BEDA KARAKTER YURIDIS ANTARA NOTARIS DAN PPAT

663 views
Skip to first unread message

habib adjie

unread,
Jan 6, 2007, 1:54:17 AM1/6/07
to NOTARISPPATINDONESIA, Notuna

BEDA KARAKTER YURIDIS

ANTARA NOTARIS DAN PPAT

 

Habib Adjie

(Notaris dan PPAT di Kota Surabaya)
 
Saya ucapkan terimaksih kepada rekan saya, Yosril A.,S.H. (Notaris dan PPAT di Jakarta) yang telah memberikan apresiasi atas beberapa tulisan saya yang pernah dimuat Renvoi. Kita harus berterimakasih kepada Renvoi yang sampai saat ini masih konsisten sebagai Majalah Berita Bulanan Notaris, PPAT dan Hukum, yang senantiasa memuat berita dan berbagai pendapat atau opini dari rekan-rekan Notaris dan PPAT. Upaya Renvoi untuk untuk menjadikan dirinya sebagai majalah dan berita seperti itu harus kita dukung, di tengah kegersangan tidak ada media komunikasi (cetak) yang dikelola secara konsisten-berkelanjutan oleh organisasi jabatan Notaris.
Kalau saya menuliskan pendapat saya dan dimuat di Renvoi ataupun pada media lainnya tentang Notaris dan PPAT, hal tersebut merupakan infaq atau shadaqah pikiran saya terhadap dunia Notaris dan PPAT, karena infaq atau shadaqah itu tidak harus dalam bentuk materi (natura), tapi juga pikiran/pendapat/opini, senyuman, keikhlasan untuk bertindak dan memberikan yang terbaik. Dan kita dalam menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris berarti kita menerima amanat dari Alloh SWT. yang harus kita jaga baik-baik sesuai dengan pemberi amanat dan harus kita pertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat kelak.
 Ada 2 (dua) tulisan saya yang menurut rekan saya yang tercinta, Yosril A., S.H, bahwa saya menulis atau berpendapat tidak konsisten seperti tersebut dalam Renvoi nomor 4.16.II  hal. 33-34 (tulisan/artikel 1) dan Renvoi nomor 1.37.IV (tulisan/artikel 2).
Bahwa menulis sesuatu dalam atau untuk dunia Notaris dan PPAT senantiasa akan berhubungan dengan suasana atau nuansa yang pada ada sekitar permasalahan yang ada pada waktu itu. Suasana atau nuansa yang ada pada waktu itu pada artikel (1), yaitu setelah para pengurus organisasi jabatan Notaris berhasil bekerjasama dengan Menteri Negara dan Koperasi dan Usaha, Kecil dan Menengah dengan mengeluarkan Surat Keputusan nomor  98/KEP/M.KUKM/IX/2004, tanggal 24 September 2004 tentang Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi,  yang telah memberikan atibut kepada Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi. Pada waktu itu saya punya kekhawatiran, jika Notaris sebagai Pejabat Umum (Publik) yang mempunyai wewenang umum dalam pembuatan akta (apa saja) sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain, jika akan membuat akta tertentu harus diberikan atribut tertentu. Kalau hal tersebut dilakukan terus-menerus, jangan-jangan instansi lain meminta hal yang sama, sudah tentu jika hal ini akan terjadi penggerogotan terhadap wewenang Notaris sebagai Pejabat Umum. Dalam pikiran saya, cukup sudah pemberian atribut seperti itu, apa ada yang kurang dengan pemberian kualifikasi kepada Notaris sebagai Pejabat Umum.
Pada tulisan yang (2) ada nuansa yang lain lagi ketika UUJN menjadi satu-satunya (unifikasi) pengaturan hukum di Indonesia, dan yang menjadi topik yang tetap hangat dan cenderung panas sampai hari ini, yaitu mengenai kewenangan Notaris dalam bidang pertanahan sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN, dan terjadi tarik-menarik kewenangan antara Notaris dan PPAT, di sisi yang lain, organisasi Notaris dan PPAT tidak memberikan “official statement” yang mengikat para Notaris dan PPAT atau siapa saja, tapi cenderung membiarkannya bagaikan bola liar, sehingga menimbulkan berbagai macam penafsiran mengenai ketentuan Pasal 15 ayat (2) f UUJN, bahkan petinggi Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia tidak mampu memberikan penjelasan dan penyelesaiannya. Dan petinggi tersebut menyarankan jika timbul permasalahan dari kewenangan tersebut, dipersilahkan untuk diselesaikan di pengadilan saja. Ini memang aneh, pemerintah dan DPR yang membuat undang-undang tersebut tidak mampu untuk menyelesaikannya.
Bahwa Notaris dan PPAT merupakan lembaga atau institusi yuridis yang mempunyai karakter sendiri-sendiri, sebagaimana juga manusia mempunyai karakter sendiri-sendiri.
Untuk menyelesaikan hal tersebut saya memberikan penafsiran dari adanya perbedaan karakter yuridis Notaris dan PPAT.  Perbedaan karakter yuridis tersebut didasarkan pada beberapa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu :
 
