiada berlebihan bahwa PKPI adalah sesungguhnya rumah yang tepat bagi aspirasi politik para pejoang 45, terutama ketika bersikap Kerakyatan dan Kebangsaan dengan mengedepankan Politik Benteng Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa dan Mercusuar Dunia melalui upaya-upaya Reformasi Pro Pancasila di semua dimensi kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta demi turut serta menggapai Indonesia Bermartabat 2030 dan Indonesia Digdaya 2045.

Lebih daripada itu, dukungan dari seluruh rakyat Indonesia bagi para pejoang 45 tersebut diatas adalah penting adanya guna secara bersama-sama dalam suasana batin kemanunggalan Padamu Negeri dapat selalu berkemampuan mengemban, memelihara dan membangun masyarakat, bangsa dan Negara sebagaimana cita politik yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Malang, 17 April 2010

Pandji R Hadinoto, ex Ketua Komisi C Kongres PKPI 2010





--
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "WAYUNGYANG" dari Grup Google.
Untuk mengeposkan pesan ke grup ini, kirim email ke wayun...@googlegroups.com.
Untuk berhenti berlangganan dari grup ini, kirim email ke wayungyang+...@googlegroups.com.
Untuk opsi selengkapnya, kunjungi grup ini di http://groups.google.com/group/wayungyang?hl=id.

Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
May 5, 2010, 11:32:43 AM5/5/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Hendri Saparini PhD, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi AuditorMedia, Redaksi BangkaPos, Redaksi BanjarmasinPost, Redaksi BatamPos, Redaksi BeritaKota, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, Redaksi Pilar Bangsa, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta

INDONESIA MULIA 2015 ?

Dokter Soetomo, sang tokoh pendiri Boedi Oetomo [20 Mei 1908], yang kini bermakam di Bubutan, Surabaya, tepatnya di belakang Gedung Nasional Indonesia, mewariskan gagasan INDONESIA MULIA yang strategik bagi arah dan muatan pembangunan karakter bangsa.

Situasi dan kondisi kekinian yang dicerminkan oleh PANCASIAL yaitu (1) Ketuanan yang maha kuasa, (2) Kemanusiaan yang tidak adil dan biadab, (3) Persatean Indonesia, (4) Kerakyatan yang dihimpit oleh kesewenang-wenangan, (5) Ketidakadilan sosial bagi rakyat Indonesia, menegaskan pentingnya gagasan INDONESIA MULIA digelorakan.

Oleh karena itulah jelang Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2010 patut dibekali paham tentang Manusia PANCASILA Seutuhnya melalui aksi-aksi Reformasi Pro PANCASILA berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semesta guna capaian INDONESIA MULIA 2015, misalnya.

Berbagai ketidakpastian berbangsa dan bernegara akibat tindak pidana mega korupsi termasuk tindak koruptif berupa pembentukan perundang-undangan yang menyimpangi roh PANCASILA, dan perilaku lain yang mengingkari jati diri PANCASILA seharusnya segera dipangkas habis, agar mutu Ketahanan Bangsa senantiasa terpelihara yakni (1) Keagamaan tidak rawan, (2) Ideologi tidak retak, (3) Politik tidak resah, (4) Ekonomi tidak ganas, (5) Sosial budaya tidak pudar, (6) HanKam tidak lengah, (7) Lingkungan tidak gersang.

Salah satu cara antisipasi praktis adalah menanamtumbuhkan CINTA INDONESIA MULIA dengan menyemai di keseharian rakyat Indonesia misalnya tentang 9 Pilar Keadaban Politika Indonesia yaitu (1) Sang Saka Merah Putih, (2) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, (3) Resolusi Kerapatan Besar 28 Oktober 1928 yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928, (5) Pancasila 1945, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Wawasan Nusantara, (9) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 (JSN45).

Pelajaran yang dapat dipetik dari JSN45 itu adalah sikap-sikap kepejuangan seperti (1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Jiwa dan Semangat Merdeka, (3) Nasionalisme, (4) Patriotisme, (5) Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, (6) Pantang mundur dan tidak kenal menyerah, (7) Persatuan dan kesatuan, (8) Anti penjajah dan penjajahan, (9) Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri, (10) Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya, (11) Idealisme kejuangan yang tinggi, (12) Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara, (13) Kepahlawanan, (14) Sepi ing pamrih rame ing gawe, (15) Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan, (16) Disiplin yang tinggi, (17) Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

CINTA INDONESIA MULIA prakarsa swadaya masyarakat ini sejatinya kelak dapat menuju kearah terbentuknya kaum Nasionalis Pancasila yang senantiasa mengejawantahkan amanat Pembukaan UUD 1945 sebaik-baiknya, dan bagaimanapun, terbentuknya Perundang-undangan tentang CINTA INDONESIA MULIA ini oleh pemerintahan Republik Indonesia dipastikan akan sangat konstruktif memperteguh kehadiran PANCASILA itu sendiri di persada nusantara ini.

Sehingga cukup tepat kiranya HarKitNas 2010 adalah juga wahana Kebangkitan Kaum Nasionalis Pancasila mengemban CINTA INDONESIA MULIA.

Jakarta, 5 Mei 2010

Pandji R Hadinoto / Ketua Umum IKA STIH IBLAM / HP : 0817 983 4545 / eMail : ikai...@yahoo.com


www.jakarta45.wordpress.com

Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
May 17, 2010, 12:22:30 PM5/17/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Hendri Saparini PhD, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi AuditorMedia, Redaksi BangkaPos, Redaksi BanjarmasinPost, Redaksi BatamPos, Redaksi BeritaKota, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, Redaksi Pilar Bangsa, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta

MAKLUMAT KAUM NASIONALIS PANCASILA

Situasi dan kondisi kekinian yang ditandai dengan merebaknya pengingkaran terhadap Pancasila sebagai dasar filosofi negara, menegaskan pentingnya sosialisasi pro aktif gagasan INDONESIA MULIA oleh Dr Soetomo [1932], Pendiri Boedi Oetomo [20 Mei 1908] dan Pahlawan Nasional yang kini bermakam di Bubutan, Surabaya, di belakang Gedung Nasional Indonesia, bagi strategi arah dan muatan pembangunan karakter bangsa.

Dalam konteks itulah, saat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2010, masyarakat patut dibekali paham tentang Manusia PANCASILA Seutuhnya melalui aksi-aksi Reformasi Pro PANCASILA berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semesta guna capaian INDONESIA MULIA 2015, misalnya.

Sehingga dengan demikian berbagai ketidakpastian berbangsa dan bernegara akibat tindak pidana mega korupsi termasuk tindak koruptif lain berupa pembentukan perundang-undangan yang menyimpangi roh PANCASILA, dan perilaku luar biasa lain yang mengingkari jati diri PANCASILA, konsekuensinya harus segera dipangkas habis, agar mutu Ketahanan Bangsa senantiasa terpelihara yakni (1) Keagamaan tidak rawan, (2) Ideologi tidak retak, (3) Politik tidak resah, (4) Ekonomi tidak ganas, (5) Sosial budaya tidak pudar, (6) HanKam tidak lengah, (7) Lingkungan tidak gersang.

Salah satu cara antisipasi praktis adalah menanamtumbuhkan CINTA INDONESIA MULIA dengan menyemai di keseharian rakyat Indonesia misalnya tentang 9 Pilar Keadaban Politika Indonesia yaitu (1) Sang Saka Merah Putih, (2) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, (3) Resolusi Kerapatan Besar 28 Oktober 1928 yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928, (5) Pancasila 1945, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Wawasan Nusantara, (9) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 (JSN45).

Makna JSN45 tersebut yang dapat dipetik adalah pembelajaran sikap-sikap Kepejuangan seperti (1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Jiwa dan Semangat Merdeka, (3) Nasionalisme, (4) Patriotisme, (5) Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, (6) Pantang mundur dan tidak kenal menyerah, (7) Persatuan dan kesatuan, (8) Anti penjajah dan penjajahan, (9) Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri, (10) Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya, (11) Idealisme kejuangan yang tinggi, (12) Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara, (13) Kepahlawanan, (14) Sepi ing pamrih rame ing gawe, (15) Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan, (16) Disiplin yang tinggi, (17) Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

Mari jadikan HarKitNas 2010 sebagai wahana bagi Kebangkitan Kaum NASIONALIS PANCASILA mengemban CINTA INDONESIA MULIA yang senantiasa berporos amanat Pembukaan UUD 1945 sekaligus mengobarkan semangat SARINAH (Siapa Anti Republik Indonesia Nanti Akan Hancur) dan menggelorakan jiwa PANCASILA Jatidiri Umat Manusia BerKetuhanan Yang Maha Esa serta menebarkan nilai-nilai PANCASILA Mercusuar Dunia.

Jakarta, 20 Mei 2010

GARDA PANCASILA INDONESIA (GAPI),

Tim-5,

(1)   Nortier Simanungkalit, Pendiri PELAJAR PEMBELA PANCASILA [1948],

(2)   Pandji R. Hadinoto, (3) Sy Yasmar Anas, (4) Nurman Siregar, (5) Albert Nainggolan Lumban Raja

 




Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
May 27, 2010, 12:05:53 AM5/27/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Hendri Saparini PhD, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi AuditorMedia, Redaksi BangkaPos, Redaksi BanjarmasinPost, Redaksi BatamPos, Redaksi BeritaKota, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, Redaksi Pilar Bangsa, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta
Simaklah kegiatan Pancasila Study Club (PSC) IKA STIH IBLAM menggelar bahasan Pancasila Mercusuar Dunia antara lain tentang Keotentikan Pancasila sebagai Piagam Universil, bertempat di Kampue STIH IBLAM, Kompleks Gita Bahari, Jalan Kramat Raya 27 pada hari Selasa tanggal 1 Juni 2010, jam 13 sd 17 wib, seirama dengan opini sbb : :

 
010-05-22
Nasionalisme, Kewarganegaraan, dan Pancasila

Oleh : As’ad Said Ali

Survei yang dilakukan Pusat Studi Pancasila menyebutkan, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah-sekolah sekarang ini seolah hanya pelengkap kurikulum, dan tidak dipelajari secara serius oleh peserta didik. Pelajar dan guru hanya mengejar mata pelajaran-mata pelajaran yang menentukan kelulusan saja. Temuan ini menegaskan, hasil survei lembaga-lembaga lain yang dilakukan sekitar tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai Pancasila merosot tajam.


Bagi kalangan tertentu, keprihatinan tersebut mungkin dipandang sebagai sikap konservatif. Namun, dalam konteks berbangsa, ini adalah sebuah fakta bahwa kredibilitas Pancasila sedang merosot, dan pendidikan kewarganegaraan tidak lagi populer. Penyebabnya bisa macam-macam, satu hal yang patut kita pertanyakan, apakah fenomena ini mengindikasikan bahwa masa depan berbangsa kita sedang terancam?


Sejak reformasi, masyarakat kita sedang mengalami perubahan radikal. Reformasi telah mengantarkan bangsa kita pada dunia baru, yang sama sekali lain, terbuka dan liberal, di tengah sebuah arus yang disebut globalisasi. Globalisasi bukan hanya mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture).


Anak-anak muda di Yogyakarta saat ini orientasi dan gaya hidupnya relatif sama dengan anak-anak muda di New York, London maupun Paris. Penyatuan dan penyeragaman itu kian hari bahkan semakin intensif, massive dan menyeluruh. Hal itu disebabkan karena kontak kebudayaannya bersifat nonfisik dan individual. Sarananya adalah media komunikasi dan informasi, yang bisa diakses oleh siapa pun dan di mana pun.


Kontak kebudayaannya bersifat massal dan melibatkan sejumlah besar orang. Perkembangan dan pengaruh kapitalisme transnasional pun menjadi kian kokoh dan meluas menggantikan kapitalisme negara. Dalam diplomasi internasional pun kini muncul apa yang disebut dengan mikro diplomasi. Semua perkembangan ini menegaskan bahwa negara bukan lagi satu-satunya entitas yang memungkinkan hubungan antarbangsa dapat terjadi. Hubungan antarbangsa menjadi kian terbuka, kelompok masyarakat bahkan individu pun dapat melakukannya. Pertanyaannya, bagaimana nasib nasionalisme?


Perubahan corak nasionalisme adalah di antara yang paling nyata dan penting. Saya menyaksikan tanda-tanda nasionalisme ala negara sedang digantikan oleh sebuah nasionalisme baru yang bercorak massa. Pada nasionalisme ala negara, aktor yang berperan sebagai penafsir nasionalisme adalah negara itu sendiri karena orientasinya adalah kekuasaan. Semangatnya pun terus terjaga melalui lagu-lagu kebangsaan yang diperdengarkan setiap jam di radio dan televisi. Oleh karena itu, ekspresinya lebih heroik.
Nasionalisme ala massa, basisnya bukan pada mitos tentang ancaman, utopia atau kedigdayaan masa lalu, yang dapat mengorbankan patriotisme dan heroisme. Sebaliknya pada sesuatu yang lebih dekat, konkrit dan memiliki makna pragmatis sebagai identitas diri, yakni bangsa. Singkatnya, konstruksinya mengalami penyederhanaan, tidak lagi bersifat romantis dan hegemonik seperti dulu; cenderung praktis, terbuka dan mengandung etos menuju harmoni.


Patriotisme pada nasionalisme ala massa memiliki definisinya sendiri, yang bebas dari imajinasi masa lalu yang heroik dan romantis. Konstruksinya lebih berorientasi ke masa depan pada nilai-nilai universal dan modern. Bentuk ekspresinya pun tidak tunggal, bahkan di sana-sini mencerminkan pengaruh budaya massa, sehingga tampak pragmatis. Kegiatan pengembangan oleh LSM, para pemuda dengan grup musiknya, usaha mendorong demokrasi, good and clean governance, dan lain sebagainya, adalah manifestasi paling nyata dari patriotisme baru ini. Semua aktivitas itu terangkum dalam suatu komitmen, yakni keterikatan pada semangat membangun negeri, tanah harapan, yang menjadi identitas mereka. Inilah imajinasi dasar materi nasionalisme era globalisasi ini. Jadi, meski konstruksinya mengalami penyederhanaan, namun tetap tidak kehilangan rohnya.


Nasionalisme adalah sebuah kesadaran yang tidak akan hilang sepanjang nation state ada, sebab hubungan di antara keduanya ibarat tulang dan daging. Globalisasi memang merelatifkan batas antarnegara (borderless) , mengubah selera dan gaya hidup satu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, dan menyatukan orientasi dan budaya mereka menuju suatu budaya dunia (world culture). Namun, itu sama sekali tidak akan menghilangkan nation state. Negara bangsa tetap dibutuhkan oleh setiap orang, sehebat apa pun arus globabalisasi itu.


Dari pengalaman masa lalu, kita memperoleh pelajaran berharga bahwa menjaga keutuhan bangsa dengan pendekatan kekuasaan, ternyata tidak baik, bahkan menimbulkan ekses yang kontraproduktif. Yang paling kasat mata adalah munculnya gerakan-gerakan perlawanan dalam berbagai manifestasinya

Menegakkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kewarganegaraan (citizenship) adalah cara yang paling baik untuk menjaga kohesivitas dan keutuhan bangsa. Mengapa? Karena basis kewarganegaraan adalah bangsa. Seperti kata Ben Anderson, bangsa adalah sebuah komunitas yang dibayangkan dalam keterikatan sebagai comradership, persaudaraan yang horizontal dan mendalam. Dia lahir bukan atas dasar ras, agama atau daerah. Tetapi pada persaudaraan dan cita-cita bersama dalam sebuah komunitas yang bernama negara, sebagai tanah harapan (the land of promise). Dengan demikian, kewarganegaraan bukan hanya sekadar gagasan dimana seseorang menjadi anggota dalam satuan politik yang disebut negara.


Prinsip-prinsip kewarganegaraan tersebut ibarat nutrisi yang menentukan sehatnya sebuah bangsa, bahkan eksistensinya di mata warga negara. Jika prinsip-prinsip itu kita tegakkan, maka kohesivitas dan keutuhan bangsa akan terjaga. Mengapa? Karena pelaksanaan prinsip-prinsip itu akan mewujudkan bonum public, sebuah tujuan hakiki negara. Demokrasi yang kita bangun sekarang ini seharusnya diabdikan untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut, agar kemanfaatan demokrasi tidak hanya dinikmati oleh sekelompok golongan saja. Lihat saja, demokrasi kita ternyata hanya mampu mengontrol masalah politik tidak terhadap masalah ekonomi, sehingga keadilan ekonomi tetap menjadi masalah besar bangsa kita. Sebab-musababnya adalah menurut saya, karena kita melalaikan masalah Pancasila.

Merosot Tajam
Sejak reformasi, kredibilitas Pancasila memang merosot tajam. Bahkan perannya jatuh sebagai barang pusaka, hanya sekedar azimat politik. Hal ini disebabkan karena adanya asosiasi-asosiasi negatif terhadap Pancasila karena pengalaman penerapannya pada masa lalu. Padahal sebagai dasar negara, Pancasila adalah barometer moral di mana kerangka kewarganegaraan harus didasarkan. Pancasila secara fundamental merupakan kerangka yang kuat untuk pendefinisian konsep kewarganegaraan yang inklusif, sebab didalamnya memiliki komitmen yang kuat terhadap pluralisme dan toleransi. Komitmen inilah yang mampu mempersatukan dan menjaga keutuhan bangsa yang terdiri 400 lebih kelompok etnis dan bahasa
Kemajemukan itu memang akan terus memunculkan tantangan-tantangan yang fundamental. Karena itu, ide negara kesatuan yang mulai ditemukan pada akhir 1920 oleh para pendiri negeri ini, harus didefinisikan dalam konstruksi pluralisme, toleransi dan keadilan, yang menjadi komitmen Pancasila. Dalam pengertian ini, pluralisme bukanlah sekadar pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman (diversity), melainkan sebuah orientasi yang menilai keragaman itu sebagai nilai yang positif dalam satu persaudaraan dan semangat multikulturalisme akomodatif. Dengan demikian setiap warga negara atau kelompok masyarakat, apa pun identitas kultural dan sosial keagamaannya akan merasa nyaman sebagai warga negara; bahkan untuk mengembangkan identitasnya.


Perlu digarisbawahi, ancaman laten yang paling membahayakan bangsa ini adalah disintegrasi sosial kultural. Peningkatan gejala provinsialisme pascareformasi yang tumpang tindih dengan sentimen etnisitas, adalah bara api yang dapat membakar disintegrasi sosio kultural tersebut. Bila ini terjadi, maka akan mengancam disintegrasi politik; selanjutnya, akan mengancam terjadinya disintegrasi bangsa.


Barangkali peringatan JS Furnivall perlu selalu kita ingat, bahwa bangsa ini akan terjerumus ke dalam anarki jika gagal menemukan formula pluralisme. Inilah pentingnya kita kembali peduli kepada Pancasila, melaksanakan komitmen-komitmenny a dan menegakkan prinsip-prinsip kewarganegaraan. Sebagai warga negara, kita juga memiliki tanggung jawab mengawasi pelaksanaan komitmen-komitmen tersebut, agar tidak melenceng dari garisnya. Jangan dibiarkan perpolitikan negeri ini memutus segala sesuatu dengan logika dan kepentingannya sendiri; jangan pula dibiarkan ekonomi memutus segala sesuatunya dengan logika dan orientasinya sendiri. Pancasila harus menjadi tujuan etis setiap kebijakan, untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan komitmen ini insya Allah negeri ini akan terjaga dan dapat mewujudkan cita-citanya.

Penulis adalah Waka BIN dan penulis buku Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa





Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
May 29, 2010, 9:42:16 PM5/29/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi BangkaPos, Redaksi BatamPos, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta
PANCASILA Study Club (PSC) memaklumkan tentang gelar bahasan bertema PANCASILA Mercusuar Dunia pada hari Selasa tanggal 1 Juni 2010 jam 13-17 wib, bertempat di Kampus STIH IBLAM, Kompleks Gita Bahari, Jalan Kramat Raya No. 27, Jakarta Pusat 10450, dalam rangka Peringatan 65 tahun PANCASILA.

Adapun subtema-subtema adalah Tjamkan Pantja Sila [Bung Karno, 1 Djuni 1964],, Maklumat Kaum Nasionalis PANCASILA [GAPI, 20 Mei 2010], Relasi Pilar Kebangsaan dengan Al Qur'an [Kerabat45, 15 April 2008], Butir-butir PANCASILA TAP No. II/MPR/1978 [22 Maret 1978], Pokok-pokok Nasionalisme [Indische Partij, 25 Desember 1912], Keotentikan PANCASILA Sebagai Piagam Universil [Nainggolan, GAPI] dan Komite Nasional PANCASILA, dll.

Pandji R Hadinoto / Ketua Umum IKA STIH IBLAM [HP : 08179834545, 0818284545]

Tambahan Artikel :

PANCASILA IS WELCOMING FOR PRESIDENT OBAMA

The visit of President Obama to Jakarta, Indonesia, next mid of June 2010, will be a road to world history considering that Obama was in Jakarta years ago when attending in an elementary school, and Pancasila itself, the five guidance principles of the way of human-being life, was born in Jakarta in June 1st, 1945 which then appealed by the Presiden Soekarno of Republic of Indonesia in September 30th, 1960 at the United Nation as prime universal (charter) when giving speech To Build The World A New. Those are Believe in God, Nationalism, Humanity, Democracy and Social Justice.

Today, Pancasila is 65 years old and having great contributions especially to the nation and character building of the people of the Republic of Indonesia since the declaration of independence in 17 August 1945, and respected by some other nations in the world as well.

Next to go, there is greatly understanding that Pancasila will be the light star for the world wide human and nation developments, since substantively Pancasila has been rooted in the daily living of the people since Indonesia as the mother of civilization as stated by Prof Arysio dos Sandos of Brazil in his book Atlantis, the lost continent finally found [2005].

A number of prominent citizens of Pancasila Study Club (PSC) Jakarta in May 20th, 2010 then declare a so-called the Nationalist-Pancasila in order to achieve namely the Holy World 2015 at least for Indonesia itself. However it would be a great deal if all the people in the world will have the similar perspective considering that social justice is the precondition for world peace which then is required to gain the prosperity.

In this respect, the visit of President Obama is recommended to bring political wisdom i.e. Social Justice To Reduce Poverty and To Gain Prosperity.

That declaration above is further stating that the precondition to strengthen the existence of that Nationalist-Pancasila mentioned above especially for Indonesia, by implementing the 7 (seven) National Resiliences Strategy and the 9 (nine) Pilars of Political Civilization, which these genuine local wisdom will be an advantage also to all the people of the world to adopt if considering them specifically in good care for better quality of world life.

In reference with the utmost good faith, it is most suggested that the visit of President Obama is to generate this road to world history for achieving the world poverty free as the milestone of Holy World through a political initiative so-called social security world plan.

Jakarta, June 1st, 2010

Pandji R Hadinoto

Chairman, Alumni Association of IBLAM College of Law   

Office : Jalan Kramat Raya No. 27, Jakarta Pusat 10450, Indonesia

eMail : panca...@yahoo.com  / www.jakarta45.wordpress.com

 





Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
Jun 20, 2010, 7:36:46 AM6/20/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi BangkaPos, Redaksi BatamPos, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta

MAKLUMAT : REVOLUSI PANCASILA

Dalam rangka perkuatan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ditengah berbagai peristiwa tindak Korupsi Konstitusional yang mewabah disamping beragam peristiwa hukum Korupsi Uang Rakyat terkait APBN, APBD, dlsb, maka perbaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) perlu dikelola secara lebih menyeluruh oleh segenap komponen bangsa guna mengedepankan rangkaian program antara lain Pendidikan Politik Rakyat (PEPORA) mengingat sesungguhnya Korupsi Konstitusional itu lebih berbahaya daripada Korupsi Uang Rakyat.

Perkuatan dan perbaikan dimaksudkan diatas diyakini strategik dilakukan guna mereduksi sikap dan tindak pengingkaran terhadap Pancasila seperti (1) Merampok uang rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan publik, (2) Melakukan korupsi di berbagai tingkatan lembaga-lembaga kenegaraan termasuk badan usaha milik negara. (3) Menembak para tertuduh teroris tanpa proses pengadilan, (4) Membajak kedaulatan rakyat di bidang-bidang politik, hukum dan ekonomi, (5) Menumpuk kekayaan dan membiarkan rakyat bergelimang dalam dilemma kemiskinan absolut.

Dengan demikian maka Trilogi Sistim Pembangunan Nasional dapat senantiasa dikondisikan bagi (1) Keutuhan Bangsa, (2) Cinta Tanah Air dan (3) Bela Negara, melalui (1) Konsistensi melaksanakan Pancasila sebagai ideology NKRI yang berintikan Keadilan dan Kepeduian di semua dimensi kehidupan dan kegiatan pembangunan, (2) Konsistensi melaksanakan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional sebagai wujud mengawal dan mengamankan jalannya penyelenggaraan pembangunan agar Pancasila tetap dikiprahkan sebagaimana mestinya, (3) Konsistensi merumuskan, menetapkan dan menjabarkan perundang-undangan dan peraturan2 pelaksanaannya agar tidak menyimpangi jiwa, semangat dan nilai2 yang diamanatkan oleh UUD 1945, sehingga dengan demikian arah pencapaian Kemerdekaan sungguh dapat terkondisi se-baik2nya yaitu (1) Melindungi segenap warganegara Indonesia, (2) Melindungi tanah tumpah darah atau tanah air Indonesia, (3) Meningkatkan Kesejahteraan Umum, (4) Mencerdaskan kehidupan berbangsa, (5) Turut serta menciptakan perdamaian dunia.

Tidak pelak lagi bahwa pidato Presiden RI pada tanggal 1 Juni 2010 saat membedah Pidato Bung Karno tentang Pancasila 1 Juni 1945 adalah dapat pula dijadikan tonggak sejarah Reformasi menuju kearah sikap dan tindak Restorasi atau Pelurusan Konstitusional, memperhatikan pula bahwa Pancasila 1 Juni 1945 adalah secara konsepsional turut mendasari terbentuknya paragraph ke-4 Pembukaan UUD 1945 atau yang dapat dikenali sebagai batang tubuh atau susunan sila-sila Pancasila 18 Agustus 1945.

Oleh karena itu, saatnyalah kini kami berserta Kaum Nasionalis Pancasila lainnya prakarsai Komite Nasional Indonesia menggelar PEPORA dan sekaligus mengajak segenap komponen bangsa bergerak menggelorakan REVOLUSI PANCASILA diseluruh dimensi kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya, guna menegaskan Negara Pancasila dan tidak cukup Negara Hukum yang rawan intervensi Keputusan Politik.

Jakarta, 20 Juni 2010

Tim-7, GARDA PANCASILA INDONESIA (GAPI),

 

Pandji R Hadinoto, Sri Rosalinda, Sy Yasmar Anas, Yahman Romli,  

 

Mulyono, Chaerul Taman, Tanto P Nugroho





Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
Jun 30, 2010, 2:49:24 PM6/30/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi BangkaPos, Redaksi BatamPos, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta
Hadiri Pancasila Study Club tentang Kenapa Harus NEGARA PANCASILA bertempat di Kampus STIH IBLAM, Kompleks Gita Bahari, Jalan Kramat Raya 27, Jakarta Pusat 10450, pada hari Kamis tanggal 1 Juli 2010 jam 13 - 17 wib dengan :

Preposisi : Kenapa Harus Negara Pancasila ?

(Pandji R Hadinoto, Ketua Umum IKA STIH IBLAM, HP : 0817 983 4545)

Penjelasan Tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia [Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75, 1959] mengamanatkan Pokok-pokok Pikiran :

  1. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
  2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat;
  3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan;
  4. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;

Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar Negara, baik hukum yang tertulis (Undang Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.

Sistem Pemerintahan Negara :

I.              Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)

1.    Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machsstaat)

II.            Sistim Konstitusional

2.    Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas)

III.           Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gezamte Staatgewalt liege allein bei der Majelis)

3.    Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes)

Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini) tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bab I Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 (3) Negara Indonesia adalah Negara hukum

 

Pedoman Umum Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Bernegara [ISBN 979-25-3020-7] :

Ketentuan Hukum Mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara

1.    Tap MPR RI No. XVIII/MPR/1998, menyebutkan pada pasal 1, Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Catatan : Berdasar TAP MPR RI No. 1/MPR/2003, TAP dimaksud tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

2.    Tap MPR RI No. III/MPR/2000, diantaranya menyebutkan : Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh Rakyat Indonesia

Pencerminan Staatside (hakikat yang paling dalam dari Negara, J Oppenheim, atau de staats diepste wezen) dalam bentuk pemerintahan dan Negara oleh BW Schaper dapat ditemui dalam :

Negara Kekuasaan (Machtsstaat), Negara Hukum (Rechtsstaat), Negara Rakyat (Volksstaat), Negara Kelas (Klassestaat), Negara Totaliter (Totalitairestaat), Negara Kemakmuran (Welvaartsstaat)

Ilmu Negara [ISBN 979-578-001-8] :

Teori Revolusi dari ARISTOTELES

Rangkaian bentuk-bentuk Negara Monarkhi (ideal) –> Tirani/Despotie (pemerosotan) –> Aristokrasi (ideal) –> Oligarkhi/Plutokrasi (pemerosotan) –> Politea (ideal) –> Demokrasi (pemerosotan) -> Monarkhi (ideal) dst

Siklus Bentuk Negara dari POLYBIOS

Monarkhi –> Aristokrasi –> Tirani –> Oligarkhi -> Demokrasi -> Monarkhi dst

Tesis :

Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bentuk NEGARA PANCASILA yang holistik diyakini mayoritas lebih bersifat berkepastian daripada NEGARA HUKUM yang terbukti kini lebih berketidakpastian karena rawan rekayasa Keputusan Politik, sehingga diduga bentuk Negara dapat mengikuti Teori Revolusi ARISTOTELES dan POLYBIOS sebagaimana terpapar diatas, dengan kata lain, tidaklah cukup dipersyaratkan bentuk Negara Hukum semata.

Argumentasi ini diperkuat pula oleh pendapat Aurelius Agustinus [354 – 430] tentang De Civitate Des atau Kota Tuhan sebagai lawan daripada Civitas Terrana atau Kota Terkutuk, dan analog dengan pendapat ini seharusnya bagi NKRI ditegaskan berlaku NEGARA ber Ketuhanan Yang Maha Esa atau NEGARA PANCASILA, yang memang lebih berakar peradaban bangsa Indonesia sendiri.

[1 Juli 2010, Pancasila Study Club, IKA STIH IBLAM, Jln. Kramat Raya No. 27, Jakarta Pusat 10450]









Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc

unread,
Jul 29, 2010, 9:14:26 AM7/29/10
to wayun...@googlegroups.com, Johnny Warokka CM, Oti Setiawan Sribudi, Roch Basuki Bdg, Ir M Saleh Khalid MM, Hendri Saparini ECONIT, Kantor Berita Radio 68H, Redaksi Antara, Redaksi BangkaPos, Redaksi BatamPos, Redaksi Berindo, Redaksi CenderawasihPos, JIM WIRYAWAN, Barisan45 Jakarta

TATANEGARA INDONESIA PRA & PASCA 2002

Pandji R Hadinoto

Pra 2002 diketahui keberadaan UUD 1945 per Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75, 1959 [RM A. B. Kusuma, Lahirnya UUD 1945, FHUI, ISBN 979-8972-28-9,{1}], yang sampai kini belum pernah dinyatakan tidak diberlakukan, menganut pembagian kekuasaan vertikal, mengenali 6 (enam) lembaga Negara yaitu (1) MPR – Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara, dan lain2nya Lembaga Tinggi Negara yaitu (2) DPR – Dewan Perwakilan Rakyat, (3) Presiden, (4) MA – Mahkamah Agung, (5) BPK – Badan Pemeriksa Keuangan, (6) DPA – Dewan Pertimbangan Agung [Prof DR Jimli Asshiddiqie, SH, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, ISBN 979-98018-1-8, {2}].

Pasca 2002 diketahui keberadaan UUD 1945 per Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini, menganut pembagian kekuasaan horizontal, mengenali 7 (tujuh) lembaga tinggi Negara yakni (1) MPR – Majelis Permusyawaratan Rakyat, (2) DPR – Dewan Perwakilan Rakyat, (3) DPD – Dewan Perwakilan Daerah, (4) Presiden, (5) MA – Mahkamah Agung, (6) MK – Mahkamah Konstitusi, (7) BPK – Badan Pemeriksa Keuangan [{2}].

MPR bersifat khas Indonesia, sedangkan DPR cetak biru dari Volksraad, begitu pula MA dari Hogerechtschof atau Hogeraad atau Landraad dan Raad van Justitie, BPK dari Raad van Rekenkamer, Presiden sebagai pengganti Gouvernuur Generaal, DPA dari Raad van Nederlandsche Indie atau Raad van State [{2}].

MPR per UUD 1945 (1959) diposisikan sebagai penjelmaan Kedaulatan Rakyat, berkomposisi anggota DPR (representasi politik prinsip demokrasi politik), Utusan Daerah (representasi kepentingan daerah-daerah agar tidak terabaikan hanya karena orientasi pengutamaan kepentingan nasional) dan Utusan Golongan (representasi fungsional prinsip demokrasi ekonomi), yang bersifat kombinatif antara tradisi liberalisme barat dengan sosialisme timur dan oleh karena mencerminkan seluruh lapisan dan golongan rakyat maka MPR berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara atau supreme/superbody [{2}].

MPR UUD 1945 (1959) berfungsi (1) menetapkan UUD per Pasal-3, (2) Perubahan UUD per Pasal-37, (3) menetapkan garis-garis besar haluan Negara dalam arti luas per Pasal-3, (4) memilih Presiden dan Wakil Presiden per Pasal-6 dan (5) meminta pertanggungjawaban Presiden di tengah masa jabatannya karena dakwaan pelanggaran melalui persidangan istimewa per Pasal-8 juncto Penjelasan UUD 1945.

MPR per UUD 1945 (2002) direstrukturisasi menjadi dua kamar DPR dan DPD, dan diposisikan sebagai Lembaga Tinggi Negara, berkerangka pemikiran Pemisahan Kekuasaan (separation of power) bersifat horizontal demi kesederajatan dan saling lebih mengimbangi (checks and balances) diantara ke-7 Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Kini MPR versi UUD 1945 (2002) ini dioperasikan sebagai Joint Session.

MPR UUD 1945 (2002) berwenang (1) mengubah dan menetapkan UUD, (2) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan (3) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.

Adapun prinsip kesederajatan dan keseimbangan (checks and balances) per UUD 1945 (2002) ini adalah buah antitesa Heavy Executive daripada UUD 1945 (1959), namun kini malahan semakin terasa sebagai bandul bergoyang kearah Legislative Heavy, sehingga memunculkan berbagai dugaan penyalahgunaan kewenangan berdampak maraknya dugaan tindakan penyimpangan pidana, seirama saja dengan pepatah Lord Acton  “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely (kekuasaan cenderung untuk menjadi sewenang-wenang dan dalam kekuasaan yang bersifat mutlak, kesewenang-wenangannya juga cenderung mutlak) mengikuti hukum besi kekuasaan. Karena itu ada beberapa kelompok masyarakat peduli konstitusi Indonesia berpendapat bahwa Reformasi 1998 berujung Amandemen UUD 1945 adalah kebabalasan. Padahal tuntutan Reformasi 1998 tidaklah termasuk Amandemen UUD 1945, tepatnya Tuntutan Gerakan Reformasi 1998 adalah (1) Bubarkan Orde Baru dan GolKar, (2) Hapuskan Dwifungsi ABRI, (3) Hapuskan KKN, (4) Tegakkan Supremasi Hukum, HAM dan Demokrasi serta (5) Ekonomi Kerakyatan [R Soeprapto, Kritisi Reformasi, {3}] Demikian pula kesepakatan pada awal Sidang Umum MPR Tahun 1999 adalah (1) Mempertahankan Pembukaan UUD 1945, (2) Mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, (3) Mempertahankan system pemerintahan presidensiil, (4) Menegakkan prinsip check and balances, (5) Memindahkan ketentuan-ketentuan normative dalam Penjelasan ke dalam pasal-pasal UUD 1945, (6) Perubahan dilakukan dengan cara ADENDUM. (Faktanya perubahan dengan cara AMANDEMEN, Evaluasi S.T.MPR 2002, Perubahan UUD 1945, Front Pembela Proklamasi 45, {4}).

Dalam konteks ke-Indonesia-an, sesungguhnya kunci legitimasi kekuasaan atau Pemegang Kedaulatan (sovereignty) adalah prinsip Kedaulatan Tuhan (berdasarkan sila-1 Pancasila) berketurunan Kedaulatan Hukum (dengan berprinsip rechsstaat, rule of law, supremasi hukum) dan Kedaulatan Rakyat (bertumpu sila-4 Pancasila) sesuai cita kenegaraan (staatsidee) Pembukaan UUD 1945 [{2}].

Kunci Pemegang Kedaulatan itu dalam Bangunan Kenegaraan Indonesia, bagaimanapun, sangat terkait erat dengan akar peradaban bangsa Indonesia yang berdata pra Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 seperti 240 kerajaan besar kecil (126 terdaftar sampai dengan abad-20) [Sri Rosalinda, Pembangunan Masyarakat Nusantara Kerajaan dan NKRI dalam Revolusi Pancasila, Lembaga Study Teritorial, {5}]. Artinya Nusantara juga berkarakter peradaban Monarkhi yang terbaik sebagaimana pendapat filsuf Thomas Aquinas (1225 – 1274 M) [Ilmu Negara, ISBN 979-499-229-1, {6}] dan De Civitate Des atau Kota Tuhan sesuai pendapat filsuf Aurelius Agustinus (354 – 430) [Puja Pramana KA, Ilmu Negara, ISBN 978-979-756-556-5, {7}] karena Raja2 Monarkhial Nusantara itu berkarakter keyakinan kepada Kedaulatan Tuhan demi Kepentingan Umum.

Penulis meriwayatkan kelekatan Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Hukum pada negara2 Monarkhi Nusantara dalam Tesis Magister Hukum tentang Politik Hukum Nusantara 20 Abad pada tahun 2000, seperti dapat ditelisik pada Kerajaan Mataram Kuno (717 – 1222), Keprabuan Majapahit (1293 – 1525), Keprabuan Pajajaran (1350 – 1579), Keprabon Cirebon (1445 – 1809), Kesultanan Demak (1478 – 1575), Kesultanan Mataram (1575 – 1945), Kedatuan Sriwijaya (392 – 1406), Kesultanan Aceh Raya Darussalam (1205 – 1942), Kesultanan Banten (1525 – 1813), Kesultanan Gowa Tallo (1200 – 1906), Kesultanan Palembang Darussalam, bahkan beberapa dikenali sebagai Monarkhi Konstitusional.

Kedatuan Sriwijaya diketahui memiliki Prasasti Telaga Batu (683) yang oleh Prof MR HM Yamin dikategorikan sebagai Naskah Konstitusi, Keprabuan Majapahit dikenali memiliki perundang-undangan Kutara Manawadharmasastra sebagai hukum tertulis dan Kesultanan Aceh menjalankan Qanun Alsyi (UUD) Adat Meukuta Alam (Adat Bersendi Syariat) bersumberkan Al Qur’an, Al Hadist, Ijma Ulama dan Qias, sedangkan Monarkhi2 Nusantara lain dipastikan memiliki Hukum Publik dalam mengelola kenegaraannya, termasuk Amana Gappa (Hukum Dagang Laut) oleh Kesultanan Gowa Tallo.

Selanjutnya, patut disimak artikulasi para Founding Fathers Bung Karno, Bung Hatta dan Prof Mr DR Supomo oleh Front Pembela Proklamasi 45 yang menggarisbawahi kelekatan peradaban Indonesia dengan Kedaulatan Rakyat sebagai berikut :

Bahwa pada tahun 1932, Bung Karno menulis dalam harian Fikiran Ra’jat tentang demokrasi adalah “pemerintahan rakyat”. Cara pemerintahan ini memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah. Demokrasi yang di-cita2kan haruslah sosio-demokrasi, yaitu demokrasi yang berdiri kedua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Tulisan beliau pada bulan Maret 1933 berjudul Mencapai Indonesia Merdeka menyatakan bahwa demokrasi kita haruslah demokrasi baru, demokrasi sejati, demokrasi yang sebenarnya pemerintahan rakyat. bukan “demokrasi” ala Eropa dan Amerika tetapi suatu demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Pada tahun 1940 di Pandji Islam beliau menyatakan bahwa kehendak asas demokrasi mengadakan suatu badan perwakilan rakyat yang disitu duduk utusan-utusan dari seluruh rakyat, zonder mem-beda2kan keyakinan.

Bahwa pada tahun 1932, Bung Hatta dalam brosur Kearah Indonesia Merdeka menyatakan tentang kita harus membangun demokrasi kita sendiri. Demokrasi barat tiada membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya. Haruslah ada pula demokrasi ekonomi. Untuk itu Bung Hatta berpaling ke daerah pedesaan Indonesia dan mengatakan bahwa kita harus mengangkat hakekat dan mengembangkan demokrasi yang berasal dari masyarakat desa. Dasar-dasar demokrasi yang terdapat dalam pergaulan hidup asli di Indonesia kita pakai sebagai sendi politik kita.

Bahwa Prof MR DR Supomo pada pidato penerimaannya sebagai Guru Besar dalam Hukum Adat pada tahun 1941 di Rechts Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta mengatakan tentang perbedaan dengan peradaban di Barat maka bagi bangsa Indonesia individu tidak dapat terlepas dari masyarakatnya sehingga hak dan kewajiban yang dimilikinya berhubungan dengan fungsinya dalam masyarakat. Jadi, hak2 warga tersebut diatas pada hakekatnya merupakan gemeenschapsrechten (hak2 komunitas) karena dihubungkan dengan fungsi warga yang bersangkutan dalam kehidupan masyarakatnya. Sebagaimana juga halnya dengan Bung Karno dan Bung Hatta maka Supomo yakin betul bahwa kunci keberhasilan medirikan Negara Indonesia Merdeka terletak pada Persatuan dan Kesatuan Bangsa tanpa menghilangkan eksistensi suku2 bangsa dan golongan2 yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia. Supomo pada akhir pidatonya di BPUPKI menyebut Panca Dharma yaitu asas2 dari Taman Siswa yakni (1) Kodrat alam, (2) Kebudayaan, (3) Kemerdekaan, (4) Kebangsaan, (5) Kemanusiaan. Hal ini diperkuat dalam Penjelasan UUD 1945 mengenai semangat kekeluargaan, kepemimpinan, kebudayaan.

Bahwa dalam pidatonya di BPUPKI itu, Supomo juga menyebut Kawolu Gusti yang lebih menandakan pengaruh ajaran Ki Hadjar Dewantoro yang mengartikannya sebagai Persatuan Diri Dengan Masyarakat yang dalam bahasa Jawa disebut Kawulo Lan Gusti. Dengan Gusti dimaksud sebagai lambang Persatuan Rakyat yang merdeka yang terdapat dalam kehidupan kekeluargaan dimana tidak ada aturan paksaan, penindasan, perampasan kebebasan, perlawanan seperti lazimnya terlihat dalam alam yang tidak ada kemerdekaan. Dalam kehidupan kekeluargaan terdapat aturan berdasarkan Cinta Kasih (yakni Gusti yang tidak terlihat) menuju Tertib dan Damai buat Persatuan dan Selamat dan Bahagia buat masing2 anggotanya.

Bahwa kata “Keluarga” sebenarnya berasal dari perkataan “kawulo” dan “warga”. Kawulo berarti “abdi” yang berkewajiban mengabdikan diri dan menyerahkan segala tenaganya kepada yang olehnya dianggap “tuannya”. Warga berarti “anggota” yang berwenang ikut mengurus, ikut memimpin dan menetapkan segala apa yang diperlukan. Jadi Kawulo Gusti menggambarkan kedudukan yang ganda dalam diri seseorang yaitu sebagai “abdi” tetapi sekaligus juga sebagai “tuan”. Suatu ciri kehidupan kekeluargaan adalah sikap toleransi. Selain itu masih ada unsur2 Persatuan yang tidak kalah pentingnya yaitu adanya Demokrasi dalam Kesejahteraan Bersama. Demokrasi disini bukan hanya berarti “sama-rata” seperti pengertian Demokrasi Barat tetapi juga “sama-rasa”. Istilah sama-rata dan sama-rasa mengandung pengertian Demokrasi yang mengandung Keadilan Sosial. Suku2 bangsa Indonesia yang lain juga bersifat komunal seperti masyarakat Jawa, maka hal2 yang diuraikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada hakekatnya berlaku juga bagi suku2 bangsa lain.

Ternyata, Monarkhi Konstitusional bukanlah pilihan Founding Fathers, tetapi Republik Konstitusional sebagaimana teori-teori klasik, yang menurut hemat penulis dapat masih relevan bagi situasi dan kondisi Indonesia kini, seperti pendapat Aristoteles yakni bahwa Negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya adalah baik, karena memperhatikan kepentingan umum (rakyat) [Prof Dr I Gde Pantja Astawa, SH, MH dan Dr Suprin Na’a, SH, MH, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, ISBN 978-602-8650-08-3 {8}].

Baik UUD 1945 (1959) maupun UUD 1945 (2002) mencerminkan bentuk pemerintahan Aristokrasi, bedanya kumpulan cendekiawan negarawan versi UUD 1945 (1959) berada pada Lembaga Tertinggi Negara bernama MPR berkomposisi anggota2 DPR, UD dan UG, sedangkan kumpulan cendekiawan negarawan versi UUD 1945 (2002) terserak di 7 (tujuh) Lembaga Tinggi Negara berkomposisi kombinasi Pilihan Rakyat dan Pilihan DPR dan/atau Keputusan Presiden yang berkedudukan hukum yang sederajat dan bisa saja berkinerja tidak harmonis satu sama lain tanpa ada Lembaga Tinggi Negara lain yang mampu menengahinya kecuali Daulat Rakyat, dan itu berarti at-all-cost.

Bilamana benar demikian, maka Indonesia pasca UUD 1945 (2002) sesungguhnya masih rawan terhadap terjadinya Revolusi Aristoteles, demikian pula Siklus Polybios.

Apalagi, terindikasi paling tidak 22 titik lemah Indonesia terkini seperti tulisan Mengapa Kita (Harus) Melawan Rezim Neolib Ini ? [M. Hatta Taliwang, Koordinator Grup Diskusi 77-78, Lampiran-1], dengan catatan teridentifikasi 9 (Sembilan) aktor Revolusioner seperti tulisan Mungkinkah Terjadi Perubahan di Indonesia dalam waktu dekat ? [M. Hatta Taliwang, Koordinator Grup Diskusi 77-78, Lampiran-2].

Oleh karena itulah, penulis bersyukur telah menerima buku Negara Pancasila Jalan Kemaslatan Berbangsa [As’ad Said Ali, ISBN 979-3330-82-1, {9}] pada tanggal 7 Juli 2010 ketika Dialog Kebangsaan, yang membenarkan tentang aspirasi Maklumat Revolusi Pancasila 20 Juni 2010 oleh Tim-7 Garda Pancasila Indonesia, guna mengurangi potensi peristiwa hukum revolusi berulang kali sebagaimana diduga Aristoteles dan Polybios {6}

Dan sesungguhnya restorasi MPR kembali sebagai Lembaga Tertinggi Negara adalah strategik segera dilakukan mengingat antara lain karena lembaga Kekuasaan/Kedaulatan Tertinggi telah mentradisi berabad di peradaban Indonesia, apalagi MPR kini diberlakukan quasi bi-kameral yakni DPD hanya berperan sebagai penasehat bagi DPR, begitu juga masyarakat mayoritas dari kalangan tani dan nelayan ternyata banyak yang tidak terwakilkan, serta beberapa kasus kenegaraan yang sulit berujung solusi terbaik, bahkan dapat mengurangi potensi revolusi berkelanjutan berulang kali {6}.

Revolusi atau Perubahan kalau memang menjadi kebutuhan terkini maka diperlukan sinergi diantara 9 (Sembilan) aktor Perubahan yaitu (1) Partai Politik, (2) Massa Islam, (3) Kampus dan Mahasiswa, (4) Media Massa, (5) Aktifis Gerakan LSM, (6) Tentara, (7) Kelompok Pengusaha, (8) Kelompok Penegak Hukum, (9) Bapak Bangsa [M. Hatta Taliwang, Mungkinkah Terjadi Perubahan Di Indonesia Dalam Waktu Dekat, Koordinator Grup Diskusi 77-78].

Tradisi kemasyarakatan terorganisir di Nusantara berbentuk kenegaraan sendiri sesungguhnya cukup berimbang dengan tradisi kenegaraan di belahan dunia lain, misalnya :

  1. Istilah “Negara” berasal usul bahasa Sansekerta “nagari” (seperti digunakan di Sumatera Barat) atau “nagara” (seperti digunakan di Bali) yang berarti “kota”. Akar pemahaman ini seirama dengan istilah “kota” (city state) atau “polis” di zaman Yunani kuno. Secara sederhana, “Negara” dapat diberi pengertian sebagai kekuasaan terorganisir yang mengatur masyarakat hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu demi kesejahteraan bersama {8}
  2. Trias Politika Trayaratna (Majapahit, 1365) lebih tua dari Trias Politika John Locke (1690) dan Montesquieu (1748)
  3. Seloka Bhinneka Tunggal Ika (Majapahit, abad-14) lebih tua dari seloka serupa, E Pluribus Unum (Amerika Serikat, abad-18)
  4. Konstitusi Telaga Batu (Sriwijaya, 638), Kitab Kutaramanawadharmasastra (Majapahit, 1365), UU Qanun Meukuta Alam Al Asyi (Aceh Raya Darussalam, 1607 – 1636), UU Surya Alam (Mataram, 1613 – 1646), UUD Paji Sekaten & UU Beraja Nanti (Kutai Kertanegara, 1605 – 1945), UU Sembur Cahya & Sindang Mardika (Palembang, 1630 – 1825) lebih tua daripada Konstitusi Amerika Serikat (1788) dan Grond Wet (The Netherland, 1848)
  5. Kompilasi Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa (Gowa-Tallo, 1626) sebaya saja dengan praktek VOC (yang ber-Anggaran Dasar, 1602).
  6. Naskah Siksa Kanda Karesian (Pajajaran, 1518) yang a.l. memuat ragam siasat tempur, lebih tua daripada rekayasa tempur yang dipraktekkan rezim colonial baik Portugis maupun Spanyol dan VOC di persada Nusantara.
  7. Indonesia ternyata tempat lahir peradaban dunia [Prof Arysio Santos, Atlantis, The Lost Continent Finally Found, ISBN 978-602-8224-62-8]

Kepustakaan

  1. RM A.B. Kusuma, Lahirnya UUD 1945, FHUI, ISBN 979-8972-28-7
  2. Prof DR Jimly Asshiddiqie, SH, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, ISBN 979-98018-1-8
  3. R. Soeprapto, Kritisi Reformasi, ISBN 979-96772-3-X
  4. Front Pembela Proklamasi 45, Perubahan UUD 1945
  5. 5. Sri Rosalinda, Pembangunan  Masyarakat Nusantara,  Kerajaan Dan NKRI Dalam Revolusi Pancasila, 1 Juli 2010
  6. Soehino, SH, Ilmu Negara, ISBN 979-499-229-1
  7. Puja Pramana KA, Ilmu Negara, ISBN 978-979-756-556-5
  8. Prof Dr I Gde Pantja Astawa, SH, MH dan Dr Suprin Na’a, SH, MH, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, ISBN 978-602-8650-08-3
  9. As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemashalatan Berbangsa, ISBN 979-3330-82-1

Sebagai tambahan, penulis telah menyusun Politika Adendum UUD 1945 seperti bisa diunduh di situs www.jakarta45.wordpress.com





Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages