Sutan Sjahrir(dok)
SINAR HARAPAN--Kabar jatuhnya bom atom di Hiroshima (6/8/1945) dan Nagasaki (9/8) tidak serta merta diketahui oleh para tokoh pergerakan Indonesia. Maklum saja, ketika itu sarana komunikasi masih sangat sederhana dan hanya sedikit orang yang bisa mengaksesnya.
Pada tanggal 10 Agustus 1945, tepat 77 tahun lalu, Sutan Sjahrir mendengakan siaran berita yang dikumandangkan sebuah stasiun radio BBC (British Broadcasting Corporation) bahwa bom telah dijatuhkan tentara Sekutu di Jepang. Kemudian dikabarkan bahwa tentara Jepang sudah berniat menyerah.
Ketika itu penguasa Jepang melarang penduduk mendengarkan siaran berita asing, terutama dari Sekutu, yang dinilai sebagai propaganda perang. Sjahrir tentu saja mendengarkan siaran BBC secara sembunyi-sembunyi.
Hal tersebut tentu saja merupakan berita sangat baik bagi kaum pergerakan. Ketika itu tentara Jepang masih menduduki Indonesia. Namun Jepang juga setuju dengan pembentukan BPUPKI dan yang kemudian diubah menjadi PPKI.
Dalam catatan sejarah, pada tanggal 10 Agustus tersebut tentara Jepang secara prinsip setuju untuk menyerahkan diri kepada Sekutu. Namun dengan syarat, Sekutu tidak menggulingkan tahta Kaisar Hirohito.
Di Indonesia, kalangan muda menginginkan agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang bukan hadiah atau pemberian dari penjajah Jepang.
Sikap yang keras tersebut menimbulkan perbedaan pandangan antara kalangan tua dan muda. Kalangan Tua berpandangan bahwa pembentukan PPKI merupakan langkah nyata menuju kemerdekaan. Namun kalangan Muda berpandangan PPKI merupakan bentukan Jepang dan sangat kerjangan sangat dipengaruhi oleh penguasa Jepang.
Perbedaan pandangan tersebut yang kemudian menyebabkan Bung Karno dan Bung Hatta disembunyikan di Rengasdengklok, Karawang Jawa Barat. Kedua tokoh tersebut dibawa ke markas PETA di daerah Rengasdengklok.
Sementara itu, Ahmad Soebardjo (golongan tua) bersama Wikana (golongan muda) di Jakarta mengadakan kesepakatan untuk mengumumkan kemerdekaan di Jakarta. Penguasa Jepang Laksamana Maeda mempersilakan rumahnya untuk dijadikan tempat perundingan dalam penyusunan naskah proklamasi.
Maka pada tanggal 16 Agustus para pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke Jakarta langsung dibawa ke rumah Laksamana Maeda. Proklamasi Kemerdekaan RI dilakukan pada esok harinya, tanggal 17 Agustus 1945di Pengangsaan Timur Jakarta.