 
1.     KARAKTER YURIDIS NOTARIS.
a.      Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973 :
Judex factie dalam amar putusannya membatalkan akta notaris, hal ini adalah tidak dapat dibenarkan, karena notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut.
b. Putusan   Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3199 K/Pdt/1992, tanggal 27 Oktober 1994 :
     Akta otentik menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo 265 Rbg jo 1868 BW merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, para ahli warisnya dan orang yang mendapat hak darinya.
c. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia   nomor 1140 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 :
Suatu  akta notaris sebagai akta otentik yang isinya memuat 2 (dua) perbuatan hukum, yaitu (1). Pengakuan hutang, dan (2) kuasa mutlak untuk menjual tanah. Maka akta notaris ini telah melanggar adagium. Bahwa satu akta otentik hanya berisi satu perbuatan hukum saja. Akta Notaris yang demikian itu tidak memiliki executorial titel ex Pasal 224 HIR dan tidak sah.
Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, maka karakter yuridis Notaris dan akta Notaris, yaitu :
1.     Pembatalan akta Notaris oleh hakim tidak dapat dibenarkan, karena akta tersebut merupakan kehendak para penghadap.
2.     Fungsi Notaris hanya mencatatkan keinginan penghadap yang dikemukakan di hadapan Notaris.
3.     Notaris tidak mempunyai kewajiban materil atas hal-hal yang dikemukakan di hadapan Notaris.
4.     Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak, para ahli warisnya dan siapa saja yang mendapat hak dari akta tersebut.
5.     Tiap akta Notaris (atau satu akta Notaris) hanya memuat satu tindakan atau perbuatan hukum saja. Jika satu akta Notaris memuat lebih dari satu perbuatan hukum, maka akta tersebut tidak mempunyai kekuatan title eksekutorial dan tidak sah.   
2.     KARAKTER YURIDIS PPAT.
a. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia   nomor  62 K/TUN/1988, tanggal 27 Juli 2001 :
Bahwa akta-akta yang diterbitkan oleh PPAT adalah bukan Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 Sub. 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, sehingga tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata usaha Negara, karena meskipun dibuat oleh PPAT sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, namun dalam hal ini Pejabat tersebut bertindak sebagai Pejabat Umum dalam bidang perdata.
b. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia   nomor  302 K/TUN/1999, tanggal 8 Pebruari 2000 :
PPAT  adalah Pejabat Tata Usaha Negara karena melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan Peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat (2) Undang-undang nomor 5 tahun 1986, jo Pasal 19 PP nomor 10 Tahun 1961 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Negara Agraria nomor 10 Tahun 1961, akan tetapi (akta jual beli) yang dibuat oleh PPAT bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara karena bersifat bilateral (kontraktual), tidak bersifat unilateral yang merupakan sifat Keputusan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, maka karakter yuridis PPAT dan akta PPAT, yaitu :
1.     PPAT sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, karena menjalankan sebagian urusan pemerintahan dalam bidang pertanahan atau dalam bidang pendaftaran tanah dengan membuat akta PPAT sesuai aturan hokum yang berlaku.
2.     Akta PPAT bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, meskipun PPAT dikualifikasikan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara.
