Kepemimpinan Indonesia di
tengah alotnya perundingan TIIMM G20
Oleh Sella
Panduarsa GaretaSelasa,
27 September 2022 08:25
WIB
Situasi pertemuan
Trade, Investment and Industry Ministerial Meeting di Nusa Dua, Bali. (ANTARA/
Sella Panduarsa Gareta)
Jakarta (ANTARA) - Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyalami seluruh delegasi
dari 20 negara pada perhelatan Trade, Investment, and Industry Ministerial
Meeting (TIIMM) G20 sesaat ketika hadir di ruang pertemuan Hotel Sofitel, Nusa
Dua, Bali.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita
mengikuti jejak Menko Airlangga untuk menyalami sekitar 20 delegasi yang hadir.
Sementara Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, yang sudah menyambut kedatangan
delegasi di malam sebelumnya, bersiap duduk di meja tuan rumah, sejajar dengan
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil
Lahadalia.
Di ruang besar pertemuan, hiasan janur khas Pulau
Dewata bertengger di setiap sudutnya. Alunan gamelan degung Bali, serta senyum
dan sapa para menteri yang menunjukkan keramahtamahan membuat suasana Indonesia
sebagai tuan rumah TIIMM G20 kental terasa.
Perundingan
berlangsung secara tertutup, seluruh media yang hadir, diminta menunggu di
ruangan lain untuk kemudian mengikuti konferensi pers para menteri terkait hasil
dari pertemuan tersebut.
TIIMM G20 pada 23 September 2022, digelar setelah
Trade Investment and Industry Working Group (TIIWG) G20, di mana pembahasan
substansi di tingkat eselon I dilakukan. Pada TIIwG G20, Direktur Jenderal
Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Berdagangan Djatmiko
Bris Witjaksono menjadi ketuanya.
Setelah tiga jam menunggu, akhirnya media diminta
bersiap di lokasi konferensi pers. Terlihat dua podium dipersiapkan untuk
ditempati Mendag Zulkifli Hasan dan Menteri Bahlil sebagai perwakilan tiga
sektor, yakni perdagangan, investasi, dan perindustrian, untuk menyampaikan
hasil-hasil yang diperoleh.Menteri
Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Bahlil Lahadalia saat menggelar konferensi pers terkait TIIMM
G20 di Nusa Dua, Bali. (ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta)
Capaian
Mendag memulai
konferensi pers dan menyampaikan bahwa TIIMM G20 menghasilkan sejumlah capaian
konkret. Pertama, soal reformasi badan perdagangan dunia atau World Trade
Organization (WTO), di mana negara G20 menegaskan pentingnya memperkuat prinsip
dasar WTO serta sepakat bahwa reformasi WTO adalah kunci untuk memperkuat
kepercayaan dalam sistem perdagangan multilateral.
Negara anggota
juga berkomitmen memanfaatkan momentum positif hasil konferensi tingkat menteri
ke-12 lalu untuk terlibat dalam diskusi aktif dan konstruktif menuju konferensi
tingkat menteri WTO ke-13.
Kedua, peran sistem perdagangan multilateral
dalam memperkuat agenda target pembangunan berkelanjutan, di mana anggota G20
sepakat atas pentingnya sistem perdagangan multilateral dalam mendorong
tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDG's.
Ketiga,
respons perdagangan investasi dan industri dalam mengatasi pandemi dan mendukung
arsitektur kesehatan global, yakni negara G20 menyepakati pentingnya peran
sistem perdagangan multilateral untuk meningkatkan ketahanan dari pandemi dan
arsitektur kesehatan global, termasuk menegaskan dukungan atas hasil yang
dicapai dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-12 lalu.
Keempat,
perdagangan digital dan rantai nilai global. Negara anggota G20 menegaskan bahwa
rantai nilai global berperan penting dalam mendorong partisipasi negara
berkembang khususnya bagi UMKM perempuan dan wirausaha muda ke dalam perdagangan
global. G20 juga sepakat mendorong perdagangan digital yang inklusif.
Kelima,
peningkatan investasi berkelanjutan untuk pemulihan ekonomi global. Dalam hal
ini, negara G20 menggarisbawahi pentingnya investasi berkelanjutan untuk
pemulihan ekonomi yang kuat.
Terakhir, koherensi antara perdagangan, investasi
dan industri, di mana anggota G20 menegaskan peran sistem perdagangan
multilateral untuk mengembalikan produktivitas industri dan menyepakati
koherensi kebijakan perdagangan dan investasi dengan kebijakan industri untuk
mengatasi tantangan di masa depan.
Selanjutnya, giliran Menteri Bahlil menyampaikan
capaian di sektor investasi. Bahlil melaporkan, sektor investasi menghasilkan
satu konsensus berupa Bali Compendium dari pertemuan TIIMM G20.
Bali
Compendium adalah panduan penting bagi perumusan strategi dan arah kebijakan
investasi serta promosi investasi di masing-masing negara.
Indonesia
berpandangan, setiap negara harus mempunyai keleluasaan untuk menyusun
strateginya dengan pendekatan komparatif di negaranya.
Bali
Compendium disebut sebagai warisan dari pertemuan tersebut, di mana Menteri
Perdagangan Zulkifli Hasan adalah ketuanya. Hal itu juga dinilai sebagai langkah
maju yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mendorong investasi berkelanjutan
yang inklusif.
Keleluasaan kebijakan investasi tersebut termasuk
soal hilirisasi, dan sektor prioritas mana yang ditentukan suatu negara dalam
hal investasi, agar tidak ada intervensi.
Terdapat lima poin yang Indonesia perjuangkan
dalam G20 TIIMM sejak awal. Pertama, soal arus investasi berkelanjutan
bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja melalui industrialisasi
dan tujuan pembangunan lainnya.
Menurut Bahlil, dalam beberapa bulan terakhir,
perdebatan antara anggota-anggota negara G20 dalam mendiskusikan hilirisasi,
menemui tantangan yang sangat luar biasa, yang kemudian mengaitkannya dengan isu
energi bersih (green energy ) dan industri hijau (green industry). Bahlil
bersyukur perdebatan itu mampu diselesaikan dan disetujui.
Kedua,
soal pemangkasan prosedur investasi bagi negara-negara G20, di mana banyak
negara anggota G20 menyatakan betapa pentingnya pemangkasan terhadap birokrasi
yang bertele-tele dan tidak transparan.
Dalam hal ini, Indonesia patut menjadi contoh
karena berhasil menyederhanakan aturan dengan memangkas 79 Undang-Undang dalam
membuat UU Cipta Kerja.
Selanjutnya, kesepakatan soal investasi yang
masuk harus berkolaborasi dengan pengusaha lokal atau UMKM.
Menurut
Bahlil, isu tersebut juga menjadi tantangan besar untuk bisa disepakati, karena
sebagian negara berpendapat bahwa proses tersebut diserahkan melalui mekanisme
pasar.
Namun, negara-negara berkembang mampu meyakinkan
untuk menjadikan hal itu sebagai konsensus, sekaligus menjadikan pengusaha UMKM
dan pengusaha daerah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Berikutnya
adalah tentang keadilan investasi, di mana 80 persen Growth Domestic Product
(GDP) global dikuasai oleh negara G20, tapi penyebaran investasinya tidak
merata.
Namun, Bahlil menambahkan bahwa perjuangan
Indonesia mengenai harga karbon tidak mencapai kesepakatan. Tetapi para anggota
G20 menyetujui bahwa keadilan investasi dan pemerataan harus dilakukan.
Perundingan
Di akhir
penutupan konferensi pers, Zulkifli menyampaikan pernyataan bahwa perhelatan
TIIMM G20 tidak mencapai konsensus, karena terdapat satu paragraf yang tidak
disepakati. Sementara 26 paragraf lainnya berhasil disepakati. Satu paragraf
tersebut yakni soal isu geopolitik yang mencuat di tengah pembahasan sektor
perdagangan, investasi, dan industri. Selanjutnya,
Dirjen PII,
Djatmiko Bris Witjaksono, lebih lanjut memaparkan, Presidensi G20 Indonesia
berada di saat-saat yang sangat sulit. Selain dampak pandemi COVID-19 yang masih
terjadi, terdapat urusan keamanan dunia yang faktanya berimbas kemana-mana.
Situasi sulit
yang sama terjadi saat awal Forum G20 terbentuk, yakni pada masa krisis moneter
1998-1999. Jika dalam kondisi normal, situasinya lebih mudah, maka pandemi
COVID-19 dan kondisi geopolitik menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.
Usulan
pembahasan isu geopolitik tidak datang dari Indonesia, melainkan dari
negara-negara G7, yakni Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, dan
Inggris.
Indonesia sebetulnya berkeinginan untuk lebih
fokus membahas soal perdagangan, investasi, dan industri untuk bersama-sama
bangkit dari dampak pandemi. Namun, negara-negara G7 memandang bahwa
perekonomian global bergejolak akibat pandemi COVID-19, yang diperburuk oleh
perang Rusia-Ukraina.
Sebagai tuan rumah, RI bisa saja menolak
pembahasan itu, namun Indonesia ingin menunjukkan kepemimpinan yang arif,
sehingga berupaya untuk mengakomodir masukan tersebut dengan tetap melakukan
pembahasan.
Djatmiko menggambarkan, pembahasan kala itu
berada pada situasi menantang, kental terasa saling curiga, bahkan bermusuhan,
antara negara-negara anggota G20 yang pro dan kontra dengan invasi Rusia
terhadap Ukraina.
Negara-negara yang kontra terhadap invasi
tersebut memandang bahwa disrupsi yang terjadi adalah karena perang, sehingga
apa yang dilakukan Rusia perlu dikecam. Sementara Rusia sendiri memandang bahwa
invasi semakin lama terjadi karena sanksi-sanksi yang dijatuhkan Barat.
Terlihat gap
yang sangat besar dan Indonesia berusaha untuk mendekatkan gap tersebut dengan
memberikan berbagai masukan, termasuk berhenti perang. Jawaban yang sederhana,
namun sulit terjadi. Pembahasan kian jauh dari isu perekonomian. Namun, sebagai
pemimpin dari 20 kekuatan ekonomi dunia pada forum itu, Indonesia berusaha
membawa perundingan pada jalurnya.
Indonesia mendorong seluruh komponen di dunia
untuk mengedepankan kebersamaan lewat tema "Recover Together, Recover
Stronger".
Selain pembahasan soal geopolitik, pencapaian
kesepakatan substansi perdagangan, investasi, dan perindustrian juga tak kalah
alotnya. Pada Forum TIIWG selama dua hari yakni Senin-Rabu (19-21 September
2022), Djatmiko memanggil delegasi di setiap kesempatan untuk melakukan
pembahasan. Namun, hingga di hari terakhir, tak satu paragraf pun disepakati
atau masih berstatus merah.
Rapat dilanjutkan hingga Rabu pagi. Beberapa
paragraf mulai berstatus hijau. Hingga pembahasan soal investasi selesai
terlebih dahulu. Sebagai tuan rumah, Djatmiko berupaya mengawal enam kepentingan
Indonesia, dan pembahasan isu perdagangan ternyata jauh lebih alot dari
lainnya.
Hingga sesaat sebelum pertemuan para menteri
digelar, 26 paragraf berstatus hijau. Hanya satu paragraf yang tidak berhasil
dicapai, yakni terkait isu geopolitik. Sehingga TIIMM G20 tidak mencapai
konsensus. Indonesia menerima dengan lapang dada hal itu, karena telah berupaya
keras dan menyadari ada di situasi yang menantang.
Djatmiko
menganggap, tiga hal yang ingin dicapai dari perhelatan tersebut yakni sukses
substansi, sukses menjadi tuan rumah, dan sukses publikasi, dapat tercapai. Hal
itu tercermin dari apa yang dilakukan Indonesia sebagai tuan rumah, di mana
seluruh delegasi menyampaikan apresiasinya kepada Mendag Zulkifli Hasan.
Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) G20 di depan mata. Meskipun masih berada pada situasi tak
mudah, Indonesia percaya bahwa dengan kepemimpinannya, kesuksesan akan diraih
bersama.