Kepada rekan2 Kaum Nasionalis Pancasilais,(KNP) Mohon turut serta sebarkan Stiker terlampir guna penguatan kepeloporan KNP tentang Ideologi Bangsa khususnya per Pembukaan UUD 1945 Terima kasih, Pandji R Hadinoto --- Pada Kam, 25/3/10, Pandji R Hadinoto, www.pkpi.co.cc <bari...@yahoo.com> menulis:
|
Rumah Aspirasi Politik Pejoang 45 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) melalui Kongres ke-3 pada tanggal 10-14 April 2010 selain menghasilkan Bang Yos (LetJen Purn TNI DR Hc Sutiyoso, SH) sebagai Ketua Umum terpilih untuk masa bakti 2010-2015, juga telah menghasilkan beberapa rekomendasi seperti pembekalan landasan kejoangan tentang 9 (Sembilan) butir Pusaka Kepemimpinan Peradaban Indonesia yaitu (1) Sang Saka Merah Putih, (2) Bhinneka Tunggal Ika, (3) Sumpah Pemuda 1928, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, (5) Pancasila 1945, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Wawasan Nusantara 1957, (9) Jiwa Semangat & Nilai-nilai 45. Butir-9 tersebut diatas mengisyaratkan tentang keberadaan, kepedulian dan tekad senantiasa mengemban pelestarian dan pembudayaan kejoangan Indonesia Merdeka 1945 sekaligus perkuatan bagi kejoangan Indonesia Digdaya 2045. Oleh karena itulah tiada berlebihan bahwa PKPI adalah sesungguhnya rumah yang tepat bagi aspirasi politik para pejoang 45, terutama ketika bersikap Kerakyatan dan Kebangsaan dengan mengedepankan Politik Benteng Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa dan Mercusuar Dunia melalui upaya-upaya Reformasi Pro Pancasila di semua dimensi kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta demi turut serta menggapai Indonesia Bermartabat 2030 dan Indonesia Digdaya 2045. Lebih daripada itu, dukungan dari seluruh rakyat Indonesia bagi para pejoang 45 tersebut diatas adalah penting adanya guna secara bersama-sama dalam suasana batin kemanunggalan Padamu Negeri dapat selalu berkemampuan mengemban, memelihara dan membangun masyarakat, bangsa dan Negara sebagaimana cita politik yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Malang, 17 April 2010 Pandji R Hadinoto, ex Ketua Komisi C Kongres PKPI 2010 |
INDONESIA MULIA 2015 ? Dokter Soetomo, sang tokoh pendiri Boedi Oetomo [20 Mei 1908], yang kini bermakam di Bubutan, Surabaya, tepatnya di belakang Gedung Nasional Indonesia, mewariskan gagasan INDONESIA MULIA yang strategik bagi arah dan muatan pembangunan karakter bangsa. Situasi dan kondisi kekinian yang dicerminkan oleh PANCASIAL yaitu (1) Ketuanan yang maha kuasa, (2) Kemanusiaan yang tidak adil dan biadab, (3) Persatean Indonesia, (4) Kerakyatan yang dihimpit oleh kesewenang-wenangan, (5) Ketidakadilan sosial bagi rakyat Indonesia, menegaskan pentingnya gagasan INDONESIA MULIA digelorakan. Oleh karena itulah jelang Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2010 patut dibekali paham tentang Manusia PANCASILA Seutuhnya melalui aksi-aksi Reformasi Pro PANCASILA berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semesta guna capaian INDONESIA MULIA 2015, misalnya. Berbagai ketidakpastian berbangsa dan bernegara akibat tindak pidana mega korupsi termasuk tindak koruptif berupa pembentukan perundang-undangan yang menyimpangi roh PANCASILA, dan perilaku lain yang mengingkari jati diri PANCASILA seharusnya segera dipangkas habis, agar mutu Ketahanan Bangsa senantiasa terpelihara yakni (1) Keagamaan tidak rawan, (2) Ideologi tidak retak, (3) Politik tidak resah, (4) Ekonomi tidak ganas, (5) Sosial budaya tidak pudar, (6) HanKam tidak lengah, (7) Lingkungan tidak gersang. Salah satu cara antisipasi praktis adalah menanamtumbuhkan CINTA INDONESIA MULIA dengan menyemai di keseharian rakyat Indonesia misalnya tentang 9 Pilar Keadaban Politika Indonesia yaitu (1) Sang Saka Merah Putih, (2) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, (3) Resolusi Kerapatan Besar 28 Oktober 1928 yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928, (5) Pancasila 1945, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Wawasan Nusantara, (9) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 (JSN45). Pelajaran yang dapat dipetik dari JSN45 itu adalah sikap-sikap kepejuangan seperti (1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Jiwa dan Semangat Merdeka, (3) Nasionalisme, (4) Patriotisme, (5) Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, (6) Pantang mundur dan tidak kenal menyerah, (7) Persatuan dan kesatuan, (8) Anti penjajah dan penjajahan, (9) Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri, (10) Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya, (11) Idealisme kejuangan yang tinggi, (12) Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara, (13) Kepahlawanan, (14) Sepi ing pamrih rame ing gawe, (15) Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan, (16) Disiplin yang tinggi, (17) Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. CINTA INDONESIA MULIA prakarsa swadaya masyarakat ini sejatinya kelak dapat menuju kearah terbentuknya kaum Nasionalis Pancasila yang senantiasa mengejawantahkan amanat Pembukaan UUD 1945 sebaik-baiknya, dan bagaimanapun, terbentuknya Perundang-undangan tentang CINTA INDONESIA MULIA ini oleh pemerintahan Republik Indonesia dipastikan akan sangat konstruktif memperteguh kehadiran PANCASILA itu sendiri di persada nusantara ini. Sehingga cukup tepat kiranya HarKitNas 2010 adalah juga wahana Kebangkitan Kaum Nasionalis Pancasila mengemban CINTA INDONESIA MULIA. Jakarta, 5 Mei 2010 Pandji R Hadinoto / Ketua Umum IKA STIH IBLAM / HP : 0817 983 4545 / eMail : ikai...@yahoo.com www.jakarta45.wordpress.com |
MAKLUMAT KAUM NASIONALIS PANCASILA Situasi dan kondisi kekinian yang ditandai dengan merebaknya pengingkaran terhadap Pancasila sebagai dasar filosofi negara, menegaskan pentingnya sosialisasi pro aktif gagasan INDONESIA MULIA oleh Dr Soetomo [1932], Pendiri Boedi Oetomo [20 Mei 1908] dan Pahlawan Nasional yang kini bermakam di Bubutan, Surabaya, di belakang Gedung Nasional Indonesia, bagi strategi arah dan muatan pembangunan karakter bangsa. Dalam konteks itulah, saat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2010, masyarakat patut dibekali paham tentang Manusia PANCASILA Seutuhnya melalui aksi-aksi Reformasi Pro PANCASILA berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semesta guna capaian INDONESIA MULIA 2015, misalnya. Sehingga dengan demikian berbagai ketidakpastian berbangsa dan bernegara akibat tindak pidana mega korupsi termasuk tindak koruptif lain berupa pembentukan perundang-undangan yang menyimpangi roh PANCASILA, dan perilaku luar biasa lain yang mengingkari jati diri PANCASILA, konsekuensinya harus segera dipangkas habis, agar mutu Ketahanan Bangsa senantiasa terpelihara yakni (1) Keagamaan tidak rawan, (2) Ideologi tidak retak, (3) Politik tidak resah, (4) Ekonomi tidak ganas, (5) Sosial budaya tidak pudar, (6) HanKam tidak lengah, (7) Lingkungan tidak gersang. |
Salah satu cara antisipasi praktis adalah menanamtumbuhkan CINTA INDONESIA MULIA dengan menyemai di keseharian rakyat Indonesia misalnya tentang 9 Pilar Keadaban Politika Indonesia yaitu (1) Sang Saka Merah Putih, (2) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, (3) Resolusi Kerapatan Besar 28 Oktober 1928 yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928, (5) Pancasila 1945, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Wawasan Nusantara, (9) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 45 (JSN45). |
Makna JSN45 tersebut yang dapat dipetik adalah pembelajaran sikap-sikap Kepejuangan seperti (1) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Jiwa dan Semangat Merdeka, (3) Nasionalisme, (4) Patriotisme, (5) Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, (6) Pantang mundur dan tidak kenal menyerah, (7) Persatuan dan kesatuan, (8) Anti penjajah dan penjajahan, (9) Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri, (10) Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya, (11) Idealisme kejuangan yang tinggi, (12) Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara, (13) Kepahlawanan, (14) Sepi ing pamrih rame ing gawe, (15) Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan, (16) Disiplin yang tinggi, (17) Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. Mari jadikan HarKitNas 2010 sebagai wahana bagi Kebangkitan Kaum NASIONALIS PANCASILA mengemban CINTA INDONESIA MULIA yang senantiasa berporos amanat Pembukaan UUD 1945 sekaligus mengobarkan semangat SARINAH (Siapa Anti Republik Indonesia Nanti Akan Hancur) dan menggelorakan jiwa PANCASILA Jatidiri Umat Manusia BerKetuhanan Yang Maha Esa serta menebarkan nilai-nilai PANCASILA Mercusuar Dunia. Jakarta, 20 Mei 2010 GARDA PANCASILA INDONESIA (GAPI), Tim-5, (1) Nortier Simanungkalit, Pendiri PELAJAR PEMBELA PANCASILA [1948], (2) Pandji R. Hadinoto, (3) Sy Yasmar Anas, (4) Nurman Siregar, (5) Albert Nainggolan Lumban Raja
|
Simaklah kegiatan Pancasila Study Club
(PSC) IKA STIH IBLAM menggelar bahasan Pancasila Mercusuar Dunia
antara lain tentang Keotentikan Pancasila sebagai Piagam Universil,
bertempat di Kampue STIH IBLAM, Kompleks Gita Bahari, Jalan Kramat Raya
27 pada hari Selasa tanggal 1 Juni 2010, jam 13 sd 17 wib, seirama
dengan opini sbb : : 010-05-22
Oleh : As’ad Said
Ali Survei yang dilakukan Pusat Studi Pancasila menyebutkan, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah-sekolah sekarang ini seolah hanya pelengkap kurikulum, dan tidak dipelajari secara serius oleh peserta didik. Pelajar dan guru hanya mengejar mata pelajaran-mata pelajaran yang menentukan kelulusan saja. Temuan ini menegaskan, hasil survei lembaga-lembaga lain yang dilakukan sekitar tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai Pancasila merosot tajam.
Menegakkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kewarganegaraan (citizenship) adalah cara yang paling baik untuk menjaga kohesivitas dan keutuhan bangsa. Mengapa? Karena basis kewarganegaraan adalah bangsa. Seperti kata Ben Anderson, bangsa adalah sebuah komunitas yang dibayangkan dalam keterikatan sebagai comradership, persaudaraan yang horizontal dan mendalam. Dia lahir bukan atas dasar ras, agama atau daerah. Tetapi pada persaudaraan dan cita-cita bersama dalam sebuah komunitas yang bernama negara, sebagai tanah harapan (the land of promise). Dengan demikian, kewarganegaraan bukan hanya sekadar gagasan dimana seseorang menjadi anggota dalam satuan politik yang disebut negara.
|
PANCASILA Study
Club (PSC) memaklumkan tentang gelar bahasan bertema PANCASILA Mercusuar Dunia
pada hari Selasa tanggal 1 Juni 2010 jam 13-17 wib, bertempat di
Kampus STIH IBLAM, Kompleks Gita Bahari, Jalan Kramat Raya No. 27,
Jakarta Pusat 10450, dalam rangka Peringatan 65 tahun PANCASILA. Adapun subtema-subtema adalah Tjamkan Pantja Sila [Bung Karno, 1 Djuni 1964],, Maklumat Kaum Nasionalis PANCASILA [GAPI, 20 Mei 2010], Relasi Pilar Kebangsaan dengan Al Qur'an [Kerabat45, 15 April 2008], Butir-butir PANCASILA TAP No. II/MPR/1978 [22 Maret 1978], Pokok-pokok Nasionalisme [Indische Partij, 25 Desember 1912], Keotentikan PANCASILA Sebagai Piagam Universil [Nainggolan, GAPI] dan Komite Nasional PANCASILA, dll. Pandji R Hadinoto / Ketua Umum IKA STIH IBLAM [HP : 08179834545, 0818284545] Tambahan Artikel :
|
MAKLUMAT : REVOLUSI PANCASILA Dalam rangka perkuatan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ditengah berbagai peristiwa tindak Korupsi Konstitusional yang mewabah disamping beragam peristiwa hukum Korupsi Uang Rakyat terkait APBN, APBD, dlsb, maka perbaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) perlu dikelola secara lebih menyeluruh oleh segenap komponen bangsa guna mengedepankan rangkaian program antara lain Pendidikan Politik Rakyat (PEPORA) mengingat sesungguhnya Korupsi Konstitusional itu lebih berbahaya daripada Korupsi Uang Rakyat. Perkuatan dan perbaikan dimaksudkan diatas diyakini strategik dilakukan guna mereduksi sikap dan tindak pengingkaran terhadap Pancasila seperti (1) Merampok uang rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan publik, (2) Melakukan korupsi di berbagai tingkatan lembaga-lembaga kenegaraan termasuk badan usaha milik negara. (3) Menembak para tertuduh teroris tanpa proses pengadilan, (4) Membajak kedaulatan rakyat di bidang-bidang politik, hukum dan ekonomi, (5) Menumpuk kekayaan dan membiarkan rakyat bergelimang dalam dilemma kemiskinan absolut. Dengan demikian maka Trilogi Sistim Pembangunan Nasional dapat senantiasa dikondisikan bagi (1) Keutuhan Bangsa, (2) Cinta Tanah Air dan (3) Bela Negara, melalui (1) Konsistensi melaksanakan Pancasila sebagai ideology NKRI yang berintikan Keadilan dan Kepeduian di semua dimensi kehidupan dan kegiatan pembangunan, (2) Konsistensi melaksanakan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional sebagai wujud mengawal dan mengamankan jalannya penyelenggaraan pembangunan agar Pancasila tetap dikiprahkan sebagaimana mestinya, (3) Konsistensi merumuskan, menetapkan dan menjabarkan perundang-undangan dan peraturan2 pelaksanaannya agar tidak menyimpangi jiwa, semangat dan nilai2 yang diamanatkan oleh UUD 1945, sehingga dengan demikian arah pencapaian Kemerdekaan sungguh dapat terkondisi se-baik2nya yaitu (1) Melindungi segenap warganegara Indonesia, (2) Melindungi tanah tumpah darah atau tanah air Indonesia, (3) Meningkatkan Kesejahteraan Umum, (4) Mencerdaskan kehidupan berbangsa, (5) Turut serta menciptakan perdamaian dunia. Tidak pelak lagi bahwa pidato Presiden RI pada tanggal 1 Juni 2010 saat membedah Pidato Bung Karno tentang Pancasila 1 Juni 1945 adalah dapat pula dijadikan tonggak sejarah Reformasi menuju kearah sikap dan tindak Restorasi atau Pelurusan Konstitusional, memperhatikan pula bahwa Pancasila 1 Juni 1945 adalah secara konsepsional turut mendasari terbentuknya paragraph ke-4 Pembukaan UUD 1945 atau yang dapat dikenali sebagai batang tubuh atau susunan sila-sila Pancasila 18 Agustus 1945. Oleh karena itu, saatnyalah kini kami berserta Kaum Nasionalis Pancasila lainnya prakarsai Komite Nasional Indonesia menggelar PEPORA dan sekaligus mengajak segenap komponen bangsa bergerak menggelorakan REVOLUSI PANCASILA diseluruh dimensi kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya, guna menegaskan Negara Pancasila dan tidak cukup Negara Hukum yang rawan intervensi Keputusan Politik. Jakarta, 20 Juni 2010 Tim-7, GARDA PANCASILA INDONESIA (GAPI),
Pandji R Hadinoto, Sri Rosalinda, Sy Yasmar Anas, Yahman Romli,
Mulyono, Chaerul Taman, Tanto P Nugroho |
Hadiri Pancasila Study Club tentang
Kenapa Harus NEGARA PANCASILA bertempat di Kampus STIH IBLAM, Kompleks
Gita Bahari, Jalan Kramat Raya 27, Jakarta Pusat 10450, pada hari Kamis
tanggal 1 Juli 2010 jam 13 - 17 wib dengan :
|
TATANEGARA INDONESIA PRA & PASCA 2002 Pandji R Hadinoto Pra 2002 diketahui keberadaan UUD 1945 per Lembaran Negara Republik Indonesia No. 75, 1959 [RM A. B. Kusuma, Lahirnya UUD 1945, FHUI, ISBN 979-8972-28-9,{1}], yang sampai kini belum pernah dinyatakan tidak diberlakukan, menganut pembagian kekuasaan vertikal, mengenali 6 (enam) lembaga Negara yaitu (1) MPR – Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara, dan lain2nya Lembaga Tinggi Negara yaitu (2) DPR – Dewan Perwakilan Rakyat, (3) Presiden, (4) MA – Mahkamah Agung, (5) BPK – Badan Pemeriksa Keuangan, (6) DPA – Dewan Pertimbangan Agung [Prof DR Jimli Asshiddiqie, SH, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, ISBN 979-98018-1-8, {2}]. Pasca 2002 diketahui keberadaan UUD 1945 per Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 Sebagai Naskah Perbantuan Dan Kompilasi Tanpa Ada Opini, menganut pembagian kekuasaan horizontal, mengenali 7 (tujuh) lembaga tinggi Negara yakni (1) MPR – Majelis Permusyawaratan Rakyat, (2) DPR – Dewan Perwakilan Rakyat, (3) DPD – Dewan Perwakilan Daerah, (4) Presiden, (5) MA – Mahkamah Agung, (6) MK – Mahkamah Konstitusi, (7) BPK – Badan Pemeriksa Keuangan [{2}]. MPR bersifat khas Indonesia, sedangkan DPR cetak biru dari Volksraad, begitu pula MA dari Hogerechtschof atau Hogeraad atau Landraad dan Raad van Justitie, BPK dari Raad van Rekenkamer, Presiden sebagai pengganti Gouvernuur Generaal, DPA dari Raad van Nederlandsche Indie atau Raad van State [{2}]. MPR per UUD 1945 (1959) diposisikan sebagai penjelmaan Kedaulatan Rakyat, berkomposisi anggota DPR (representasi politik prinsip demokrasi politik), Utusan Daerah (representasi kepentingan daerah-daerah agar tidak terabaikan hanya karena orientasi pengutamaan kepentingan nasional) dan Utusan Golongan (representasi fungsional prinsip demokrasi ekonomi), yang bersifat kombinatif antara tradisi liberalisme barat dengan sosialisme timur dan oleh karena mencerminkan seluruh lapisan dan golongan rakyat maka MPR berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara atau supreme/superbody [{2}]. MPR UUD 1945 (1959) berfungsi (1) menetapkan UUD per Pasal-3, (2) Perubahan UUD per Pasal-37, (3) menetapkan garis-garis besar haluan Negara dalam arti luas per Pasal-3, (4) memilih Presiden dan Wakil Presiden per Pasal-6 dan (5) meminta pertanggungjawaban Presiden di tengah masa jabatannya karena dakwaan pelanggaran melalui persidangan istimewa per Pasal-8 juncto Penjelasan UUD 1945. MPR per UUD 1945 (2002) direstrukturisasi menjadi dua kamar DPR dan DPD, dan diposisikan sebagai Lembaga Tinggi Negara, berkerangka pemikiran Pemisahan Kekuasaan (separation of power) bersifat horizontal demi kesederajatan dan saling lebih mengimbangi (checks and balances) diantara ke-7 Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Kini MPR versi UUD 1945 (2002) ini dioperasikan sebagai Joint Session. MPR UUD 1945 (2002) berwenang (1) mengubah dan menetapkan UUD, (2) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dan (3) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Adapun prinsip kesederajatan dan keseimbangan (checks and balances) per UUD 1945 (2002) ini adalah buah antitesa Heavy Executive daripada UUD 1945 (1959), namun kini malahan semakin terasa sebagai bandul bergoyang kearah Legislative Heavy, sehingga memunculkan berbagai dugaan penyalahgunaan kewenangan berdampak maraknya dugaan tindakan penyimpangan pidana, seirama saja dengan pepatah Lord Acton “power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely (kekuasaan cenderung untuk menjadi sewenang-wenang dan dalam kekuasaan yang bersifat mutlak, kesewenang-wenangannya juga cenderung mutlak) mengikuti hukum besi kekuasaan. Karena itu ada beberapa kelompok masyarakat peduli konstitusi Indonesia berpendapat bahwa Reformasi 1998 berujung Amandemen UUD 1945 adalah kebabalasan. Padahal tuntutan Reformasi 1998 tidaklah termasuk Amandemen UUD 1945, tepatnya Tuntutan Gerakan Reformasi 1998 adalah (1) Bubarkan Orde Baru dan GolKar, (2) Hapuskan Dwifungsi ABRI, (3) Hapuskan KKN, (4) Tegakkan Supremasi Hukum, HAM dan Demokrasi serta (5) Ekonomi Kerakyatan [R Soeprapto, Kritisi Reformasi, {3}] Demikian pula kesepakatan pada awal Sidang Umum MPR Tahun 1999 adalah (1) Mempertahankan Pembukaan UUD 1945, (2) Mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, (3) Mempertahankan system pemerintahan presidensiil, (4) Menegakkan prinsip check and balances, (5) Memindahkan ketentuan-ketentuan normative dalam Penjelasan ke dalam pasal-pasal UUD 1945, (6) Perubahan dilakukan dengan cara ADENDUM. (Faktanya perubahan dengan cara AMANDEMEN, Evaluasi S.T.MPR 2002, Perubahan UUD 1945, Front Pembela Proklamasi 45, {4}). Dalam konteks ke-Indonesia-an, sesungguhnya kunci legitimasi kekuasaan atau Pemegang Kedaulatan (sovereignty) adalah prinsip Kedaulatan Tuhan (berdasarkan sila-1 Pancasila) berketurunan Kedaulatan Hukum (dengan berprinsip rechsstaat, rule of law, supremasi hukum) dan Kedaulatan Rakyat (bertumpu sila-4 Pancasila) sesuai cita kenegaraan (staatsidee) Pembukaan UUD 1945 [{2}]. Kunci Pemegang Kedaulatan itu dalam Bangunan Kenegaraan Indonesia, bagaimanapun, sangat terkait erat dengan akar peradaban bangsa Indonesia yang berdata pra Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945 seperti 240 kerajaan besar kecil (126 terdaftar sampai dengan abad-20) [Sri Rosalinda, Pembangunan Masyarakat Nusantara Kerajaan dan NKRI dalam Revolusi Pancasila, Lembaga Study Teritorial, {5}]. Artinya Nusantara juga berkarakter peradaban Monarkhi yang terbaik sebagaimana pendapat filsuf Thomas Aquinas (1225 – 1274 M) [Ilmu Negara, ISBN 979-499-229-1, {6}] dan De Civitate Des atau Kota Tuhan sesuai pendapat filsuf Aurelius Agustinus (354 – 430) [Puja Pramana KA, Ilmu Negara, ISBN 978-979-756-556-5, {7}] karena Raja2 Monarkhial Nusantara itu berkarakter keyakinan kepada Kedaulatan Tuhan demi Kepentingan Umum. Penulis meriwayatkan kelekatan Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Hukum pada negara2 Monarkhi Nusantara dalam Tesis Magister Hukum tentang Politik Hukum Nusantara 20 Abad pada tahun 2000, seperti dapat ditelisik pada Kerajaan Mataram Kuno (717 – 1222), Keprabuan Majapahit (1293 – 1525), Keprabuan Pajajaran (1350 – 1579), Keprabon Cirebon (1445 – 1809), Kesultanan Demak (1478 – 1575), Kesultanan Mataram (1575 – 1945), Kedatuan Sriwijaya (392 – 1406), Kesultanan Aceh Raya Darussalam (1205 – 1942), Kesultanan Banten (1525 – 1813), Kesultanan Gowa Tallo (1200 – 1906), Kesultanan Palembang Darussalam, bahkan beberapa dikenali sebagai Monarkhi Konstitusional. Kedatuan Sriwijaya diketahui memiliki Prasasti Telaga Batu (683) yang oleh Prof MR HM Yamin dikategorikan sebagai Naskah Konstitusi, Keprabuan Majapahit dikenali memiliki perundang-undangan Kutara Manawadharmasastra sebagai hukum tertulis dan Kesultanan Aceh menjalankan Qanun Alsyi (UUD) Adat Meukuta Alam (Adat Bersendi Syariat) bersumberkan Al Qur’an, Al Hadist, Ijma Ulama dan Qias, sedangkan Monarkhi2 Nusantara lain dipastikan memiliki Hukum Publik dalam mengelola kenegaraannya, termasuk Amana Gappa (Hukum Dagang Laut) oleh Kesultanan Gowa Tallo. Selanjutnya, patut disimak artikulasi para Founding Fathers Bung Karno, Bung Hatta dan Prof Mr DR Supomo oleh Front Pembela Proklamasi 45 yang menggarisbawahi kelekatan peradaban Indonesia dengan Kedaulatan Rakyat sebagai berikut : Bahwa pada tahun 1932, Bung Karno menulis dalam harian Fikiran Ra’jat tentang demokrasi adalah “pemerintahan rakyat”. Cara pemerintahan ini memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah. Demokrasi yang di-cita2kan haruslah sosio-demokrasi, yaitu demokrasi yang berdiri kedua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi adalah demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Tulisan beliau pada bulan Maret 1933 berjudul Mencapai Indonesia Merdeka menyatakan bahwa demokrasi kita haruslah demokrasi baru, demokrasi sejati, demokrasi yang sebenarnya pemerintahan rakyat. bukan “demokrasi” ala Eropa dan Amerika tetapi suatu demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Pada tahun 1940 di Pandji Islam beliau menyatakan bahwa kehendak asas demokrasi mengadakan suatu badan perwakilan rakyat yang disitu duduk utusan-utusan dari seluruh rakyat, zonder mem-beda2kan keyakinan. Bahwa pada tahun 1932, Bung Hatta dalam brosur Kearah Indonesia Merdeka menyatakan tentang kita harus membangun demokrasi kita sendiri. Demokrasi barat tiada membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya. Haruslah ada pula demokrasi ekonomi. Untuk itu Bung Hatta berpaling ke daerah pedesaan Indonesia dan mengatakan bahwa kita harus mengangkat hakekat dan mengembangkan demokrasi yang berasal dari masyarakat desa. Dasar-dasar demokrasi yang terdapat dalam pergaulan hidup asli di Indonesia kita pakai sebagai sendi politik kita. Bahwa Prof MR DR Supomo pada pidato penerimaannya sebagai Guru Besar dalam Hukum Adat pada tahun 1941 di Rechts Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta mengatakan tentang perbedaan dengan peradaban di Barat maka bagi bangsa Indonesia individu tidak dapat terlepas dari masyarakatnya sehingga hak dan kewajiban yang dimilikinya berhubungan dengan fungsinya dalam masyarakat. Jadi, hak2 warga tersebut diatas pada hakekatnya merupakan gemeenschapsrechten (hak2 komunitas) karena dihubungkan dengan fungsi warga yang bersangkutan dalam kehidupan masyarakatnya. Sebagaimana juga halnya dengan Bung Karno dan Bung Hatta maka Supomo yakin betul bahwa kunci keberhasilan medirikan Negara Indonesia Merdeka terletak pada Persatuan dan Kesatuan Bangsa tanpa menghilangkan eksistensi suku2 bangsa dan golongan2 yang ada dalam tubuh bangsa Indonesia. Supomo pada akhir pidatonya di BPUPKI menyebut Panca Dharma yaitu asas2 dari Taman Siswa yakni (1) Kodrat alam, (2) Kebudayaan, (3) Kemerdekaan, (4) Kebangsaan, (5) Kemanusiaan. Hal ini diperkuat dalam Penjelasan UUD 1945 mengenai semangat kekeluargaan, kepemimpinan, kebudayaan. Bahwa dalam pidatonya di BPUPKI itu, Supomo juga menyebut Kawolu Gusti yang lebih menandakan pengaruh ajaran Ki Hadjar Dewantoro yang mengartikannya sebagai Persatuan Diri Dengan Masyarakat yang dalam bahasa Jawa disebut Kawulo Lan Gusti. Dengan Gusti dimaksud sebagai lambang Persatuan Rakyat yang merdeka yang terdapat dalam kehidupan kekeluargaan dimana tidak ada aturan paksaan, penindasan, perampasan kebebasan, perlawanan seperti lazimnya terlihat dalam alam yang tidak ada kemerdekaan. Dalam kehidupan kekeluargaan terdapat aturan berdasarkan Cinta Kasih (yakni Gusti yang tidak terlihat) menuju Tertib dan Damai buat Persatuan dan Selamat dan Bahagia buat masing2 anggotanya. Bahwa kata “Keluarga” sebenarnya berasal dari perkataan “kawulo” dan “warga”. Kawulo berarti “abdi” yang berkewajiban mengabdikan diri dan menyerahkan segala tenaganya kepada yang olehnya dianggap “tuannya”. Warga berarti “anggota” yang berwenang ikut mengurus, ikut memimpin dan menetapkan segala apa yang diperlukan. Jadi Kawulo Gusti menggambarkan kedudukan yang ganda dalam diri seseorang yaitu sebagai “abdi” tetapi sekaligus juga sebagai “tuan”. Suatu ciri kehidupan kekeluargaan adalah sikap toleransi. Selain itu masih ada unsur2 Persatuan yang tidak kalah pentingnya yaitu adanya Demokrasi dalam Kesejahteraan Bersama. Demokrasi disini bukan hanya berarti “sama-rata” seperti pengertian Demokrasi Barat tetapi juga “sama-rasa”. Istilah sama-rata dan sama-rasa mengandung pengertian Demokrasi yang mengandung Keadilan Sosial. Suku2 bangsa Indonesia yang lain juga bersifat komunal seperti masyarakat Jawa, maka hal2 yang diuraikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada hakekatnya berlaku juga bagi suku2 bangsa lain. Ternyata, Monarkhi Konstitusional bukanlah pilihan Founding Fathers, tetapi Republik Konstitusional sebagaimana teori-teori klasik, yang menurut hemat penulis dapat masih relevan bagi situasi dan kondisi Indonesia kini, seperti pendapat Aristoteles yakni bahwa Negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya adalah baik, karena memperhatikan kepentingan umum (rakyat) [Prof Dr I Gde Pantja Astawa, SH, MH dan Dr Suprin Na’a, SH, MH, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, ISBN 978-602-8650-08-3 {8}]. Baik UUD 1945 (1959) maupun UUD 1945 (2002) mencerminkan bentuk pemerintahan Aristokrasi, bedanya kumpulan cendekiawan negarawan versi UUD 1945 (1959) berada pada Lembaga Tertinggi Negara bernama MPR berkomposisi anggota2 DPR, UD dan UG, sedangkan kumpulan cendekiawan negarawan versi UUD 1945 (2002) terserak di 7 (tujuh) Lembaga Tinggi Negara berkomposisi kombinasi Pilihan Rakyat dan Pilihan DPR dan/atau Keputusan Presiden yang berkedudukan hukum yang sederajat dan bisa saja berkinerja tidak harmonis satu sama lain tanpa ada Lembaga Tinggi Negara lain yang mampu menengahinya kecuali Daulat Rakyat, dan itu berarti at-all-cost. Bilamana benar demikian, maka Indonesia pasca UUD 1945 (2002) sesungguhnya masih rawan terhadap terjadinya Revolusi Aristoteles, demikian pula Siklus Polybios. Apalagi, terindikasi paling tidak 22 titik lemah Indonesia terkini seperti tulisan Mengapa Kita (Harus) Melawan Rezim Neolib Ini ? [M. Hatta Taliwang, Koordinator Grup Diskusi 77-78, Lampiran-1], dengan catatan teridentifikasi 9 (Sembilan) aktor Revolusioner seperti tulisan Mungkinkah Terjadi Perubahan di Indonesia dalam waktu dekat ? [M. Hatta Taliwang, Koordinator Grup Diskusi 77-78, Lampiran-2]. Oleh karena itulah, penulis bersyukur telah menerima buku Negara Pancasila Jalan Kemaslatan Berbangsa [As’ad Said Ali, ISBN 979-3330-82-1, {9}] pada tanggal 7 Juli 2010 ketika Dialog Kebangsaan, yang membenarkan tentang aspirasi Maklumat Revolusi Pancasila 20 Juni 2010 oleh Tim-7 Garda Pancasila Indonesia, guna mengurangi potensi peristiwa hukum revolusi berulang kali sebagaimana diduga Aristoteles dan Polybios {6} Dan sesungguhnya restorasi MPR kembali sebagai Lembaga Tertinggi Negara adalah strategik segera dilakukan mengingat antara lain karena lembaga Kekuasaan/Kedaulatan Tertinggi telah mentradisi berabad di peradaban Indonesia, apalagi MPR kini diberlakukan quasi bi-kameral yakni DPD hanya berperan sebagai penasehat bagi DPR, begitu juga masyarakat mayoritas dari kalangan tani dan nelayan ternyata banyak yang tidak terwakilkan, serta beberapa kasus kenegaraan yang sulit berujung solusi terbaik, bahkan dapat mengurangi potensi revolusi berkelanjutan berulang kali {6}. Revolusi atau Perubahan kalau memang menjadi kebutuhan terkini maka diperlukan sinergi diantara 9 (Sembilan) aktor Perubahan yaitu (1) Partai Politik, (2) Massa Islam, (3) Kampus dan Mahasiswa, (4) Media Massa, (5) Aktifis Gerakan LSM, (6) Tentara, (7) Kelompok Pengusaha, (8) Kelompok Penegak Hukum, (9) Bapak Bangsa [M. Hatta Taliwang, Mungkinkah Terjadi Perubahan Di Indonesia Dalam Waktu Dekat, Koordinator Grup Diskusi 77-78]. Tradisi kemasyarakatan terorganisir di Nusantara berbentuk kenegaraan sendiri sesungguhnya cukup berimbang dengan tradisi kenegaraan di belahan dunia lain, misalnya :
Kepustakaan
Sebagai tambahan, penulis telah menyusun Politika Adendum UUD 1945 seperti bisa diunduh di situs www.jakarta45.wordpress.com |