3.     Dalam kedudukan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, PPAT tetap bertindak sebagai Pejabat Umum dalam bidang Hukum Perdata.
4.     Akta PPAT tidak memenuhi syarat sebagai Keputusan Tata Usaha Negara, karena akta PPAT bersifat bilateral (kontraktual), sedangkan Keputusan Tata Usaha Negara bersifat unilateral.
Mencermati adanya perbedaan karakter yuridis antara Notaris dan PPAT, maka suatu hal yang sangat tidak mungkin dua karakter yang berbeda dijadikan satu.  Menyatukan dua karakter yuridis yang berbeda hanya merupakan upaya pemaksaan yang tidak dilandasi dasar hukum yang jelas.
Berdasarkan alasan tersebut di atas karena ada perbedaan karakter yuridis, pada akhirnya ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN, harus diberi batasan, bahwa Notaris mempunyai kewenangan di bidang pertanahan, yang bukan sepanjang kewenangan yang selama ini ada pada PPAT. Dengan demikian eksistensi lembaga Notariat dan PPAT tetap ada dengan segala kewenangannya menurut aturan hukum yang mengatur jabatan Notaris dan PPAT. Sehingga tidak perlu diributkan (kembali) substansi Pasal 15 ayat (2) huruf UUJN tersebut. Lebih baik lembaga Notariat dan PPAT dibina sebaik-baiknya karena kedua lembaga tersebut hadir untuk kepentingan masyarakat, dan sudah menjadi bagian dari sistem hukum nasional.
Rekan Yosril A.,S.H, - bahwa menulis tentang dunia Notaris dan PPAT  (saat ini) bagaikan drunken master  atau pendekar mabuk ala Jackie Chan. Kenapa saya mengatakan seperti itu..? Hal didasarkan pada tidak adanya disain bagaimana lembaga Notariat  akan dikembangkan baik oleh pemerintah ataupun oleh organisasi jabatan Notaris. Contohnya seperti pemberian atribut seperti tersebut di atas, apakah sebelumnya pernah ada suatu disain dari pemerintah dan organisasi jabatan Notaris, seperti Ikatan Notaris Indonesia (INI), bahwa lembaga Notariat akan didisain dengan pemberian atribut-atribut tertentu..? Dengan kata lain sampai saat ini saya belum melihat penampakkan Arsitektur Notaris Indonesia. Saya sebagai anggota INI belum pernah mengetahui hal itu, atau rekan Yosril A, S.H. dan Renvoi pernah mengetahuinya..? Inilah yang saya maksudkan menulis bagaikan pendekar mabuk. Tindakan bagaikan pendekar mabuk ini, mungkin banyak juga dilakukan oleh Notaris ketika melakukan tugas jabatannya, sikut sana, sikut sini, piting dan banting harga, gunakan kaya katak berenang, raih yang atas, injak yang bawah, yang penting kantor laku, mudah-mudahan hal itu tidak terjadi dan tidak dilakukan oleh rekan-rekan Notaris di Indonesia, karena Notaris Indonesia adalah Notaris Pancasila, tapi hal itu terjadi di negeri antah berantah.
Mudah-mudahan tulisan saya ini dapat memberikan pencerahan untuk diri saya sendiri dan juga untuk yang lainnya, tidak berarti untuk disetujui, karena apapun artikel saya yang pernah saya tulis di Renvoi tidak untuk disetujui oleh para pembaca, setuju atau tidak setuju hak demokrasi rekan-rekan pembaca. Dan khusus tulisan ini tidak berpretensi untuk menyelesaikan berbagai penafsiran Pasal  15 ayat (2) huruf f UUJN, tapi hanya merupakan suatu upaya pemikiran sebagai bahan untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan pasal tersebut.
Jika rekan Yosril A., S.H. (atau siapapun saja) ingin berdiskusi lebih intensif, silahkan    kirimkan   e-mal ke saya di : hb_a...@yahoo.com atau kunjungi http://hbadjie.blogspot.com atau  kunjungi dan bergabung dengan group (Milis) untuk Notaris dan PPAT Indonesia di : NOTARISPPATINDONESIA@ googlegroups.com, atau di NOTUN...@googlegroups.com untuk sama-sama membangun dan memajukan dunia Notaris Indonesia.
----------------------------
 
 
 
 
 
 
 

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages